Home / Pernikahan / Rindu Untuk Farhana / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Rindu Untuk Farhana: Chapter 11 - Chapter 20

37 Chapters

Bab 11

"Abang."Tubuh ini berdiri, bergerak mendekati mereka yang masih bergeming. Pandangan mata tak lepas dari Hana yang tengah berusaha menyembunyikan tangisnya. Dengan gerak cepat, tangan itu menghapus jejak air mata yang sempat keluar dari netranya."Apa kabar, Han?" Bibirku bergetar saat mengucapkannya. Hana memaksakan seulas senyum padaku sebelum menjawab, "alhamdullillah baik. Abang sendiri bagaimana?""Abang tidak baik-baik saja tanpa kalian." Ingin rasanya kuucapkan kata itu, tetapi sayang hanya mampu tertahan di tenggorokan."Alhamdullillah, Abang juga baik." Mata ini beralih pada Kia yang kini memegang ujung baju bundanya. Netra bening itu mulai menelaga. Bibirnya bergetar menahan tangis yang sebentar lagi siap keluar."Kia, ini Ayah, Nak. Sini peluk Ayah. Kia gak kangen?"Gadis kecilku menengadah, menatap bundanya seakan meminta persetujuan. Hana menganggukkan kepala sambil tersenyum. "Itu Ayah sekarang sudah datang. Kenapa gak peluk Ayah? Katanya Kia kangen.""Sini, Nak."Gad
Read more

Bab 12

Permintaan Rani sangat berat untuk kukabulkan. Mempertemukan dia dengan Hana tidak pernah terlintas dalam pikiran ini sedikit pun. Membiarkan mereka berjumpa sama saja menguak luka lama yang dirasakan Hana. Bertemu wanita yang telah menyebabkan hancurnya mahligai rumah tangga kami, pasti akan mengingatkan Hana akan pengkhianatan yang telah kami lakukan.Namun, diri ini tidak bisa menolak ketika Rani memiliki niat baik kepada Hana. Istriku ingin meminta maaf secara langsung atas apa yang telah ia lakukan. Mungkin sudah saatnya kami semua berdamai dengan keadaan. Semoga saja Hana menerima permintaan maaf dari Rani dan mengizinkan jika sewaktu-waktu kami menemui anak-anak dan membawa mereka ke rumah ini, rumah yang seharusnya menjadi hak mereka.Hari minggu waktu yang dipilih kami untuk berangkat ke Bandung. Bukan tanpa alasan, karena aku tahu Hana libur berjualan pada hari itu. Farel sudah lebih dulu berangkat ke sana seperti biasa. Dia masih belum tahu kalau aku sudah bertemu dengan bu
Read more

Bab 13

"Bang."Suara Rani, menghentikan pukulan tangan ini pada samsak yang menjadi pelampiasan emosi. Bayang-bayang kemarahan Farel, tangisan Hana, dan penolakan anak-anakku membuat amarah dalam diri menggelegak. Ditambah menyaksikan sendiri bagaimana akrabnya Kia dan Arka dengan pria yang bernama Sandi, makin membuatku takut akan kehilangan mereka karena sudah ada orang lain yang menggantikan peranku sebagai seorang ayah.Membayangkan Hana dan anak-anak tertawa bahagia dengan pria lain, sungguh, diri ini tidak rela. Tungkai kaki terasa lemas. Tubuh ini bersimpuh di atas lantai dengan kepala yang tertunduk lemah."Bang."Aku tak menjawab. Terlalu malas jika harus berdebat lagi dengan Rani tentang persoalan di rumah Hana. Aku memang kecewa padanya yang tidak bisa menjaga mulut dan lebih bersabar menghadapi anak-anakku. Apa lagi sikapnya yang seolah ingin menunjukkan kalau dia istriku satu-satunya, bersikap mesra tanpa memikirkan perasaan Hana."Bang--""Keluar, Ran. Abang ingin sendiri.""T
Read more

Bab 14

"Bagaimana, Yah? Kalau Ayah masih tidak bisa menjawab, maka aku anggap Ayah lebih memilih Tante Rani. Aku akan pergi dari sini untuk tinggal bersama Bunda selamanya. Aku--""Rel ...."Sandi memengang pundak Farel seraya menggelengkan kepala. Putraku menoleh pada pria itu seakan menanyakan apa maksud Sandi menghentikan ucapannya."Jangan terlalu mendesak ayahmu apa lagi sampai berkata kasar. Ingat pesan Bunda, Nak. Kamu harus bersikap sopan pada Ayah dan istrinya. Jangan buat Bunda dan Om kecewa karena sikapmu ini," tutur Sandi begitu lembut. Entah ia mempunyai sihir apa, sampai Farel langsung menganggukkan kepala menuruti nasehatnya. Berbeda sekali jika aku yang mengingatkan. Farel akan membantah dan pergi begitu saja tanpa mau menghiraukan petuah dariku."Baik. Aku akan memberikan kesempatan kepada Ayah untuk berpikir. Tapi Ayah harus ingat satu hal. Aku bisa berada di sini itu karena permintaan Bunda. Andai Bunda tidak mengingatkanku untuk selalu menjaga dan menghormati Ayah, aku ak
Read more

Bab 15

"Bagaimana? Abang setuju?""Tidak!" jawabku tegas. Kulihat wajah Rani memerah pertanda amarahnya makin tersulut setelah mendengar penolakanku. G*la saja kalau dia mengira aku akan mengabulkan permintaan egoisnya itu. Sudah cukup aku menelantarkan anak-anakku selama dua tahun, tidak mungkin jika saat ini aku harus kembali menjauhi mereka. "Kalau begitu jangan harap aku akan meninggalkan rumah ini!" sergahnya."Terserah! Yang pasti Abang tetap pada keputusan untuk memberikan rumah ini pada anak-anak Abang," putusku final."Abang benar-benar keterlaluan! Sejak bertemu Mbak Hana kembali sikap Abang berubah. Abang tidak pernah lagi menuruti kemauanku. Hanya Farel dan anak-anak Abang yang terus Abang pikirkan!" Rani menjerit. Ia berdiri lalu memukul dada ini bertubi-tubi. Kutangkap tangannya untuk menghentikan pergerakannya."Cukup, Ran! Abang memang tidak bisa menuruti kemauan kamu kali ini. Apa kamu tidak ingat apa yang kamu katakan saat meminta Abang menikahimu? Kamu berjanji akan mener
Read more

Bab 16

"Ayah ... ayahnya Kia sama Arka, kan?"Hatiku mencelos mendengar pertanyaan bernada penuh harap dari putriku. Tanpa sadar tungkai ini gemetar, hingga luruh dan berlutut di depannya."Iya, Sayang. Ayah ini ayahnya Kia sama Arka. Sini peluk Ayah, Nak."Tubuh mungil itu perlahan mendekat. Segera kurengkuh dan kudekap dengan erat. Tangis kami sama-sama pecah."Maafkan Ayah ... maaf," gumamku. Kami semua hening. Hanya isak tangis yang terdengar memenuhi indera pendengaran ini.Cukup lama kami berada dalam posisi ini sampai Hana memecah keheningan dengan mempersilahkan aku masuk."Masuk dulu, Bang. Abang sama Farel pasti cape," ucapnya.Kami pun masuk beriringan. Kia masih sesenggukan dalam gendonganku, sedangkan Arka, putra kecilku dituntun oleh Farel."Duduk, Bang. Hana ambilkan minum dulu."Aku mengangguk. Dia beranjak diiringi tatapan sendu dariku. Wanita ini ... pasti ia tengah menahan tangis karena kejadian tadi. Berpura-pura tegar di hadapanku karena tidak ingin dikasihani. Namun, ia
Read more

Bab 17

"Papa pastikan kamu akan hancur. Perusahaan yang kamu rintis dari nol, bisa Papa buat gulung tikar, dan anak-anakmu, kecuali Nana ... akan Papa buat mereka mengemis di jalanan.================================="Maaf, Pa. Kalau sampai Papa berani melakukan itu, saya tidak akan pernah tinggal diam. Saya akan melindungi anak-anak bahkan kalau perlu dengan mengorbankan nyawa saya sendiri. Soal harta, Papa tidak berhak ikut campur karena itu sepenuhnya urusan saya. Papa tenang saja, saya tidak akan lepas tanggung jawab terhadap Rani dan juga Nana. Mereka akan mendapat bagiannya masing-masing," tegasku. Wajah mertuaku memerah pertanda mulai diliputi amarah. Mungkin ia tidak pernah berpikir aku akan mengabaikan ancamannya, bahkan terkesa melawan. Namun, aku tidak peduli. Jika sudah menyangkut keselamatan anak-anakku, apa pun akan aku lakukan termasuk menghadapi mertua sendiri."Kamu mulai berani melawan Papa. Ternyata Papa memang salah telah memberi restu pada kalian. Andai dulu Rani Papa n
Read more

Bab 18

"Kamu apa-apaan sih, Bang? Kok mendadak gini? Bukannya kita di sini dua hari lagi?""Keadaannya mendesak, Ran. Lain kali Abang janji kita ke sini lagi lebih lama. Sekarang ayok kemasi barang-barang, Abang sudah pesankan tiket untuk besok pagi.""Enggak! Pokoknya aku masih mau di sini. Jawab jujur, sebenarnya ada apa sih?"Rani terus mendesakku. Mau tak mau aku harus menjawab jujur karena nanti pun ia akan tetap akan tahu."Hana kecelakaan dan Farel sampai saat ini masih di sana.""Mereka lagi?!" pekiknya. "Mbak Hana yang kecelakaan kenapa Abang yang repot? Ingat, Bang! Abang itu sudah bukan suaminya lagi. Segala hal yang menyangkut Mbak Hana bukan menjadi urusan Abang!""Masalahnya anak-anak, Ran! Kamu mikir gak sih? Kia sama Arka masih kecil, siapa yang menjaga mereka saat bundanya sakit? Cuma Farel dan Abang yakin anak itu pun tengah kerepotan mengurusi bundanya. Abang cuma ingin bantu mereka. Setidaknya lihat dari sisi kemanusiaan, Ran!" sergahku. Nada bicaraku mulai meninggi karen
Read more

Bab 19

"Bangunlah, Bang. Jangan seperti itu, tidak pantas dilihat Kia.""Abang malu, Han. Malu padamu dan anak-anak. Apa yang bisa mereka contoh dari Ayah macam Abang? Jangankan untuk melindungi kalian, menjaga perasaan bundanya saja, Abang tidak bisa. Abang memang Ayah yang buruk untuk anak-anak kita.""Bagus deh kalau Ayah sadar diri." Farel tiba-tiba berdiri di pintu kamar. Putra sulungku menggendong Arka yang sudah terlelap. "Ayah memang Ayah yang buruk. Ayah selalu saja tidak ada di saat kami sedang membutuhkan Ayah. Keluarga baru Ayah memang lebih penting daripada kami," imbuhnya."Farel, yang sopan, Nak. Jangan berbicara seperti itu.""Biar saja, Han. Biar Farel mengeluarkan semua kekesalannya pada Abang yang pantas menerimanya," selaku. Aku pasrah. Aku akan terima setiap cacian dan makian dari putraku sampai dia merasa puas, karena aku memang pantas mendapatkannya."Lebih baik Abang pulang saja. Soal yang tadi, Hana belum bisa kembali ke rumah itu. Terserah Abang jika masih mengangga
Read more

Bab 20

Perjalanan kali ini kulalui dengan perasaan senang sekaligus ... gelisah. Senang karena akhirnya Hana tetap pada pendiriannya untuk kembali ke rumah lama, dan gelisah memikirkan jawaban yang diberikan Hana atas lamaran Sandi.Mantan istriku memintaku keluar ketika aku menjadi saksi lamaran Sandi untuknya. Ia meminta waktu berbicara berdua dengan Sandi tanpa ada aku di sana. Dengan pasrah, akhirnya aku memberi waktu pada mereka, meskipun hati ini tetap tak rela.Tiba-tiba, perkataan Farel ketika menyusulku keluar, kembali terngiang. Ia mengatakan bundanya terlalu baik, hingga masih menjaga perasaanku untuk tidak menyaksikan langsung saat Hana memberi jawaban.Ya, Hana memang sebaik itu. Hanya aku yang terlalu bodoh telah menyia-nyiakan wanita seperti dia. Namun, perkataan Farel justru semakin menguatkan dugaan ini. Hana telah menerima lamaran Sandi. Terbukti, saat ini pria itu ikut mengantar Hana dan anak-anakku ke Jakarta, dan s*alnya, mereka lebih memilih ikut di mobil Sandi ketimba
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status