Home / Romansa / Dalam Dekap Hangat Bos Dinginku / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Dalam Dekap Hangat Bos Dinginku: Chapter 31 - Chapter 40

200 Chapters

31. Cuma D1

“Ini dokumennya, Pak.” Lisa meletakkannya di atas meja sang CEO dengan gestur hati-hati. Dia bersikap formal dan menunjukkan rasa hormat, selayaknya pegawai kepada atasan. “Hmm. Saya akan periksa dan tanda tangani dulu. Habis itu langsung kamu bawa lagi ke Bu Nata. Tunggu saja di sini dulu.” Vincent berkata tanpa menyentuh dokumen tersebut, tangannya tetap sibuk menulis beberapa note untuk Rini. Lisa salah tingkah di tempatnya, dia bingung harus bagaimana. Tapi tak ada yang bisa dia lakukan selain diam, menunggu instruksi sang CEO selanjutnya. Di tengah keheningan ruangan, tiba-tiba dering ponsel milik Vincent berbunyi. Vincent menerima teleponnya dengan senyum hangat setelah membaca sejenak nama penelepon yang tertera di layar ponselnya. Dia berbicara dalam bahasa Italia yang fasih. "Ciao, Papa! Come stai?” (Halo, Papa! Bagaimana kabarmu?) Wajahnya begitu berseri-seri, ketampanannya pun kian terpampang nyata. Membuat Lisa menelan ludah dan berkedip-kedip takjub. Sementara itu Vi
last updateLast Updated : 2023-12-04
Read more

32. Pemandangan Cantik

Setelah menyerahkan dokumen kepada Natalia, Lisa melangkah ringan menuju meja resepsionis. Di sana, Hanum tengah sibuk menerima dua tamu pria yang sedang berbicara dengan aksen British yang begitu kental, membuat beberapa kata terdengar samar bagi Hanum. “Excuse me?” Hanum beberapa kali meminta si tamu mengulang kembali pertanyaannya, hingga si tamu kelihatan mulai kesal. Dalam bahasa Inggris, si tamu mulai mengomel, “Apa tidak ada yang bisa fasih berbahasa Inggris di sini?” Lisa berdeham, dan berkata pelan pada Hanum. “Dia tadi tanya, bisa tidak kalau jadwal pertemuannya dengan Direktur HRD kita dimajukan, karena dia sudah ada di sini. Dia sudah telepon langsung ke direktur kita, tapi tidak diangkat.” “Dih. Salah sendiri datangnya terlalu cepat, janjiannya masih jam berapa malah datangnya jam segini. Terus malah marah-marah. Dasar bule.” Hanum menggerutu pelan, tetapi tetap tersenyum ramah ke arah tamu. Sambil tersenyum manis, Hanum menjelaskan kepada tamu bahwa dia akan segera
last updateLast Updated : 2023-12-04
Read more

33. Obrolan Hangat

Lisa tenggelam dalam alam kata-kata, sebuah dunia di mana cerita-cerita tercipta dan karakter hidup begitu riil dalam imajinasinya. Jarum jam terus berdetak tanpa disadari, hingga suara lembut seorang pelayan mengusik konsentrasinya. "Maaf, Mbak. Kami sudah tutup." Ucapan pelayan memotong aliran kata-kata yang tengah mengalir dari setiap ketukan di keyboard ujung jari Lisa. Lisa tersentak, matanya melebar kaget. Dia melirik jam di laptopnya. “Astaga, sudah lewat jam 10 malam ya?” Tampaknya, keasyikan menulis membuatnya kehilangan orientasi terhadap waktu. "Ah. Sudah mau tutup ya?" "Bukan mau tutup, Mbak, tapi sudah tutup. Ini sudah lewat dari jam operasional kami." “Oh. Maaf-maaf.” Lisa mengangguk, merasa bersalah karena tak menyadari waktu berlalu begitu cepat. Dia melihat sekeliling, dan tertegun begitu menemukan keberadaan Vincent di sebuah meja di sudut sana. Mata mereka bertemu dan menciptakan efek kejut yang mencapai jantung Lisa. “Hanya kita yang tersisa.” Vincent berk
last updateLast Updated : 2023-12-05
Read more

34. Mampir

Lisa tertawa ringan mendengar pertanyaan Vincent, matanya berbinar menyenangkan. “Nggak juga. Saya membaca buku-buku Harlequin bukannya karena suka, tapi editor saya yang meminta saya membacanya buat belajar.” Vincent mengerutkan kening. “Belajar apa?” Lisa tersenyum penuh arti. “Belajar menulis romance dewasalah, apa lagi?” cengirnya. Iapun menambahkan, “Kata editor saya, format cerita-cerita Harlequin itu cocok buat dipelajari penulis romance dewasa pemula seperti saya.” Dia membuang napas sejenak, sambil merebahkan kepalanya ke sandaran jok mobil mewah yang berbahan kulit yang amat halus dan lembut itu. Kemudian Lisa menoleh pada Vincent yang tak mengalihkan pandangannya sedikitpun dari Lisa sepanjang Lisa berbicara. “Jujur saja,” lanjut Lisa, “saya baru belajar menulis romance dewasa. Biasanya saya lebih suka menulis teenlit,” ujarnya sambil mengedipkan mata, menciptakan sentuhan humor dalam suasana yang akrab. Melihat ketertarikan Vincent, Lisa kian semangat bercerita. "Edito
last updateLast Updated : 2023-12-05
Read more

35. Kehabisan Sabun

"Sudah plong?” goda Lisa saat melihat Vincent keluar dari kamar mandi. Vincent pun tertawa kecil dan berterima kasih. “Maaf, beginilah kondisi kosan saya.” Lisa mengedikkan bahunya saat menyadari tatapan Vincent yang tampak bersimpati kepadanya, tapi Lisa tak ingin dikasihani hanya karena kondisinya ini. Vincent tetap menunjukkan senyuman, meskipun hatinya merasa miris ketika menatap kasur berukuran kecil tanpa dipan, yang langsung bersentuhan dengan lantai. “Ck. Buat apa minta maaf? Kayak kamu ada salah aja.” Vincent ingin menjaga harga diri dan perasaan Lisa, yang mungkin tidak nyaman dengan kunjungan ‘darurat’-nya ini, meskipun wanita itu menunjukkan sikap baik-baik saja. Tatapan mereka saling bertemu untuk sejenak, menciptakan atmosfer yang penuh kegugupan di hati mereka. Gelak tawa lirih keduanya terdengar mengisi udara kamar, lumayan meredakan ketegangan yang tak terungkap dalam hati mereka. Ekspresi ceria di wajah Lisa tiba-tiba berubah menjadi tegang saat melihat seekor
last updateLast Updated : 2023-12-06
Read more

36. Berubah

Vincent terbaring di atas ranjangnya yang besar. Lampu meja yang terletak di kedua sisi tempat tidur memberikan cahaya lembut, menciptakan suasana yang cocok untuk bersantai melepas lelah seharian. Namun, dia sama sekali tak merasa santai malam ini. “Semoga tak ada lagi kecoa yang masuk ke kamarnya, biar dia bisa tidur nyenyak malam ini,” gumamnya sambil tertawa pelan. Pikirannya melayang kembali ke dalam kamar Lisa yang kondisinya berbanding terbalik dengan kamar mewah milik Vincent yang menyerupai kamar hotel bintang lima. Berbeda jauh dengan kondisi kamar kos Lisa, kamar Vincent terlalu luas untuk ditempati sendirian. Di sudut kamarnya, terdapat kursi malas yang dilengkapi selimut lembut dan bantal bulu angsa yang empuk, menjadi tempat yang sempurna untuk membaca atau sekadar bersantai. Karpet tebal dengan motif geometris menutupi lantai kayu yang cemerlang, memberikan kehangatan pada setiap langkah. Pintu geser kaca yang menghadap ke balkon memberikan akses ke pemandangan luar
last updateLast Updated : 2023-12-06
Read more

37. Jangan Ikut Campur Lagi

Vincent tersenyum lebar saat memasuki rumah orang tuanya yang baru pulang liburan dari Italia. Dia melewati pintu masuk yang tinggi dihiasi dengan ukiran kayu indah yang menggambarkan keanggunan tradisional. Lampu gantung mewah bergaya klasik tergantung dari langit-langit tinggi, bersinar dengan cahaya yang lembut. Lukisan seniman terkenal menambah sentuhan seni yang memikat di sebuah dinding. Furnitur bergaya klasik menyatu harmonis dengan nuansa ruangan yang memberikan kesan hangat. “Selamat datang, Tuan Vincent. Tuan dan Nyonya sudah menunggu Anda di ruangan mereka,” sapa seorang pelayan yang telah setia melayani keluarga Alessio bertahun-tahun lamanya. Vincent mengikuti langkah si pelayan. Mereka melintasi ruangan keluarga yang luas dihiasi dengan perabotan yang mewah. Sofa kulit empuk dan mahoni elegan mengelilingi meja kopi yang dikelilingi oleh buket-buket bunga segar. Jendela-jendela besar menghubungkan ruangan dengan pemandangan taman yang indah di luar. Dapur yang terbuka
last updateLast Updated : 2023-12-07
Read more

38. Ibuku Butuh Kamu

Lisa duduk di bawah cahaya lampu yang lembut. Suara gemericik air dan aroma kopi yang menggoda memberi semangat baginya sepanjang menuliskan bab-bab terbaru untuk novelnya. Saat aroma kopi mulai memudar, Lisa menyadari bahwa dia adalah pelanggan terakhir yang masih bertahan di dalam coffee shop ini. Pelayan dengan ramah menghampirinya, "Mbak, setengah jam lagi kami tutup.”Lisa tersenyum dan mengangguk. "Saya sudah selesai kok.”Lisa menutup laptopnya. Dia menikmati sisa-sisa tegukan kopinya sambil melihat keluar jendela. Dan dia tertegun saat tiba-tiba saja melihat sosok Ardi di luar sana. “Mau ngapain dia?” Lisa mengerutkan kening ketika Ardi memasuki coffee shop dan menujunya.Lisa meletakkan cangkir kopinya, sementara Ardi kian mendekat dengan langkah cepat, ekspresinya terlihat gelap dan marah. "Lisa. Kamu memblokir nomorku?" omelnya dengan nada jengkel.Lisa menatapnya dengan dingin, "So what? Toh kita udah nggak ada urusan lagi, kan?" jawabnya tegas, mencoba menyembunyikan ra
last updateLast Updated : 2023-12-07
Read more

39. Parasit

Lisa duduk di kursi donor darah, tatapannya lurus ke depan tanpa ekspresi yang jelas. Seorang perawat dengan cermat memasang selang kecil pada vena tangannya. “Tenang dan tarik napas yang panjang ya, Bu,” kata si perawat memberi aba-aba saat menusuk sebuah jarum. Meskipun suasana di ruangan itu tegang, Lisa tetap tenang, fokus pada tindakan yang sedang dilakukan perawat. Ardi duduk di sampingnya, tetapi tidak ada kata-kata yang terucap. Hanya keheningan yang mengisi ruangan saat jarum dimasukkan ke dalam vena Lisa. “Rileks saja, Bu, nggak usah tegang,” si perawat tersenyum lembut pada Lisa. Lisa hanya tersenyum tipis, dia menahan rasa sakit dan tetap diam, menyadari bahwa proses ini adalah langkah kecil yang bisa dia ambil untuk membantu ibu Ardi. Secara kebetulan Lisa memiliki golongan darah AB, sama dengan golongan darah mantan mertuanya. Golongan darah yang lumayan langka, sehingga Ardi sampai harus menyusul Lisa demi mendapatkan bantuan donor darah untuk ibunya. Selama proses
last updateLast Updated : 2023-12-08
Read more

40. Terasa Hilang

Ardi duduk di samping ranjang rumah sakit, memandang sedih ibunya yang tergolek lemah. Bu Minarsih, sang ibu, menatap Ardi dengan tatapan lembut, mencoba menyelusuri benak anaknya. "Kamu kemarin ke Jakarta buat bawa Lisa kemari, bukan?" tanyanya dengan suara yang masih terdengar lemah. Ardi mengangguk pelan, memberi isyarat bahwa pertanyaan ibunya memang benar. Bu Minarsih melirik kantong darah yang tergantung di atas tiang infus. "Itu darah Lisa? Dia mau datang?" tanya ibunya lagi, dan Ardi sekali lagi mengangguk. "Kamu bayar dia berapa?” Bu Minarsih mendengus pelan. “Kamu pasti mengiming-imingi dia sesuatu dulu biar mau datang, kan?" desaknya dengan pandangan tajam. Ardi kaget karena sang ibu bisa menebak dengan tepat hal itu. Lisa memang tak mau datang bila saja dia tak mengatakan bakal mengikuti pelelangan agar bisa membeli kembali rumahnya. Melihat reaksi Ardi, tawa sinis keluar dari bibir Bu Minarsih. "Dia nggak berubah, selalu nguras isi dompetmu tiap ada kesempatan," ucap
last updateLast Updated : 2023-12-08
Read more
PREV
123456
...
20
DMCA.com Protection Status