"Bangunlah, Bang. Jangan seperti itu, tidak pantas dilihat Kia.""Abang malu, Han. Malu padamu dan anak-anak. Apa yang bisa mereka contoh dari Ayah macam Abang? Jangankan untuk melindungi kalian, menjaga perasaan bundanya saja, Abang tidak bisa. Abang memang Ayah yang buruk untuk anak-anak kita.""Bagus deh kalau Ayah sadar diri." Farel tiba-tiba berdiri di pintu kamar. Putra sulungku menggendong Arka yang sudah terlelap. "Ayah memang Ayah yang buruk. Ayah selalu saja tidak ada di saat kami sedang membutuhkan Ayah. Keluarga baru Ayah memang lebih penting daripada kami," imbuhnya."Farel, yang sopan, Nak. Jangan berbicara seperti itu.""Biar saja, Han. Biar Farel mengeluarkan semua kekesalannya pada Abang yang pantas menerimanya," selaku. Aku pasrah. Aku akan terima setiap cacian dan makian dari putraku sampai dia merasa puas, karena aku memang pantas mendapatkannya."Lebih baik Abang pulang saja. Soal yang tadi, Hana belum bisa kembali ke rumah itu. Terserah Abang jika masih mengangga
Read more