All Chapters of Suami Tampan Tidak Menghasilkan Keturunan : Chapter 41 - Chapter 50

89 Chapters

Bab 41

Malam menggelap pekat. Pinto mempercepat langkah kakinya. Buru-buru keluar dari Gedung DPR RI. Bergegas meluncur ke kediaman pribadi orang tuanya. Ia ingin menemui Woro Supriyanto dan Yeni Supriyanto. Memanfaatkan waktu senggang keduanya. Yang jarang tersedia untuk Pinto. Sesudah bersusah-payah menerobos kemacetan, mobil dinas Pinto akhirnya mencapai halaman kediaman pribadi Woro Supriyanto. Pinto masuk ke dalam rumah. Langsung menghampiri lantai dua. "Udah pulang?" sapa Yeni Supriyanto ketika Pinto baru menginjakkan kaki di ruang keluarga. "Udah," balas Pinto. Pinto berjalan ke arah sofa panjang berwarna merah. Duduk di samping Yeni Supriyanto. Di hadapan mereka, berdiri sofa panjang berwarna putih yang ditempati Woro Supriyanto. Pandangan Pinto bertaut pada Woro Supriyanto. “Serius sekali Bapak bacanya ...," ia mencandai Woro Supriyanto. Bibir Woro Supriyanto melukiskan senyum tipis. “Bapak sedang baca jurnal penelitian. Isinya menarik ,” timpalnya
Read more

Bab 42

Perintah Woro Supriyanto mengusik ketenteraman Pinto. Semisal hantu yang terus menghantui Pinto. Ke manapun raga Pinto bergerak, perintah Woro Supriyanto tetap membayangi Pinto. Di dalam keramaian, Pinto merasakan kesepian. Sendirian merenungkan perintah Woro Supriyanto. Selain itu, perintah Woro Supriyanto mengaduk-aduk benak Pinto. Membuat Pinto berkecamuk sekaligus pusing tujuh keliling. Pinto bingung, tindakan apa yang mesti diambil. Ia enggan menangisi kekhilafan yang diperbuat. Takut terhadap kesalahan yang mengacaukan kehidupannya. Terlebih, perintah Woro Supriyanto menentukan masa depan asmaranya. Pinto sukar menilai apakah perintah Woro Supriyanto tepat atau keliru. Dia bukan pakarnya. Yang jelas, Pinto memikul kegalauan. Sekiranya dibiarkan, kegalauan tersebut mungkin menjelma menjadi kekalutan. Memang, Woro Supriyanto telah membeberkan alasan di balik perintahnya kepada Pinto. Ditambah celotehan Yeni Supriyanto yang menepatkan alasan Woro Supriyanto. Namun,
Read more

Bab 43

Kendaraan Pinto menjauhi rumah Ardan. Melaju secara kencang. Melintasi jalan-jalan yang tadi dilewati. Pinto dan kendaraan yang mengangkutnya balik ke komplek perumahan dinas anggota DPR RI. "Woooiii ... Mas Pinto!" pekik Bisma ketika mendapati siluet Pinto di beranda depan rumah dinasnya. Pinto menoleh ke Bisma. "Tumben kamu dateng ke sini malem-malem," Bisma berbasa-basi. "Iya. Maaf ya, Mas. Saya mengganggu jam kelonan Mas Bisma," canda Pinto dengan muka kuyu. Bisma mengakak. "Nggak usah minta maaf. Orang kamu nggak salah," tepis Bisma. "Jam segini saya belum kelonan sama istri saya. Lagian, istri saya tidur di rumah pribadi saya," sambungnya menegaskan. Ia menyilakan, "Ayo, kita masuk ke dalem." Dia menggapai bahu Pinto dan merangkulnya. Mereka melangkahkan kaki bersama ke ruang tamu. Di ruang tamu, Pinto melakukan hal yang sama persis dengan hal yang dilakukannya di rumah Ardan. Dia menceritakan perintah Woro Supriyanto, alasan di balik pe
Read more

Bab 44

Hari kelima selepas pembicaraan Pinto dan Bisma. Kediaman pribadi Woro Supriyanto disinggahi oleh empunya. Kedua orang tua Pinto datang ke situ. Bermaksud mendepak kejenuhan gara-gara terlampau sering bersemayam di kediaman resmi Presiden Indonesia. Sekarang, mereka hanyut menikmati kemolekan angkasa yang bersampul taburan lintang benderang dan kilau rembulan purnama di taman belakang. Suara senda gurau keduanya terlempar ke lubang telinga Pinto. Dari arah belakang, Pinto tergopoh-gopoh menjangkau mereka berdua. "Bapak sama Ibu lagi berleha-leha?" tegur Pinto kepada Woro Supriyanto dan Yeni Supriyanto sambil menyentuh pundak mereka. Woro Supriyanto dan Yeni Supriyanto serempak membalik punggung. "Eh, kamu Pin. Bapak kira siapa ...," Woro Supriyanto kaget menatap anak bungsunya. "Sini, gabung sama Ibu sama Bapak," suruh Yeni Supriyanto kepada Pinto. Pinto patuh kepada suruhan Yeni Supriyanto. Ia menempati bangku di samping Yeni Supriyanto. "Su
Read more

Bab 45

Pemandangan mencolok tergelar di lantai dasar Margo City. Sisi tengahnya tersulap menjadi catwalk. Ratusan manusia berpakaian modis dan berpenampilan trendi mengepungnya. Berjejer tanaman-tanaman artifisial di tiap sudutnya. Sorot lampu panggung menebarkan kesan elegan. Mata mereka menonton iklan-iklan produk sponsor yang tertayang di dua videotron. Dari mulai produk kosmetik buatan L'Orèal hingga platform e-dagang Lazada. Bunyi tayangan iklan produk sponsor menghilang. Diganti oleh bahana suara pembawa acara yang menyapa seluruh tamu undangan. Pembawa acara menyampaikan sekelumit informasi tentang perhelatan yang tengah berlangsung. Berturut-turut, dia mempersilakan petinggi Kementrian Pariwisata, Direktur Utama Margo City, dan ketua penyelenggara untuk pemberian sambutan. Sambutan ketiganya cukup meriah. Pembawa acara menyilakan perwakilan para mitra, Ibu Walikota Depok, petinggi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan untuk sesi foto bersama. Ketua penyelenggara resmi memb
Read more

Bab 46

Perjalanan untuk pengerjaan pekerjaan Pinto dimulai. Pinto, sopir pribadi Pinto, dan staf Pinto bersambang ke provinsi satu pulau. Ketiganya meninggalkan Jakarta yang masih terbungkus pagi buta. Melalui kaca jendela, Pinto mengamati perputaran empat roda di tol Cikampek. Cepat nian. Saat Pinto sedang bersandar, dia memandang pertokoan, kios, dan warung di jalur Pantura Kabupaten Cirebon. Amat menawan. Mata Pinto beristirahat. Terpejam. Ketika kondisi Pinto terjaga, indera penglihatannya menjumpai penjual-penjual bawang merah. Hamparan telur asin ada di pinggir jalan berikutnya. Pinto terlalu mengerti. Kabupaten Brebes tengah menyuguhkan keelokan. Mobil terus melaju. Tak terasa, Pinto, sopir pribadi Pinto, dan staf Pinto sudah berada di simpang Maya, Kota Tegal. Mereka bertiga singgah di gerai McDonald’s. Pengusiran kelelahan sekaligus penumpasan rasa lapar adalah tujuannya. Sewaktu mengganjal perut, Pinto dilirik oleh sejumlah pengunjung. Pinto menyadari tindakan mere
Read more

Bab 47

Ujung waktu menjemput Rapat Intern Komisi VI DPR. Pinto berpacu ke tempat awal. Ia membereskan berkas-berkas yang berserakan di ruang kerjanya. Alat tulis kantor tertata indah di atas meja kerja milik DPR. Tumpukan kertas tersusun rapi di dalam lemari yang dimiliki DPR. Komputer yang disediakan DPR sudah dalam keadaan mati. Agenda Pinto berikutnya adalah pertemuan dengan Wahid dan Bisma. Lokasi pertemuan dekat dari ruang kerja Pinto. "Selamat sore, Mas Pinto,” sapa Wahid kepada Pinto yang baru datang di ruang kerjanya. Dia memandangi baju batik yang menempel pada fisik Pinto. “Tumben, Mas Pinto pakai kemeja batik lengan panjang pada hari Senin. Biasanya, Mas Pinto pakai kemeja biasa lengan panjang.” "Ini bukan sembarang batik. Ini batik spesial. Saya beli ini di Dapil saya waktu menjalani masa reses," Pinto menerangkan. "Hai Mas Pinto! Apa kabar?" panggil Bisma disertai senyuman. Pandangan Pinto membelok ke paras campuran Bisma. "Kabar saya baik." Bi
Read more

Bab 48

Ruang Rapat Fraksi Kebijaksanaan Nasional (Kesan) berangsur senyap. Segala suara menguap. Para peserta rapat berganti kegiatan. Tak terkecuali Pinto, Wahid, dan Bisma. Bisma sibuk menggarap tugasnya. Pinto dan Wahid baru sampai di ruang kerja Wahid. “Saya sudah bertemu dengan dua peneliti sekaligus konsultan sosial yang nantinya akan menjadi TA tambahan Mas Pinto. Saya juga sudah mewawancarai mereka,” Wahid membuka pembicaraan. Sungguh Pinto tidak mengira begitu lekasnya bantuan Wahid. Tanpa sangsi, dia memuji setengah mati bantuan Wahid. Wahid merendah. Ia menolak anggapan Pinto. Bagi Wahid, bantuannya untuk Pinto tergolong biasa. Sekadar pertolongan untuk sahabat. “Mereka cocok untuk membantu Mas Pinto,” nilai Wahid serius. “Cocok bagaimana, Mas? Bisa dijelaskan, nggak?” “Mereka merupakan peneliti di sebuah lembaga riset sosiologi di Jakarta. Mereka bergelar PhD,” Wahid menyingkap latar belakang pekerjaan dan pendidikan dua calon TA tambahan Pinto.
Read more

Bab 49

Berdasarkan pesan WA yang Pinto baca, Mas Ondi dan Mas Gagan tengah bercengkerama di lobi Hotel Ritz Carlton. Mas Ondi mengenakan kemeja berwarna abu-abu. Mas Gagan menutupi tubuh bagian atasnya dengan kemeja batik berwarna cokelat tua. Di hotel yang sama, Pinto menebar pandangannya ke tiap sudut lobi. Ia menyapu para wanita. Memusatkan pria-pria berkemeja. Perhatiannya tertumbuk pada dua lelaki yang sedang berbincang lepas. Pinto yakin betul, merekalah manusia yang bersiap menyambut kedatangannya. Tanpa komando, Pinto berjalan menuju mereka. “Permisi … Nama Mas berdua, Mas Ondi sama Mas Gagan?” tanya Pinto hati-hati. Perbincangan mereka berdua terhenti. Kemudian, mengangguk bersamaan. Salah satu dari keduanya menyahut, “Anda pasti Pak Pinto.” Mulut Pinto melongo. Tidak mengira bahwa laki-laki itu mengetahui namanya. Pinto lantas menanyakan penyebab orang tersebut tahu namanya. “Seluruh warga Indonesia juga tahu nama Anda Pinto!” ceplos orang kedua.
Read more

Bab 50

Klausul kerja yang dirancang Staf Administrasi Pinto telah dipelajari oleh Mas Ondi dan Mas Gagan. Tiada satupun poin yang memberatkan. Semuanya adil bagi penerima kerja. Mereka menempelkan tanda tangan pada kontrak kerja yang dibuat Staf Adminstrasi Pinto. Duo sosiolog resmi berstatus TA tambahan Pinto. Sekarang, pukul delapan pagi hadir di sekitar Mas Ondi dan Mas Gagan. Mereka berdua bersiap siaga. Bercokol di ruang kerja Pinto. Keduanya tengah menanti Pinto. Hendak menjabarkan salah satu rencana pekerjaan kepada tuan bos baru. Saat sedang bertukar lisan, Mas Ondi dan Mas Gagan menangkap bunyi derap kaki. Semakin lama semakin terdengar jelas suara tersebut. Pandangan mereka serta-merta beralih ke luar ruangan. Dan mereka melihat Pinto berdiri di samping pintu. “Lho, Mas Ondi sama Mas Gagan ada di sini?” Pinto menanya. Terperanjat dia menatap keberadaan Mas Ondi dan Mas Gagan. Pinto lalu menyalami kedua TA tambahannya. “Kami ada keperluan penting yang harus di
Read more
PREV
1
...
34567
...
9
DMCA.com Protection Status