Semua Bab Pulang Kampung Bawa Sultan: Bab 131 - Bab 140
143 Bab
Rindu 20.b
Setelah seminggu di rumah sakit, Aisha diijinkan untuk pulang. Kami mempersiapkan kamar di bawah karena di atas terlalu bahaya untuk naik turun tangga. Dia akan menempati ruang di dekat kamar umma. Aisha dan Azka tiba di depan rumah. Devina sebagai sopirnya. Seorang suster ikut serta menemani. Abang merekrutnya untuk menjaga Aisha selama hamil. Bang Rasya datang dengan mobil yang berbeda. Dia tampak lemas dan kelelahan. Langsung jalan naik ke tangga. Aisha masih tidak mau melihat Abang. Dia bahkan selalu mual-mual setiap kali melihatnya. Jadi Abang terus menjaga jarak. Padahal, suamiku itu bisa saja memilih pulang. Tidur nyaman di rumah. Tapi tidak, Abang tetap saja siaga menunggu. Aku mengikuti Abang ke kamar, setelah memastikan semua bisa beristirahat dengan tenang. Saat aku membuka kamar, beliau terlihat berbaring tengkurap di atas kasur. Aku hanya menggeleng melihat karakternya. Semakin banyak berkorban semakin tak punya alasan aku untuk meninggalkannya. Dia memang bukan ber
Baca selengkapnya
Rindu 21.a
POV Teuku ArasyaAisha dan Alina memasuki ruang kerja. Mereka memilih-milih buku sambil mengobrol. Aisha mengambil salah satu buku, mendiskusikannya dengan Alina. Mereka saling melempar senyum lalu meninggalkan ruangan. Setidaknya begitu yang terlihat dari kamera CCTV.Aku segera mengalihkan rekaman CCTV pada titik yang lain. Titik-titik yang mungkin akan mereka lewati. Dua wanitaku itu berhenti di sofa bawah tangga. Mereka duduk berdekatan sambil membaca kitab. Aisha terlihat mendominasi bicara, sepertinya dia sedang mengajarkan Alina.Aku menyatukan punggung dengan sandaran kursi. Mata tidak beranjak dari layar monitor. Saat terlalu penat dengan pekerjaan, aku sering melihat ini. Membuka tampilan CCTV untuk melihat aktivitas orang-orang rumah.Ada hal yang menggelikan juga terhadap rutinitasku ini. Dulu, saat aku belum menikah dengan Alina. Diam-diam aku sering mengamatinya dari CCTV. Namun, suuttt! Ini cukup kita saja yang tahu.Aku menyimpan tangan di belakang kepala. Bersandar pa
Baca selengkapnya
Rindu 21.b
Saat aku kembali, Alina sudah memakai perhiasannya. Dia sedang berkaca sambil lenggak-lenggok memerhatikan dress berwarna merah muda itu. Dia hanya menempelkan di pundak lalu serong kanan serong kiri. Padahal bisa langsung dicoba. Ck! Wanita. Aku segera ke ruang pakaian, lalu mengenakan piama. Saat ke luar, Alina masih saja begitu. Istriku itu mendekat dengan langkah manja. "Makasih, ya." Dia memeluk lengan. "Ya." "Kalau begini saya jadi ingin meluk terus." Alin mengecup pipiku dengan sedikit meloncat. Kami bukan pasangan romantis yang sering mendaratkan kecupan, tapi hal yang jarang ini terasa sangat berharga jika dia melakukannya duluan. Aku duduk di kasur. Mengusap pipi. Membersihkan jejak bibirnya. "Abaaang...," katanya gemas dengan nada manja. Lalu melanjutkan lagi kecupan di hampir seluruh wajahku. "Dah. Antarkan dulu punya Aisha." "Oke. Diam di sini jangan ke mana-mana!" Alina memakai penutup auratnya dengan gerakan cepat. Lalu pergi meninggalkan kamar. Aku segera me
Baca selengkapnya
Rindu 22.a
POV Alina Tanganku bergetar saat menggendong bayi yang baru saja dipotong tali pusarnya ini. Tubuh kecilnya menggeliat diiringi tangis memekakkan telinga. Kehadirannya berhasil membuat dada yang tadi berpacu cepat jadi menghangat. Suhu pendingin ruang yang meniup tengkuk menjadi penghantar sempurna untuk rasa yang bergejolak dalam dada. Jabang bayi yang begitu kami khawatirkan ini akhirnya terlahir dengan sehat. Ada bahagia, kelegaan, dan syukur yang luar biasa. Sembilan bulan kami begitu mengkhawatirkan kehamilan Aisha. Sering sport jantung karena Aisha yang selalu lupa dan melakukan kegiatan yang berbahaya. Belum lagi saat sakit kepalanya kambuh, wanita yang perutnya semakin buncit itu biasanya hanya menangis sambil berbaring. Kami pun tidak bisa berbuat apa-apa. Hanya bisa ikut berurai air mata. Namun, betul yang suamiku bilang. Aisha memang wanita kuat. Dia tidak mengeluh secara berlebih. Bahkan hari ini saja. Dia merahasiakan perutnya yang ternyata sudah sakit dari sejak subu
Baca selengkapnya
Rindu 22.b
Selama Abang berbicara dengan Aisha aku menutup mata dan telinga. Berusaha tak mendengar dan melihat. Panasnya rasa cemburu ini tetap ada. Ukurannya kadang naik kadang turun. Sekarang ini sedang naik. Karena mereka seperti keluarga yang sempurna. Tapi aku sudah memutuskan untuk kuat menahannya. Ini komitmen dari sebuah pilihan. Baby Aisha dibawa kembali ke ruangan. Dokter mengatakan semuanya baik. Bayi itu pun berpindah dari tangan dokter padaku. Abang melihatnya dengan pandangan yang sulit dijabarkan. Berkaca-kaca karena haru, bahagia, dan suka, mungkin. “Benar dia laki-laki?” tanyanya. Pada Awalnya Abang berharap dia anak perempuan. Setelah beberapa kali USG, hasilnya laki-laki. Meski begitu, dia masih berharap kalau anak ini perempuan. Harapan itu musnah hari ini. “Kalau ingin perempuan nanti dari Alin,” kata Aisha. “Mungkin tidak.” Aku menggeleng. “Jangan cakap macam tu, Insya Allah,” timpal Abang. “Nak gendong?” Aku menawarkan. “Abang tak berani.” “Adzankan saja.” Aku
Baca selengkapnya
Rindu 23.a
Pov AishaAku adalah seorang anak dari ustadz kondang di Aceh. Saat usiaku dua puluh tahun, usia Abi sudah lebih dari 60 tahun. Beliau memang telat memiliki anak karena semangatnya mencari ilmu. Di antara Ustadz Firman dan Aba Umar, abiku paling tua, dan paling dihormati. Abiku termasuk orang yang disegani di Aceh karena keilmuannya. Terlebih bagaimana nama besarnya di khalayak umum, bagiku beliau tetap saja seorang ayah. Ayah yang sangat lembut dan penyayang.Sementara Umi, bunda tercintaku itu keturunan timur tengah. Beliau hanya ibu rumah tangga biasa. Ia sangat cantik, tapi kecantikannya hanya bisa dilihat olehku dan Abi. Umiku selayaknya wanita timur tengah yang kuat, kokoh, dan tidak mudah terpengaruh pendapat orang.Kami menempati sebuah rumah sederhana dengan halaman yang luas. Bukan tak mampu untuk bergaya hidup mewah. Rezeki kami melimpah meski hanya dari ceramah. Tapi hidup Abi sudah didedikasikan untuk umat. Jadi kami bergaya sederhana saja. Sodakoh sebanyak-banyaknya.Dar
Baca selengkapnya
Rindu 23.b
Hari itu, Alina mengajak bicara. Tepat sehari setelah aku memeriksakan kondisi kesehatan ke dokter. Alina menyayangkan sikapku yang angkuh ini, dia juga menyayangkan karena aku memilih bersembunyi selama dua tahun.Aku terdiam dan memikirkan semuanya. Andai saat itu kami bertemu pun, hal baik apa yang akan terjadi? Apa dia akan meninggalkan istrinya demi aku? Itu dholim. Dan tentu aku tidak akan mengijinkannya. Ini memang buah simalakama. Bagaimana pun jalannya pasti pahit.Lalu tentang sikap angkuhku ini. Memangnya aku harus bagaimana? Menerima semua kepahitan ini begitu saja?Kupikir, sosok istri Bang Rasya itu wanita yang amat takut kehilangan suaminya. Tapi anggapanku berubah di pertemuan pertama, karena dia malah menceritakan betapa Bang Rasya terluka gara-gara kehilanganku. Alina memberi buku catatan hati Bang Rasya selama kami terpisahkan. Dari pertemuan itu kupikir jika Alina mungkin perempuan bercadar yang taat dan patuh pada syariat Nabi, termasuk tentang poligami. Sementara
Baca selengkapnya
Rindu 24.a
Pov Teuku ArasyaDalam waktu dua minggu, sudah dua kali aku singgah di rumah sakit ini. Pertama, untuk menyambut kehidupan, setiap sudut ruang rawat seakan indah sampai suhu terasa hangat.Kedua, untuk kesakitan. Rasa keputusasaan membuat tempat ini serupa gelap, kelam, dan dingin.Aisha berbaring tak sadarkan diri. Alat-alat medis mengelilinginya. Tiang infus menggantung. Mesin pendeteksi detak jantung berjalan dan mengeluarkan suara “Tit! Tit! Tit!” Dengan teratur.Dadaku serupa dihantam godam, saat melihat tubuh Aisha bergetar hebat. Napasku jadi sakit dan sesak, rasanya persis dengan dulu, saat aku berdiri di antara puing-puing gempa dan memanggil-manggil namanya. “Aisha… Aisha… Aisha….”Kemarin, aku masih yakin, dia yang kadang bersikap menyebalkan dan menguji emosi akan menemaniku sampai tua. Namun… hari ini… saat dokter memvonis usianya, aku baru menyadari satu hal, ternyata sesakit ini rasa kehilangan. Sama persis dengan bertahun-tahun yang pernah kulalui. Bahkan helaan napas
Baca selengkapnya
Rindu 24.b
Sore, di hari Kamis. Aku membawa Aisha ke kamar mandi. Mendudukkannya di atas bathtub. Lalu memandikannya. Mengisi bathtub dengan banyak air hangat dan sabun. Aku membersihkan tubuhnya dari kepala sampai kaki. Tiga hari di rumah sakit dan tiga hari di rumah, aku yang selalu merawatnya."Ingat tak, kita suka mandi bersama?" kataku sambil menggosok tangannya."Kapan?""Dulu.""Lupa.""Biar Abang ingatkan." Aku membersihkan badannya sambil bercerita juga berurai air mata. Tubuh Aisha masih dalam pemulihan pasca melahirkan. Napasku sakit lagi saat menyentuh area-area sensitifnya yang belum sembuh benar. Dadanya masih keluar asi untuk buah hati kami.Alina masuk kamar mandi, menghampiri. Dia mengusap rambut dan pundak Aisha, lalu telapak tangannya yang sudah keriput karena terlalu lama di air."Sudah, Abang, terlalu lama," kata Alina. Lalu dengan dibantu Alina, aku membersihkan tubuhnya.Kubaringkan dia di tempat tidur lalu memakaikan pakaian dengan hati-hati. Setidaknya itu pelayanan tera
Baca selengkapnya
Rindu 25.a
POV Alina. Kadang memang masih ada rasa cemburu ketika melihat Aisha bersama Bang Rasya. Namun, tak sedikit pun berharap hal buruk terjadi padanya. Dia telah memberi kehangatan yang berbeda. Rumah ini jadi lebih ramai dan berwarna. Hati ikut miris ketika abang pulang dari rumah sakit dengan membawa Aisha yang sudah tak berdaya. Dia duduk di kursi roda dan tak bisa berbuat apa-apa. Hanya bisa bicara. Rasa cemburu yang kadang masih ada itu hilang begitu saja, malah berganti iba. Dengan mata kepala sendiri, aku melihat Bang Rasya mengurus Aisha dengan begitu telaten. Dari memandikan, menyuapi, bahkan membersihkan kotorannya. Di sana dia terlihat begitu penyayang dan bertanggung jawab. Hingga aku merasa tak ada alasan untuk menjauh darinya lagi. 'Abang... jika lelah datang saja padaku. Saya di sini akan membuang kelelahanmu. Kasih sayangmu pada Aisha biarlah saya yang membalasnya.' Hanya tiga hari, Aisha bertahan di rumah. Lalu pergi untuk selamanya di malam itu. Malam yang paling ba
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
101112131415
DMCA.com Protection Status