All Chapters of SYAIR SINGGASANA 2 : DARAH PARA RAJA: Chapter 21 - Chapter 23

23 Chapters

21. SAAT SANG MAHAPATIH MURKA

Hari itu aku tak melihat Brata sekalipun, biasanya ia selalu menemuiku untuk melaporkan rencana pengawasannya. Kebetulan pekerjaanku juga sudah mulai menipis yang artinya aku bisa menyediakan waktuku untuk menengok Putri Aruna. Biasanya di jam seperti ini Putri Aruna sedang menyulam di pekarangan belakang kediamannya. Aku tau remaja itu senang sekali menyulam benang membentuk suatu kain yang memuaskan hasrat seninya. Namun aku tak menemukan sang Putri ke kediamannya, begitu pun pengawalnya. “Di mana Putri Aruna?” aku mencoba bertanya pada pelayan pribadinya. “Mohon ampun, saya tidak tahu, Gusti. Tuan Putri sejak tadi, bahkan tidak mau ditemani para pengawalnya.” kata si pelayan sambil menunduk takut. “Maksudmu tanpa ditemani pengawal bagaimana?” “Ampun, Gusti. Tadi saya mendengar Tuan Putri pergi dan bilang kepada pengawalnya untuk tak usah mengikutinya.” Aku mulai khawatir. “Sekarang di mana para pengawalnya?” “Ada di belakang, Gusti.” Dengan wajah marah dan tanpa permisi aku
Read more

22. PRIA YANG KEMBALI

Setelah kejadian itu hingga beberapa hari kemudian tak pernah lagi kulihat Purwaca, Brata pun juga mengaku tak pernah lagi melihatnya. Entah di mana sekarang ia berada jujur aku tak peduli, justru yang aku pedulikan adalah bagaimana tanggapan Paduka Gajahsora jika tahu bahwa aku sempat memarahi Purwaca yang notabene adalah anak dari kawannya. Tapi kurasa Paduka juga tak akan ambil pusing, Purwaca adalah pria dewasa yang tau akan konsekuensi dari segala hal yang telah ia lakukan.Namun nampaknya itu tak berlaku bagi Putri Aruna, sang Putri Nampak agak murung dari biasanya selepas menghilangnya Purwaca. Ia tak sesemangat biasanya. Memang ia mencoba tidak memperlihatkan prubahan raut wajahnya namun bukan berarti aku tak tahu bahwa sebenarnya ia merasa kehilangan. Aku mulai khawatir menafsirkan jika itu adalah tanda bahwa Tuan Putri jatuh cinta pada pria itu. Ia masih sangat muda dan sangat berharga. Aku memang tak punya hak untuk mementukan jodohnya, namun jika aku jadi raja, Purwaca sam
Read more

23. SEPARUH DEWA

Aku mengetuk pintu ruangan Paduka namun sebelum kulakukan, Paduka telah berseru dengan suara beratnya dari dalam. “Masuk!” Perasaanku langsung tak nyaman. Aku pelan masuk ke ruangannya sambil menunduk, sempat kulihat ia duduk masih dengan pakaian kebesarannya yang belum berganti, sepertinya ia memang sama sekali belum pulang ke kediamannya. Ia lalu mendekat kepadaku. “Mohon ampun, Paduka, saya tidak sempat menyambut kepulangan paduka karena baru selesai mengerjakan laporan bencana banjir….” PLAKKK!! Begitu keras tamparan Paduka Gajahsora hinggap di pipi kiriku dan aku sendiri terhuyung-huyung ke arah pintu sambil meringis kesakitan. Sambil menahan takut, aku langsung bersimpuh di depannya. “Mohon ampun, Paduka, apa gerangan salah hamba hingga Paduka segeram ini?” Sumpah demi apapun, aku tak pernah melihat Paduka semarah ini kepada para pejabatnya. Aku menggigil gemetar ketakutan. “Kau lalai, Estungkara! Aku kecewa padamu!” geram Paduka Gajahsora. “Maafkan jika saya lancing,
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status