Home / Pernikahan / Menantu Bintang Lima / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of Menantu Bintang Lima: Chapter 81 - Chapter 90

96 Chapters

Terbaik

Kami masih di supermarket sewaktu Mama menelepon minta ditemani minum teh. Sudah ada Mourin sih, tetapi nggak sreg, katanya. Terus terang inilah yang kadang-kadang aku pusingkan. Bukan berarti tidak senang hati menemani Mama atau bagaimana, lho. Ya, aku kan, harus mengurus rumah dan anak-anak juga? Bingung deh, dengan Mama! "Maaf, Mama, ini Mirah baru belanja kebutuhan bulanan di supermarket. Sebentar lagi pulang." aku memilih untuk berterus terang. Semenjak Mas Arfen menikah dengan Mourin satu bulan yang lalu, aku membuat resolusi menjadi menantu. Sedikit lucu sih, sebenarnya tetapi harus. Agar apa? Bisa tersenyum manis terus untuk orang-orang terdekat yang aki sayangi. "Mama mau dibelikan apa, Ma?""Oh, iya?" Mama terdengar senang lagi di sini. "Mau dong, Mirah, Mama dibelikan bakpia kukus isi kacang ijo, kacang merah sama keju. Emh, terus kalau kamu nggak repot banget, sekalian belikan Mama serabi, ya?"Waduh, semangat sekali Mama, manja sekali dengan menantu yang tak diharapkan i
Read more

Spesial Untuk Mama

Mas Arfen bersikukuh mengajak aku ke rumah Harum tetapi Mama tidak membolehkan. Sesuai dengan rencana awal, Beliau minta ditemani minum teh. Lagi pula, aku memang tidak bisa membantu apa-apa kan nanti, di sana? Jangankan membantu Harum melahirkan, membayangkan dia menjerit-jerit kesakitan saja sudah ill feel berat. Ya ampun, mentalku kan terbangun untuk menjadi guru PAUD bukan bidan! "Sudah, Arfen, berangkat sana sama Mourin!" ujar Mama tegas, penuh wibawa. "Mirah biar di sini sama Mama. Mama juga sudah kangen banget sama Tulip - Olive, pingin main bareng mereka." Di sini aku hanya bisa diam. Memandang Mama dan Mas Arfen bergantian, mencoba untuk memahami maksud mereka. Mungkin Mas Arfen ingin menunjukkan kepada Harum dan Mourin, bahwa aku tetap bersetia menjadi isterinya? Ya, walaupun aku tak sekuat itu, sih. Kalau Mama, dia sudah wanti-wanti tadi, supaya aku menemani Beliau minum teh. Itulah mengapa, minta dibelikan bakpia dan serabi, makanan favoritnya."Mas, aku di sini saja ya,
Read more

Satu per Satu

Waktu gilirku sekarang, sampai dua hari ke depan. Sayang, Mas Arfen pulang dalam keadaan demam---sampai menggigil---flu dan batuk. Maksudku, bisa dipastikan family time yang sudah kurancang sejak kemarin tertunda dengan sempurna. Bagaimana lagi? Sakit juga termasuk musibah yang tak bisa dielak, bukan? Sabar, sabar!Langsung saja, tanpa memanjang-manjangkan pikir dan angan, aku membawanya ke dokter. Kalau menuruti Mas Arfen, ya, tidak perlu. Katanya hanya perlu istirahat sebentar, nanti juga sembuh. Tetapi aku bukan anak kecil yang mudah dibohongi, tentu saja. Suhu tubuhnya saja sampai tiga puluh sembilan derajat, kok. Hidung juga mampu parah. Belum lagi batuknya, sampai terjungkal-jungkal Mas Arfen oleh karenanya."Aku buatkan sop ayam sebentar ya, Mas Arfen?" Kami baru saja sampai di rumah dari rumah sakit. Aku mengantarkan Mas Arfen ke kamar, biar bisa langsung istirahat, sambil menunggu sop matang. Soal kerinduan terhadap Tulip - Olive ya biar ditahan dulu. Kasihan mereka, bisa-bi
Read more

Pertengkaran Super

Mama belum pulang, kata Mbak Sri. Jadi, aku menunggu di teras sambil chatting dengan Mbak Hasya. 4 Little Stars juga. Aku jelas membutuhkan mereka di saat-saat genting seperti ini. Ya Tuhan! Sadarkah Mama bahwa apa yang Beliau lakukan ini sangat berbahaya? Dokter Nafsin. Wah, Mama pasti tidak tahu kalau orang ini punya mimpi yang sangat besar terhadap Mas Arfen dan aku. Apakah itu? Menghancurkan rumah tangga kami. "Sabar, Non Mirah, sabar!" Mbak Sri menepuk-nepuk sayang pundakku setelah meletakkan satu cangkir lemon tea untukku di meja. "Bicarakan semuanya baik-baik, ya, jangan ribut?"Sebagai sopan santun aku mengangguk, mengulas senyum tipis."Palingan sebentar lagi Ibu pulang, Non Mirah." "Ya, Mbak. Tapi sebenarnya Mirah tuh bingung lho, Mbak. Sedih, prihatin juga. Kok bisa, Mama bersikap sejahat ini sama Mirah? Muak, Mbak, muak. Dari dulu, itu-itu saja masalahnya. Ya, kalau memang nggak mau ngasih butik itu ke Mirah, Mirah juga nggak apa-apa, kok. Nggak dikasih apa-apa juga, ng
Read more

Kejutan Terbesar

Aku hanya ingin kamu tahu, Mas. Aku bertahan di sini, di posisi serba salah ini demi keutuhan rumah tangga kita. Demi masa depan anak-anak kita, demi Tuhan. Tapi kenapa kamu selalu salah paham? Selalu mudah untuk menjatuhkan tuduhan, sama seperti Mama dan keluarga kamu, semuanya. Apa salahku, Mas? Berusaha untuk terus bertahan bahkan ketika kita berada di titik terendah seperti sekarang ini? Berusaha untuk sabar menghadapi setiap cobaan, ujian dan segala yang terjadi selama ini? Berusaha untuk diam bungkam dan membisu bahkan ketika diinjak-injak, dijambak dan diludahi? Baik, baik, Mas. Maafkan aku, jika suatu saat nanti menjadi rapuh atau bahkan terjatuh. Aku doakan semoga saat itu pun kamu tetap bahagia. "Ya, semua memang salahku, Mas." gemetar karena menahan rasa sakit yang luar biasa di hati, aku memberikan respon. "Aku minta maaf." Sunyi, sepi hingga beberapa saat lamanya. Baik Mama, Mas Arfen dan aku tak ada seorang pun yang bersuara seakan-akan larut dalam pikiran masing-mas
Read more

Flash Back

Dengan kulit wajag tersaput warna merah muda, Mommy memberi isyarat supaya aku ikut dengannya sekarang. Meninggalkan Mas Arfen sendiri di ruang tamu. Dalam hati sempat hingga rasa takut, jangan-jangan tidak bisa menerima lamarannya? Mimik wajah Mommy seketika berubah drastis setelah Mas Arfen mengutarakan maksud dan tujuannya datang ke rumah ini. "Ya, Mommy?" tanyaku to the point begitu kami sampai di ruang keluarga. Mommy menyorot tajam dan dalam mataku hingga menghangat, menembus dada. Hampir saja tangisku menetes. Belum pernah Mama memandangku seperti ini, sungguh. "Kamu serius mau nikah sama dia, Mirah?" Mommy menggenggam semua jari tanganku. "Maksud Mommy, kalian benar-benar saling mencintai, kan?"Reflek, aku mengangguk lalu mengatakan, "Ya, Mommy." Mommy melepaskan jari-jari tangan, memegangi wajahku. "Kamu sadar kan, usia kalian terpaut jauh? Ya, memang cinta tidak memandang usia atau apa pun, sih. Tiga bekas tahun … Kamu juga siap kan, atas segala resiko menjadi istri seo
Read more

Cinta Buta?

Bersyukur, Anyelir datang tepat pada waktunya. Aku tak menjawab meski dengan secuil kecil kata pun setiap perntayaan yang dia ajukan. Diam adalah kekuatan terbesarku saat ini, seperti gunung berapi yang mengandung lahar. Aku sudah berkomitmen untuk memuntahkan semuanya pada waktu yang paling tepat. "Sorry, Mir, kalau aku terlalu kepo. Jujur, aku khawatir banget sama kamu tadi." Anyelir memberikan penjelasan sambil menjalankan mobil menjauh dari rumah Mama. "Syukurlah kamu dalam keadaan baik, tak seburuk yang aku pikirkan.""Thanks banget, Anyelir."Anyelir memandang sayang. Memberikan semangat melalui senyum lebarnya yang khas. "Nanti, kalau aku sudah tenang pasti cerita kok, sama kamu. Kita kan, bestie?""Ya, kita bestie yang hakiki!" "Aamiin. Kita sama-sama setia ya, Anyelir? Jangan mudah meninggalkan, apa pun yang terjadi nanti."Anyelir menganguk, menoleh sebentar ke arahku, mengirimkan senyum tulus lalu kembali fokus ke jalan. "Berarti Bella nggak tahu ya, kalau kamu lagi ad
Read more

Surprise Ulang Tahun

"Happy Birth Day, Mirah …!" Berbondong-bondong Mama, Mbak Sri, Mas Arfen, si Dokter Mesum, Mbak Hasya menyanyikan lagi keramat itu dengan gembiranya. Mourin pun ikut bernyanyi dengan ekspresi super duper happy. Terakhir, seiring sejalan dengan aliran darah dalam tubuhku yang tersendat-sendat akibat syok yang luar biasa, muncullah 4 Little Stars versi lengkap plus Anyelir. Mereka bekerja sama membawa roti ulang tahun dengan lilin angka dua puluh tiga berwarna merah cerah di atasnya. Roti ulang tahunnya berbentuk setangkai bunga mawar merah jambu dengan hiasan kupu-kupu terbang. Itu belum ada apa-apanya jika dibandingkan dengan kedatangan Mommy dan Om Damar. Mereka langsung memelukku erat-erat secara bersamaan dengan air mata melinang-linang, seolah aku baru saja ditemukan setelah sekian juta tahun hilang. Oh, sungguh, aku semakin syok. Tidak mengerti dengan semua kejahatan ini! Mereka pikir, surprise semacam ini hebat, begitu? Wow! Jelas Mereka tidak tahu apa itu surprise dan hal ap
Read more

Langkah Selanjutnya?

Lagi, Mas Arfen menggenggam jari-jemari tanganku. Mengecupnya berkali-kali sampai basah. "Sayang, aku minta maaf, ya?""Untuk?""Ya, aku ngasih surprisenya keterlaluan banget."Aku hanya diam, mengulas senyum tabah. Sejujur-jujurnya mengakui dalam hati, sulit untuk memaafkan. Ini sudah di luar batas kesanggupanku sebagai manusia, serius. Bagaimana bisa Mas Arfen menyusun surprise yang sekeji itu? Aku bukan robot, boneka, wayang atau sesuatu yang setara dengan itu. Tidakkah dia menyadarinya?""Thanks banget, Sayang. Emmmuaaah …!" "Tapi serius, kamu jahat banget lho, Mas!" aku memasang wajah super judes. Membunuhkan ekspresi kecewa, marah dan muak. "Masa sampai segitunya, sih?"Mas Arfen menanggapi dengan satu keciIpan super lembut---lebih lembut dari es krim tapi hangat---di keningku. "Maaf, Sayang, maaf …?""Jangan bilang, kalau ternyata selama ini kamu kerja sama dengan Dokter Nafsin ya, Mas?"Mas Arfen tersentak, dia sampai terlihat gugup. "Paham kan, maksudku? Kamu kerja sama de
Read more

Lika-liku Kehidupan

Ternyata itu smartphone, bukan seperti yang aku pikirkan sebelumnya. Lagi pula, mana mungkin Mourin memberiku bahan peledak? Bisa-bisa Mas Arfen menusnahkan dia dalam sekejap mata. "Sekali lagi, makasih ya, Mourin?"Mourin menganguk kecil. Merapikan poni dengan ujung jari telunjuk. "Sama-sama. Semoga kamu suka ya, Mir?"Gugup, geragapan aku menjawab. "Emh, aku suka kok, Mourin.""Mir, aku boleh minta pendapat kamu, nggak?"Senejak aku merenung atas pertanyaan itu, menimbang-nimbang. "Boleh, semampu aku, ya?""Gimana kalau pindah ke rumah ini?" Mourin meremas-remas jari tangannya. "Emh, soalnya rumahku mau aku jual, Mir."Ha, apa?"Mas Arfen butuh dana tambahan untuk mulai praktek lagi dan itu nggak sedikit, Mir." Ha, serius? Kenapa Mas Arfen tidak membicarakan masalah itu denganku? "Berapa?""Ya, nggak banyak banget juga sih, Mir. Sekitar dua ratus lima puluh juta."Woaaa, sebanyak itu? Memangnya untuk biaya apa saja, sih? Kliniknya kan, masih ada, tinggal jalan saja? Oh, mungkin
Read more
PREV
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status