Home / Pernikahan / AKU TAK BUTUH NAFKAH 100 JUTA / Kabanata 21 - Kabanata 30

Lahat ng Kabanata ng AKU TAK BUTUH NAFKAH 100 JUTA: Kabanata 21 - Kabanata 30

50 Kabanata

21

"Dasar sinting," olok Manda. Namun itu hanya gurauan semata."Manda," tegur sang papa dengan tegas."Tidak apa apa Tuan. Saya sudah biasa bercanda dengan Nyonya Manda. Justru saya lebih nyaman bisa seperti itu," kata Kata llham menengahi."Tak apa Ilham. Jika Manda berbuat sesuatu hal yang tidak baik, segera lapor kepada saya. Manda adalah tanggung jawab saya," pesan sang papa."Tenang saja Tuan. Nyonya Manda itu baik hati dan akan selalu baik. Bukankah begitu Nyonya?""Stop stop. Jangan panggil saya Nyonya. Seperti saya ini adalah orang yang sudah tua saja," protes Manda."Baiklah kalau begitu saya panggil sayang bagaimana? Eh salah Mbak Manda maksutnya," jawab Ilham"Yang mana? Yang sayang?"Amanda melotot."Eh iya Mbak Manda maksutnya."Amanda mengangguk."Mbak Manda mau kemana hari ini? Dua puluh empat jam saya siap," kata Ilham lagi."Saya mau tidur. Capek.""Oh ke pulau kapuk. Kalau begitu bisa setir sendiri bukan Mbak?"Amanda hanya sedikit mencibir. Lalu melangkah masuk ke dal
Magbasa pa

22

"Ma sudah ma. Ayo lanjut jalan lagi saja," perintah Agam.Bu Melisa mengangkat tangannya."Sebentar. Mama ada urusan dengan wanita ini," jawabnya.Nampak Agam kesal. Apalagi di sampingnya ada Neni, wanita yang bakal dinikahinya. Ia takut Neni justru cemburu.Sementara Manda masih berdiri dengan beraninya. Raut wajahnya justru seolah menantang mantan mertuanya."Alah belum laku saja, sombong. Lihat nih anak saya Sudah mau menikah. Lah situ? Pasti belum bisa move on," olok Bu Melisa.Amanda sengaja menutup mulutnya dengan kedua tanganya. Seolah olah dia kaget."Wah mau menikah lagi?"Bu Melisa mengangguk dengan mantap."Cepat amat. Itu bukan karena laku, Nyonya Melisa. Karena gatal saja. Betul apa betul?" tanya Manda.Agam semakin geram. Apalagi mendengar tertawa cekikikan Manda sembari berjalan.Agam mendorong pelan tubuh sang Mama untuk segera ke tujuanya"Nanti dulu Ma. Kasihan Arsy," kata Agam mencoba mengalihkan perhatian sang mama"Tau gitu aku pulang saja," ucap Neni tiba tiba.
Magbasa pa

23

Wajah Bu Melisa merah padam mendengar perlawanan dari Amanda. Namun upaya Aisyah yang ingin mengambil anaknya kembali membuat perhatianya beralih."Jangan ambil cucuku," bentaknya."Kalau calon menantu mama tidak bisa menerima anak saya, tak apa Ma. Saya bisa menjaganya sendiri," elak Aisyah."Aisyah benar. Dia ibunya dan dia lebih berhak atas anaknya," bela Amanda."Mbak Manda, saya tidak apa apa, lebih baik Mbak Manda pulang saja. Saya takut justru Mbak Manda sakit hati dengan mereka. Tak apa mereka menyakiti saya. Yang pasti mereka pasti tidak akan pernah menyakiti anak anak saya," ucap lirih Aisyah.Amanda menoleh ke arah Ilham. Dan Ilham mengangguk."Kalau kalian sampai macam macam dengan Aisyah, saya tidak akan segan segan melaporkan kalian ke polisi. Ingat itu," ancam Amanda. Ia pergi meskipun berat dan tidak tega."Sudah pergi saja dengan sopir idamanmu itu." olok Bu Melisa tak mau kalah.Rombongan keluarga Bu Melisa masuk ke dalam mobil. Tak terkecuali Aisyah yang ikut serta.
Magbasa pa

24

Wajah Ilham merah padam. Seolah ia tak perduli dengan pertanyaan Amanda."Tapi Tante. Eh Nyonya. Saya harus pulang. Ada keperluan," kata Ilham mendesak."Tidak bisa Ilham. Kenapa tidak bicara sedari awal? Saya belum cari ganti untuk bantu bantu Mang Jaja," tolak Bu Yosi."Iya. Sedari tadi kamu juga santai saja. Kenapa sekarang begini? Aneh."Amanda ikut berkomentar. Ilham masih sama. Masih berdiri dengan muka anehnya."Ham, kamu kebelet buang air besar?" tanya Amanda lagi, sembari menaikan nada suaranya.Ilham menggeleng pelan."Sudah. Kamu segera ke halaman. Menemui Mang Jaja. Untuk membantu dia. Nanti saya pasti akan kasih kamu bonus," perintah Bu Yosi Ilham terpaksa berbalik. Langkahnya berat seperti robot."Salah makan apa dia Nda?""Entah Ma. Apa dia keracunan?""Setelah ini kita panggil psikiater saja. Siapa tau dia ada masalah.""Panggil dukun saja Ma. Siapa tau juga dia kena sihir," kata Manda yang mendapat pukulan kecil di lengannya.Ilham mendekati Mang Jaja yang sedang men
Magbasa pa

25

Semua sontak menoleh ke arah sumber suara. Ya suara Ilham. Tak ada angin tak ada apa, tiba tiba Ilham langsung memeluk Bu Hartono. Manda dan kedua orang tuanya tentu kaget bukan main."Kenapa kalian tidak bilang jika Yoga ada disini? Saya sudah mencarinya ke berbagai kota. Bahkan saya juga menyebar berita ke luar negeri.""Yoga? Ini Ilham. Sopir kami, Bu," jawab Bu Yosi.Perlahan Bu Hartono melepas pelukannya dengan Yoga. Dia bergantian menatap ke arah keluarga Manda."Enak sekali anakku dibilang sopir. Tidak. Aku tidak terima," elak Bu Hartono."Sebentar sebentar. Mari kita luruskan. Jadi Ilham ini adalah Yoga yang menyamar begitu?" tanya Papa Manda.Ilham mengangguk."Maafkan saya Om. Saya tak ada maksut apa apa. Tak ada maksut menipu atau apapun itu. Nama saya Ilham Yoga Sebastian. Nama kecil saya adalah Yoga. Orang lain mengenal saya dengan nama itu. Sekali lagi saya minta maaf." kata Yoga dengan tak enak hati.Papa Manda mengangguk mengerti.Bahkan ia menepuk pundak Yoga dengan p
Magbasa pa

26

"Ah iya. Mama setuju sekali Yoga. Kita lamar sekarang saja bagaimana?" tanya Bu Hartono penuh antusias."Iya saya juga setuju," jawab Bu Yosi Justru Amanda yang memandang aneh kedua ibu ibu tersebut "Bagaimana Manda?" tanya Yoga dengan senyumnyaReflek Manda menggeleng dengan cepat."Mana bisa dipercaya ucapan dari tukang ngelawak? Tidak tidak," komentar Manda.Tak munafik kedua ibu tersebut berharap bahan candaan itu akan terwujud suatu saat nanti."Tante, baju baju saya biar dipakai Mang Jaja di lemari. Masih bagus kok. Branded semua," kata Yoga"Apa tidak sayang? dibawa saja kalau memang barang branded?"Yoga menggeleng pelan."Tidak usah Tante. Di rumah masih ada. Kalau begitu kami pamit ya Tante. Terimakasih telah memperlakukan saya dengan baik. Menghargai saya. Memanusiakan saya sebagai manusia. Walau saya hanya menyamar sebagai seorang sopir. Ternyata di dunia ini masih ada orang baik,"Bu Yosi tersenyum"Jika kamu belum menemukan orang yang baik, jadilah orang baik tersebu
Magbasa pa

27

"Bisa tidak mulutmu itu diam? Kepalaku sudah mau pecah ini. Tidak usah banyak menuntut. Ini apartemenku. Aku ingin menenangkan diri disini, jadi tolong kamu tau diri," kata AgamAisyah diam. Tapi bibirnya terus mencibir. Uang nafkah dari Agam yang tidak seberapa itu tentu sudah menipis di tanggal tua seperti ini.Agam mencoba memejamkan matanya di sofa apartemen. Namun baru beberapa menit, handphonenya sudah kembali bergetar. Di layar tertulis kontak dengan nama sang mama. Dengan malas, Agam mengangkatnya."Hallo Ma?""Kamu ini dimana? Di telfon Neni sedari tadi tidak di angkat?"Agam menghela nafas kesal."Aku sedang istirahat Ma,""Cepat pulang. Neni sudah menunggu," perintah sang mama."Untuk apa Ma? Aku dan dia baru saja bertemu,""Sudah pulang saja dulu," kata sang mama lalu mematikan sambungan telfonnya.Agam dengan langkah gontai akhirnya bangun dari tidurnya "Pergi lagi Mas? Katanya ingin menenangkan diri?" tanya Aisyah."Bukankah kamu senang jika aku pergi dari sini? Jadi k
Magbasa pa

28

Aisyah sangat tertarik untuk melanjutkan pembicaraan dengan Papa Amanda. Namun apa daya, anaknya butuh dibawa ke rumah sakit sekarang juga "Saya sangat tertarik dengan tawaran Om. Tapi saya belum bisa bicara lebih lanjut. Lain kali saya akan segera kesini Om untuk membicarakan hal ini. Tapi anak saya harus dibawa ke rumah sakit terlebih dahulu," kata Aisyah tak enak hati."Oh iya kamu bawa dulu saja. Anak kamu lebih penting."Aisyah mengangguk."Maaf ya Aisyah kami tidak bisa mengantarkan. Nanti kalau ada waktu pasti kamu akan menjenguk anak kamu," kata Bu Yosi.Aisyah kembali mengangguk. Dan tak banyak kata ia segera keluar dari rumah itu, memasuki taksi yang dipesankan Bu Yosi.Kebetulan di gerbang rumah Amanda, ia berpapasan dengan wanita paruh baya, yang menatap dirinya seolah menelisik tajam.Namun Aisyah tak terlalu memperdulikan."Siapa itu Yosi? Ngelamar jadi pembantu? Ngelamar jadi pembantu kok bawa anak segala," komentar Budhe Sri yang kebetulan ikut dalam satu acara itu."
Magbasa pa

29

Agam hanya tertunduk, di sorot tajam oleh netra sang mama. Sejenak ruangan itu terasa hening."Kalau bukan karena Bu Yosi. Entahlah bagaimana Arvi," kata Aisyah tiba tiba yang memecah keheningan."Maksud kamu bagaimana?"Aisyah menarik nafas panjang."Siapa yang membiayai Arvi masuk ke rumah sakit ini Ma? Sementara kami tidak memiliki jaminan kesehatan. Mama tanya sendiri kepada anak kesayangan Mama itu, ada tidak dia memberi saya uang untuk bulan ini?" tanya Aisyah dengan berani.Mendengar itu, Agam melotot menatap Aisyah. Dan wanita itu bergeming.Bu Melisa sebenarnya sempat salah tingkah. Ia menutupi dengan sempurna gestur tubuhnya. Namun ia berusaha menyangkal. Satu tanganya dikibaskan di udara."Tidak. Tak mungkin anak saya seperti itu. Memangnya kamu kira kamu menikah dengan anak orang susah begitu?" sangkal Bu Melisa."Jangan begitu dong Jeng. Tanyain dulu anaknya. Mentang mentang anaknya jangan langsung dibela terus menerus. Bagaimana kalau anaknya memang salah?" tanya Bu Yos
Magbasa pa

30

Amanda hanya diam. Tak langsung menjawab kalimat dari Yoga. Pandanganya beralih. Menoleh ke laut lepas. Walau di depanya ada sepasang netra yang menatapnya dengan lekat."Tidak apa apa kamu diam. Tapi wajahmu bisa menjawabnya Nda," kata Yoga tiba tiba"Maksudmu bagaimana? Mau jadi ahli bahasa tubuh begitu? Memangnya kamu berbakat?" tanya Manda lirih."Lihat pipimu yang kini merona merah seperti jambu itu. Itu sudah lebih dari cukup untuk menjadi sebuah jawaban bukan?" jawab Yoga.Amanda hanya tersenyum simpul. Malu."Sudahi bualanmu itu. Kamu sudah di fase umur yang dewasa. Tidak seharusnya kamu buang buang waktu, haha hihi tidak jelas. Kata orang, anak orang kaya itu masa depanya sudah tertata rapi. Tapi dari apa yang kamu katakan tadi, itu berarti kamu menata masa depanmu sendiri bukan. Jadi, mulailah dari sekarang. Tak payah membuang waktu," kata Amanda."Sudah. Semua apa yang kamu katakan itu sudah aku persiapkan. Hanya kini sedang aku persiapkan, partner yang pantas, yang kuat, u
Magbasa pa
PREV
12345
DMCA.com Protection Status