Beranda / Romansa / Hajatan Tetangga / Bab 11 - Bab 20

Semua Bab Hajatan Tetangga: Bab 11 - Bab 20

36 Bab

Pindah

Hajatan Tetangga #Tetangga_tak_tahu_kami_kaya Part 11 Perjalanan menuju rumah Elsa terasa lama, aku penasaran seperti apa Elsa ini. "Makasih ya Mah," kata suami sambil melihat wajahku di kaca spion.  "Makasih untuk apa, Pah?" jawabku seraya mengencangkan pegangan.  "Makasih telah cemburu," kata suami.  "Idihh, Papah," aku mencubit pinggangnya.  "Cemburu itu tandanya cinta," kata suami lagi.  "Iya, Pah, mamangnya siapa si Elsa ini? Sudah lama kenal? Kenal di mana?" tanyaku lagi. "Udah, Mah, nanti juga ketemu," kata suami seraya membelokkan motor ke satu komplek perumahan elit.  Setelah lapor ke satpam dan meninggalkan KTP, kami lanjut masuk. Suami menghentikan motor di depan rumah besar. Lalu menekan bel. Tak berapa lama kemudian muncu
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-06-26
Baca selengkapnya

Pembalasan

Hajatan Tetangga#Tetangga_tak_tahu_kami_kayaRumah yang kami tempati kini rumah petak yang hanya ada satu kamar. Jaraknya dari komplek sekitar dua kilometer. Karena memang tak punya banyak barang acara pindahan kami lebih mudah. Tak sampai setengah hari sudah selesai semua. Suami tak cerita lagi soal tanah empat hektar, bagaimana lanjutannya aku juga tak tahu. Sifat suami yang memang pendiam dan tertutup. Bahkan dia bisa merahasiakan simpanannya selama lima belas tahun. Akan tetapi aku yakin dan percaya suami berbuat demi kebaikan kami. Keesokan paginya aku datang lagi ke komplek itu, ditemani Makmur anakku kami naik motor baru. Aku ingin melihat bagaimana bunga-bunga yang tak bisa kubawa. Di pintu masuk komplek sekuriti yang berjaga menunduk hormat padaku. Ini tak biasa, biasanya bila aku yang lewat dia akan pasang wajah sangar. Apa sekuriti ini sudah tahu yang sebenarnya? Aku terkejut melihat bunga-bunga itu, banyak yang sudah tercabut dari potnya, ada juga yang potnya ikut hila
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-06-27
Baca selengkapnya

Ditolak Menggosip

Hajatan Tetangga#Tetangga_tak_tahu_kami_kayaPov Bu BondanPertama pindah ke komplek ini aku sudah gerah melihat tetangga sebelah rumah. Semua rumah sama modelnya kecuali rumah itu. Lahannya lebih luas akan tetapi bangunannya lebih pantas disebut kandang ayam dari pada rumah. Bagaimana tak disebut kandang ayam, dindingnya saja masih dari anyaman bambu, jaman yang sudah modern begini, di komplek perumahan tergolong elit, masa ada rumah dinding bambu? kan gak level. Begitu kami pindah kemari yang pertama kuprotes adalah rumah itu, pihak developer berjanji akan mengusir mereka, akan tetapi menunggu ada alasan untuk mengusir. Di komplek ini aku termasuk yang paling tua, penghuni di sini rata-rata pasangan muda hanya kami pasangan pensiunan. Bondan anak bungsuku sudah remaja. Kami termasuk terlambat beli rumah. Sudah tua baru bisa beli, itu pun dengan cara kredit. Pernah suatu pagi aku bertandang ke rumah tetangga
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-06-28
Baca selengkapnya

Bahan Gosip

Hajatan Tetangga#Tetangga_tak_tahu_kami_kayaPov Bu Bondan 2Begitu mereka pindah yang pertama aku tergiur adalah koleksi bunga si Yanti. Halamannya yang luas ditumbuhi beragam bunga. Apalagi ada beberapa keladi yang lagi booming. Kucoba meminta secara baik-baik. Si Yanti justru tak mau memberikan. Dasar pelit, sudah mau ditinggal pun tak dikasih juga. Mereka pindah, tentu saja tak bisa membawa bunga yang begitu banyak. Tomat dan cabe lagi berbuah di belakang rumahnya. Langsung keambil semua. Sama yang masih mentah pun kuambil, lumayan bisa stok cabe beberapa minggu. Tinggal bunga yang belum kuambil. Kuajak beberapa ibu lain ambil bunga Yanti, mereka semua mau, siapa juga yang gak mau bunga gratis, hanya si Irma wanita simpanan itu yang menolak. "Bu Yanti sudah melarang, tak baik kita ambil, itu mencuri namanya," begitu alasan Bu Irma. "Alah, sok suci, ambil suami orang bisa kau." kataku kesal. Aku benci dengan penolakan. "Maafkan, Bu, aku gak ada ambil suami orang, jangan asal
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-06-28
Baca selengkapnya

Diuji Dengan Kekayaan

Hajatan Tetangga#Tetangga_tak_tahu_kami_kaya"Pah, nanti kalau kita kaya aku ingin punya taman bunga," kataku pada suami. Malam itu kami lagi duduk berdua di depan TV. "Beli mobil gak jadi, Mah?" jawab suami, matanya tetap pokus ke layar TV. "Gak usah, Pah, lagian gak perlu kali," jawabku kemudian. "Perlulah, Mah, kalau kita pergi bertiga sama Makmur, kan gak muat di motor."."Gak usah, Pah, nanti punya mobil Papah bertingkah,""Bertingkah bagaimana, Mah?""Kan punya mobil, tampan lagi, nanti digaet pelakor," "Hahaha," "Ketawa sih, Pah?""Mah, ujian itu bermacam-macam, kita sudah melewati ujian kemiskinan selama lima belas tahun, kita lulus, Mamah bisa sabar, kini Tuhan mungkin menguji kita dengan kekayaan, kita harus lulus juga, Mah, jangan berpikir yang macam-macam." kata suami panjang lebar. Suami memang jarang bicara, akan tetapi jika bicara selalu mengena.&nb
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-06-29
Baca selengkapnya

Silang Sengketa

Dua minggu berlalu, entah kenapa aku rindu taman bungaku, entah sudah bagaimana nasibnya. Aku kini tak boleh lagi asal pergi ke sana, kata suami kalau mau ke sana harus sama suami. Istilah suami aku ini sumbu pendek, mudah meledak bila diusili orang. "Pah, kita lihat rumah kita, Yuk?" ajakku di suatu pagi di hari minggu ketika suami libur kerja. "Itu belum rumah kita, Mah," jawab suami. "Jadi rumah siapa, Pah? tanahnya semua punya kita?" "Perkaranya sudah didaftarkan ke pengadilan, Mah, sebelum putusannya keluar kita tak boleh melakukan aktivitas pembangunan," kata suami menjelaskan. "Rumit kali, Pah, terus bagaimana taman bungaku?" tanyaku lagi. "Mau diapakan lagi, tunggulah, Mah, urusannya kelar, baru kalau mau berkebun bunga satu hektar pun silakan," kata suami. "Papah sih, ada urusan yang mudah malah mau yang sulit." kataku sewot. "Sabar, napa, Mah?" suami tetap terlihat tenan
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-06-30
Baca selengkapnya

Preman Insyaf

Pak Abdul Sani (Preman insyaf) Untuk melengkapi cerita penulis coba menceritakan latar belakang Pak Abdul menghibahkan tanah empat hektar, kali ini penulis akan pakai pov 3.Syukur dan Abdul adalah teman akrab sejak muda. Akan tetapi punya nasib yang jauh berbeda. Mereka berdua sama-sama berasal dari desa. Mengadu nasib di kota Medan. Kerasnya kehidupan jalanan membuat mereka jadi penjahat kecil-kecilan. Mulai dari copet di pasar sambu, sampai memeras orang yang datang dari desa. Syukur dan Abdul muda pernah dipenjara karena kasus pencurian. Sejak keluar dari penjara jalan hidup mereka seperti beda jauh. Syukur pilih bertaubat, dan bekerja yang halal. Tidak dengan Abdul, penjara justru membuat dia makin tenggelam di dunia hitam. Syukur jadi tukang becak sedang Abdul jadi kepala keamanan di klub malam. Suatu hari Abdul menawarkan kerjasama dengan Syukur, Abdul punya ambisi membuka klub malam sendiri, akan tetapi terbent
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-01
Baca selengkapnya

Bulan Madu Yang Tertunda

"Pah, sesekali kita liburan napa, Pah, kek orang-orang," kataku di suatu sore. Saat itu suami lagi asyik dengan HP barunya. "Mau liburan ke mana, Mah, kampung kita gak punya," jawab suami tanpa mengalihkan pandangan dari layar HP. Semenjak Pak Abdul suruh buat WA, suaminya memang beli HP baru, dia beli dua sekaligus, untukku dan untuknya. Akan tetapi sejak punya HP, suami seperti keasyikan sendiri. Pulang kerja tak lagi urus kebun, karena kebun memang sudah tak ada lagi. Langsung main HP sampai magrib. "Jumat kan tanggal merah, Pah, berarti ada waktu tiga hari, kita liburan yuk?" ajakku lagi. "Ya, kita memang liburan, tapi di rumah saja," jawab suami. "Papah ini kayaknya gak bakal lulus ujian ini," kataku seraya melirik layar HP-nya. "Ujian apaan sih, Mah?" tanya suami seraya melihatku sekilas, hanya sekilas, kemudian asyik lagi dengan android-nya. "Papah yang bilang, hidup itu ujian, kita sud
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-02
Baca selengkapnya

Jadi Umpan

"Papah!" teriakku lagi, akan tetapi suami tak ada, dia memang pergi cari Makmur, lalu ku hubungi lewat telepon. "Papah, Makmur, Pah," kataku begitulah telepon tersambung. "Iya, Mah, kenapa Makmur?" "Makmur diculik, Pah," Tak sampai sepuluh menit suami sudah datang, dia tak lagi tenang seperti biasa, rupanya kalau soal anak dia panik juga. Kuperlihatkan pesan yang masuk ke messenger-ku. Pesan dari seseakun bernama "Pencari keadilan", suami lalu melihat dan meneliti pesan itu, entah apa yang ada di pikiran suami. "Pah, anakku, kembalikan anakku, Pah," kataku seraya menangis histeris. "Iya, Mah, tenang, dulu, Mah," kata suami. "Tenang, tenang, itu aja Papah dari dulu," tangisku makin menjadi. Gawaiku berbunyi ada panggilan masuk dari nomor tak dikenal, segera kuangkat. 'Jika ingin anak Anda selamat, turuti apa yang kami katakan," kata seseorang dari seberamg. Suami lalu meminta HP itu, kuhidupkan speaker sebelum memberikan pada suami. "Halo, siapa Anda? Apa yang Anda inginka
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-04
Baca selengkapnya

Ahli Waris Gagal

Hajatan Tetangga#Tetangga_tak_tahu_kami_kayaPov ErwinPunya paman seorang mafia itu ngeri-ngeri sedap. Ngeri-nya bila beliau ngamuk, sedapnya bisa jadi beking bila kita ada masalah. Bahkan aparat  pun bila tahu aku keponakan Abdul Sani akan segan Pamanku Abdul Sani adalah pengusaha sukses yang betul-betul mulai dari nol. Mulai dari punya kafe punggir jalan sampai pemilik hotel. Kebanyakan bisnisnya memang seputar dunia malam. Itulah yang membuat beliau disebut orang mafia. Aku dan ayah yang sakit-sakitan diboyong Paman dari desa. Waktu itu aku masih SMP, sekolahku dibiayai Paman, ayahku juga ditanggung pengobatannya. Selepas SMA aku kuliah di salah satu Perguruan tinggi swasta di kota Medan. Ambil jurusan hukum, kata Paman aku berbakat jadi pengacara. Setelah lulus, aku langsung magang di salah satu firma hukum kenalan Paman Abdul. Lokot Lubis namanya. Di sinilah aku mulai tahu seluk beluk kota ini. "Hid
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-04
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status