Semua Bab Prime Time Bersama Mas Polisi: Bab 41 - Bab 50

55 Bab

41. Selangkah Lagi!

Kiran membaca lembar demi lembar buku harian Lisna. Saat ini dirinya dan Demitrio tengah berbagi tugas. Ia memeriksa buku harian Lisna, sementara Demitrio menyusun draft-draft yang akan ia buktikan untuk menjerat Pak Irman."Clue apa yang kamu dapatkan, Ki?" Demitrio menoleh sekilas pada Kiran. Suara gemerisik kertas yang disibak membuatnya penasaran."Saya belum mendapatkan petunjuk apa pun, Om. Tidak ada kejadian istimewa yang ditulis oleh Lisna. Ia hanya menulis tentang kesulitan keuangannya selama menempuh pendidikan keperawatannya." Kiran membalik satu halaman lagi."Sesekali ia menulis tentang rasa irinya pada teman-teman seangkatannya yang memiliki banyak uang jajan. Rima, Sherly, Renny bisa membeli apapun yang mereka inginkan. Sementara dirinya, kepingin membeli bedak dan lipstick murah saja tidak kesampaian.""Baca saja lagi. Buku itu cukup tebal. Mudah-mudahan ada clue- clue penting di sana." Demitrio menyemangati Kiran."Siap, Om." Kiran kembali membalik halaman demi halama
Baca selengkapnya

42. Peristiwa Berdarah.

"Aku peringatkan kamu sekali lagi ya, Man. Jangan pernah memintaku menemuimu lagi. Ini adalah terakhir kalinya kita bertemu secara personal."Kartika memuntahkan amarahnya di depan muka Irman Sadikin. Setelah menerima ancaman Irman yang mengatakan bahwa ia akan memberitahu suaminya tentang rahasia besarnya, Kartika mengalah. Pernikahannya bisa bubar jalan kalau Irman sampai membuka mulut."Duduk dulu, Mbak. Tahan emosi Mbak sebelum kita sepakat akan beberapa hal," desis Irman dengan suara tertahan. Sikap Kartika tidak berubah sejak dulu. Kasar, egois dan suka merendahkan."Kamu yang harus menjaga tindakanmu. Bukan aku yang menjaga mulut!" hardik Kartika berang. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri untuk memantau situasi. Kafe dalam keadaan sepi. Hanya ada sepasang remaja dan dua anak punk yang sedang menyantap makanan. Setelah merasa situasi aman, barulah Kartika berani duduk."Langsung saja. Apa tujuanmu ingin bertemu denganku." Kartika menaikkan kerudung dan membetulkan kaca mata hitamny
Baca selengkapnya

43. Tugas Baru.

"Kamu sudah benar-benar kuat untuk kembali bekerja, Ki?" Bima bertanya sekali lagi sebelum menghentikan kendaraan di tempat parkir. Saat ini Bima tengah mengantar sang putri ke stasiun televisi tempat putrinya bekerja."Kuat dong, Pa. Hampir sebulan lamanya beristirahat di rumah, masa tidak sembuh-sembuh juga? Yang Kiran takutkan malah otak Kiran jadi tumpul karena tidak diasah-asah." Kiran membuka sabuk pengaman."Pun berat badan Kiran jadi naik pesat karena terus makan enak dan jarang bergerak. Lama-lama Kiran bisa saingan dengan gapura kabupaten. Kiran kerja dulu ya, Pa?" Kiran berpamitan sambil membuka pintu mobil."Baiklah. Ingat pesan Papa. Jangan terlalu memaksakan diri. Bekerjalah secara profesional. Tapi tidak boleh juga mendzolimi diri sendiri. Ingat juga pesan mamamu. Jangan ikut liputan secara langsung dulu. Selain kamu belum pulih seratus persen, kamu masih diincar oleh orang-orang yang merasa terganggu oleh aksimu.""Siap, Pa." Kiran membuat gerakan menghormat ala milite
Baca selengkapnya

44. Aku Mencintaimu Dengan Seluruhmu.

"Kenapa Bapak kembali meminta uang? Bukannya saya sudah membayar lunas jasa Bapak waktu itu?" Marni menjawab panggilan ponsel gusar. Pak Badar, orang yang ia bayar untuk merekayasa bunuh diri Lisna, kembali meminta sejumlah uang padanya. Demi mencegah pembicaraannya dengan Pak Badar didengar oleh salah seorang pekerja, Marni naik ke lantai tiga. Lebih baik ia berbicara di gudang saja. Sejak Minah membenahi gudang beberapa waktu lalu, gudang menjadi lebih bersih sekarang."Bapak butuh sejumlah uang untuk melarikan diri dari panti, Neng. Sudah tiga hari ini Bapak merasa terus diikuti orang.""Itu urusan Bapak. Hak Bapak sudah saya berikan sepenuhnya. Pintar-pintarnya Bapak dong menghadapi resikonya. Ingat ya, Pak. Jangan pernah menghubungi saya lagi. Saya tidak punya uang. Saya juga tidak punya urusan lagi dengan Bapak!""Tapi, Neng--"Klik. Marni mematikan ponsel sebelum Pak Badar selesai berbicara. Pagi-pagi Pak Badar ini sudah membuatnya kesal saja. Sejurus kemudian ponsel kembali b
Baca selengkapnya

45. Perselingkuhan Berdarah!

"Ternyata tulisan dengan huruf kapital di kertas yang saya temukan di gudang waktu itu adalah tulisan tangan Bu Katarina ya, Om?" Kiran ikut melihat objek yang diamati dengan serius oleh Demitrio."Benar, Ki. Waktu itu saya salah menduga. Saya mengira tulisan tangan itu adalah tulisan tangan laki-laki karena semua hurufnya ditulis dengan huruf kapital. Tapi ternyata," Demitrio berdecak. Ia teledor kali kali ini."Biasa lah, Om. Namanya juga kita sedang mengira-ngira. Wajar kalau dugaan kita salah sesekali. By the way, kenapa Om tiba-tiba curiga pada Bu Katarina? Soalnya sebelum-sebelumnya Om santai-santai saja," tanya Kiran penasaran."Karena beberapa hari lalu saya dan Rey melihat rekaman konferensi pers pihak kepolisian saat menyatakan bahwa kasus Pak Ryan ditutup. Waktu itu Rey tidak sengaja membuka rekaman ulangnya di laptopnya. Saat iseng menonton, saya merasa ada yang janggal di konferensi pers itu. Saya kemudian meminta rekaman itu pada Rey dan kembali menontonnya di rumah.""A
Baca selengkapnya

46. Titik Terang.

"Ada apa, Yo? Oh, kamu ingin bicara empat mata dengan saya? Boleh saja. Kamu langsung ke rumah saja. Kita akan bicara di ruang kerja. Kenapa? Tidak leluasa? Baiklah. Saya akan ada di sana satu jam lagi."Bu Kartika menguping pembicaraan sang suami diam-diam. Ia sangat gelisah saat mengetahui bahwa yang menelepon suaminya adalah AKP Demitrio Atmanegara. Anak buah suaminya yang satu ini sangat cerdas dan kritis. Demitrio lah yang terus memaksa untuk menahan Irman Sadikin. Ia harus memutar otak untuk mempengaruhi suaminya."Siapa yang menelepon, Mas?" tanya Bu Kartika sambil menghidangkan secangkir kopi. Ia pura-pura tidak mengetahui siapa orang yang menelepon sang suami."Si Rio. Katanya dia mau bicara empat mata denganku soal si Irman." Pak Suroto menyeruput kopi pahit yang disajikan sang istri dengan nikmat. Sehabis makan, ia memang suka minum secangkir kopi."Apa lagi sih yang mau dibahas, Mas. Bukannya sudah jelas kalau Irman Sadikin itu tidak ada hubungannya dalam peristiwa tewasny
Baca selengkapnya

47. Turut Berduka Cita.

"Saya dan anak-anak izin menangkap Pak Irman besok pagi. Semua berkas dan bukti-bukti pendukung sudah saya siapkan."Demitrio berbicara langsung pada pokok permasalahan saat sang atasan datang. Walau ia sudah berkali-kali mengatakannya pada sang atasan, Demitrio tetap meminta izinnya. Adab harus diutamakan. Istimewa penangkapan ini juga akan menghancurleburkan citra keluarga besar sang atasan. Pak Irman pasti akan bernyanyi seperti ancamannya pada Bu Kartika."Tangkap saja, Yo. Bukti-buktinya sudah valid bukan? Gas lah." Setelah memikirkan semuanya masak-masak, Pak Suroto memutuskan akan bersikap profesional. Ia tahu, pasti akan ada akibat dari penangkapan Irman ini. Sikap diam istrinya adalah salah satu pertanda. Tapi kebenaran tetap harus ditegakkan. Ia sudah bersumpah saat mengemban tugas sebagai penegak hukum."Terima kasih, Pak." Pak Suroto mengucapkan terima kasih saat Pak Amat menghidangkan dua cangkir kopi yang masih mengepul. Walaupun ia baru menghabiskan secangkir kopi di ru
Baca selengkapnya

48. Cinta Memang Gila!

Konferensi pers baru saja usai. Pihak kepolisian telah memberi keterangan kepada media massa perihal bunuh dirinya Bu Kartika. Mengenai alasannya, pihak kepolisian memperhalus dengan mengatakan bahwa ada persoalan pribadi yang membuat Bu Kartika depresi. Ketika para jurnalis menanyakan apa persoalan pribadi Bu Kartika, pihak kepolisian mengatakan itu adalah hal yang privacy. Semua pihak diminta untuk menghormati keputusan keluarga yang tidak ingin membagi ke publik perihal depresinya Bu Kartika."Gue jadi suudzon ini. Persoalan pribadinya apa ya yang membuat Bu Kartika sampai bunuh diri? Pasti ada hal besar yang kalo tersingkap ke publik bakalan heboh. Lo tahu nggak apa masalahnya, Ki? Kasih gue bocoran dong. Senapsaran gue."Sembari menyimpan peralatan live, Andika ngedumel. Ia paling gedeg jikalau meliput berita yang dinfokan cuma sepotong-sepotong. Jika keponya meronta-ronta."Kita berdua sama-sama ngejogrok di mari dari pagi. Info yang kita berdua dapatkan juga sama kali."Kiran m
Baca selengkapnya

49. Tebak-Tebak Buah Manggis.

"Keparat! Jurnalis tukang ikut campur ini tidak ada kapok-kapoknya mencampuri urusanku!" Pak Irman membanting remote televisi. Ia sudah mengusahakan segala cara untuk melenyapkan sang jurnalis. Dimulai dari memanipulasi Lisna, Murni, bahkan meminjam tangan anak buah Juan untuk membajak pesawat. Tapi jurnalis sialan ini masih tetap hidup sampai hari ini. Entah nyawanya ada sembilan atau memang keberuntungannya yang tak habis-habis. Ia kehilangan cara untuk membungkamnya.Di tengah kekesalan, tangis Aldy kembali menggema di seantero ruangan. Dikarenakan rumah kontrakan ini kecil, tangisan Aldy mendominasi satu rumah. Kepala Pak Irman makin pusing karenanya."Bibik bisa tidak mendiamkan Aldy?" Pak Irman meneriaki Bik Hasni. Ia panik karena sepertinya ia tidak akan bisa lolos lagi dari hukuman kali ini. Nasibnya kini bagai telur di ujung tanduk."Sabar, Pak. Namanya juga anak kecil. Mungkin Aldy resah karena orang tuanya terus bermasalah," sindir Bik Hasni kalem."Maksud Bibik apa? Bibik
Baca selengkapnya

50. Kasmaran Tingkat Dewa.

"Ya tapi kenapa tiba-tiba, Om? Kita baru pacaran dalam hitungan bulan. Eh, si Om udah main lamar aja. Apa Om nggak mau kita saling mempelajari karakter masing-masing dulu?" Kiran meriang karena mendadak akan dilamar. Sungguh, setitik debu pun ia tidak menduga akan dilamar dengan cara sat set begini. "Apalagi yang harus kita pelajari, Ki? Karaktermu? Saya sudah mengenalmu sedari dalam kandungan Tante Cia. Selain kedua orang tuamu, mungkin saya adalah orang yang paling memperhatikan tumbuh kembangmu."Kiran menepuk kening. Demitrio benar. Ia memang sudah sebel pada Demitrio sedari kecil. Ia tumbuh besar dengan kehadiran keluarga Atmanegara. Kedua orang tua mereka bersahabat sejak remaja. Ia juga menyaksikan perubahan Demitrio dari seorang remaja tanggung hingga sedewasa sekarang. Mereka berdua terlalu mengenal satu sama lain."Atau jangan... jangan... kamu tidak bersedia saya lamar ya, Ki?""Bersedia dong, Om. Mau dilamar orang gagah perkasa sakti mandraguna begini kok ya nggak mau? Sa
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status