“Bunda kenapa nangis?” Aleya berdiri di depan pintu melihat ke arahku dengan tatapan yang membingungkan.“Sini Sayang, dekat Bunda.” Aku membentangkan kedua tanganku, berharap ia datang dan masuk dalam pelukanku.“Iya Bunda.” Gadis kecilku berlari dan berhamburan menyambut pelukanku.Isak tangisku semakin pecah, setelah adanya Aleya dalam pelukan. Terus kudekap dan peluk sambil mencium kepalanya yang dari tadi menempel di dadaku dalam diam. Entah berapa lama kami berpelukan, hingga mbok Sumi melihat keberadaan kami. Wanita paruh baya itu berdiri di depan pintu kamarku, dengan tatapan sendu. Ia sudah kuanggap seperti keluarga sendiri, lama sebelum aku menikah dengan bang Rey, mbok Sumi sudah tinggal bersamaku, pengabdiannya untuk keluarga besar Sudarso Prasetio, papaku sendiri tidak di ragukan lagi.“Non, kenapa menangis?” Ia kelihatan sangat cemas dengan keadaanku sekarang.“Nggak apa-apa kok, Mbok.” Jawabku dengan suara serak.“Yang sabar ya, Non. Kasian neng Aliya, ia ikutan sedih
Terakhir Diperbarui : 2022-07-14 Baca selengkapnya