Semua Bab Merayakan Penderitaan: Bab 11 - Bab 20

22 Bab

Wanita Munafik

"Sayang, bangun yuk! Aku sudah bawakan sarapan untukmu." Ray mengusap kepala Lia. Wanita itu masih meringkuk di dalam selimut tebalnya. Membuka mata pun enggan. Rasa malas membersamainya saat ini."Bangun dulu yuk! Nanti setelah sarapan tidur lagi," bujuk Ray lembut. Dia masih mengusap puncak kepala wanitanya dengan sayang. Ray tersenyum bila mengingat malam panjang mereka berdua. Akhirnya apa yang ditunggu-tunggu selama satu bulan pernikahannya ini bisa mereka lakukan dengan indah. Gara-gara mmbayangkan tentang keindahan semalam Ray jadi menginginkannya lagi kan. Ray kecup kening wanitanya. Kecupan itu beralih menuju kedua mata Lia, lalu turun ke hidung mancung Lia, dan yang terakhir ke bibir ranum berperisa ceri yang sangat Ray suka. Merasa diusik, Lia mengerjapkan matanya. Mimpi indahnya jadi sirna karena Ray terus mengganggunya. "Eghhh," lenguh Lia sembari meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku. Remuk redam seluruh tubuhnya. Ray begitu perkasa semalam. Menggempur Lia habis
Baca selengkapnya

Kabur

Puas mencumbu sang istri hingga berulang kali membuat Ray kelelahan. Ray berbaring sembari memeluk tubuh Lia dari belakang dengan posesif. Lia meremas seprai dengan kuat, menyalurkan emosinya di sana. "Bajingan kamu, Ray! Biadab!" maki Lia.Ray tersentak karena makian Lia. Bukan membalas makian tersebut, Ray malah semakin erat memeluknya. Mengusel-usel tubuh polos sang wanita. "Hmm," gumam Ray sembari membenamkan wajahnya pada ceruk leher Lia. Lia meronta dari dekapan Ray. Berusaha melepaskan kaitan tangan Ray yang melingkar di perutnya. "Lepaskan aku, brengsek!""Tenanglah, Sayang. Apa kamu nggak capek marah-marah terus dari tadi, hmm?" bisik Ray dengan mata setengah terpejam. "Lepas, Ray! Aku mau ke kamar mandi." Lia beralasan. Lia yakin dengan cara ini dia bisa kabur."Nggak boleh. Nanti kamu pergi lagi," tolak Ray seakan mengetahui rencana Lia. Dugaan Ray tepat sekali. Memang itu keinginan Lia. Kabur dari Ray. Ray semakin posesif, membuat Lia susah lepas dari dekapannya. Li
Baca selengkapnya

Kalang Kabut

Telinga Arsa terasa panas. Bella menjewernya tanpa ampun. Saat ini mereka bertiga tengah menjadi tontonan gratis bagi pengunjung caffe. "Bagus ya kamu. Dibawain bekal malah makan di sini."Arsa memegangi tangan Bella di daun telinganya yang memerah. "Ampun, Sayang. Lepasin! Malu dilihat orang. Aku lagi meeting sama klien ini."Bella melirik Arsa dengan sinis. "Ini yang namanya meeting? Makan sambil disuapin, hmm?"Arsa memijat pelipisnya. Arsa rasa bukan hanya telinganya saja yang sakit, tapi juga kepalanya. Menghadapi wanita marah seperti istrinya sangat menguras pikiran dan tenaga, membuatnya begitu pusing. "Siapa yang disuapin sih, Yang? Astaga...""Berkilah terus! Rasain ini!" Bella melintir telinga Arsa sekuat tenaga. Menumpahkan segala rasa kesalnya."Aduh... Udah, Sayang. Sakit," rintih Arsa. Bella melepaskan jemari lentiknya di daun telinga Arsa. Jemari lentiknya kini beralih menunjuk wajah Cantika seraya menatap tajam wanita yang dianggap penggoda itu. "Dan kamu, wanita ga
Baca selengkapnya

Kalang Kabut 2

Netranya memandang nanar di sepanjang jalanan. Berulang kali mengumpat karena tidak menemukan keberadaan sang wanita. Pikirannya semakin kalut. Hatinya semakin resah. Ray memilih menepi barang sejenak. Menghubungi Anggara untuk mencari informasi di mana keberadaan wanitanya. "Bagaimana, Anggara? Apa sudah ada info?" tanya Ray ke inti pembahasan. "Keberadaan Nyonya saat ini belum bisa dilacak lebih jauh. Jejak terakhirnya berada di pertigaan hotel. Nyonya berjalan ke arah selatan. Detektif kita sudah menyelidiki jalanan yang kemungkinan dilewati Nyonya Lia, tapi sayang sekali, di sana tidak ada CCTV jalan. Sangat menyulitkan untuk kami melacak keberadaan Nyonya Lia.""Coba lacak melalui ponselnya!""Sudah, Pak. Ponselnya sudah tidak aktif semenjak dari hotel. Sim cardnya juga tidak terdeteksi.""Lacak dari atm, Anggara. Siapa tahu Lia menarik uang.""Sudah juga, Pak. Nyonya memang menarik uang dalam jumlah yang banyak di mesin atm dekat hotel. Apa struknya perlu saya kirim, Pak?""T
Baca selengkapnya

Nyangkut Di Desa Terpencil

"Bang, kontrakannya udah pasti ada kan?" tanya Lia memastikan. Pasalnya Lia ingin sekalian membeli perabotan rumah. "Ada. Neng mau yang bagus apa yang biasa aja?" tanya Farid. "Pokoknya yang bersih, yang nyaman juga. Nggak usah terlalu luas gapapa. Kan cuma ditempatin sendiri.""Di tempat Bu Anik aja entar.""Hmm. Kalau beli peralatan dapur sekalian gapapa kan bang? Saya juga butuh magicom sama kipas angin. Abang bisa bawanya?""Bisa, Neng. Gampang."Setelah membeli berbagai makanan dan kebutuhan, Farid mengantarkan Lia menemui Bu Anik-pemilik kontrakan. "Permisi, Bu Anik," sapa Farid. "Ada apa, Bang Farid?" tanya Bu Anik sembari menyingkirkan berbagai alat-alat perkebunan. "Ini, Neng Ana lagi cari kontrakan.""Ayo masuk dulu, Neng Ana, Farid," ajak Bu Anik. "Makasih, Bu. Kami di sini saja," tolak Lia sopan. "Saya mau lihat langsung kontrakannya apa boleh?" tanya Lia. "Boleh, Neng. Bentar ya, Ibu ambilin kunci kontrakannya dulu."Bu Anik mengantarkan Lia melihat isi di dalam k
Baca selengkapnya

Mimpi Dan Perihal Dendam

Memikirkan banyak hal membuat wanita berparas cantik itu sulit terlelap. Netra hazelnya memandang plafon kamar. Mengikuti arah pandang cicak-cicak yang berlarian bebas di atas sana. Satu persatu benang kusut diurainya. "Oke, Lia. Pertama, hancurkan rumah tangga Arsa terlebih dahulu. Ingat! Iblis itu yang membunuh Mamamu. Setelah rumah tangga Arsa hancur dan hidupnya menderita, barulah kamu buat Ray menderita juga.""Sekarang tidurlah! Balas dendam juga butuh tenaga."Lia memejamkan matanya, meski rasa kantuk belum menghampirinya. Menghitung domba mungkin akan membuatnya cepat terlelap, meskipun pikirannya belum kosong. Taman biasanya dipenuhi bunga bermekaran, bangku-bangku memanjang untuk tempat duduk, dan tempat bermain anak. Namun, berbeda dengan taman satu ini. Benar-benar tampak aneh. Tidak ada satu bunga pun tumbuh di sana. Hanya terdapat pohon beringin yang berjajar memenuhi area itu. Lia mengerutkan dahinya. Merasa semakin tidak paham dengan taman ini. Apalagi saat melihat
Baca selengkapnya

Menemukan Tempat Tinggal Lia

Anggara dan beberapa orang suruhan Ray sedang berada di desa terpencil yang Lia singgahi. "Pak Anggara, kami mendapatkan informasi dari salah satu warga bahwa Nyonya Lia memang berada di desa ini, tepatnya di sebuah kontrakan kecil belakang sekolahan," lapor salah satu orang suruhan yang sering dijuluki si mancung karena hidungnya mancung. Anggara menghentikan kunyahannya. Meletakkan sendok dan bangkit dari duduknya. "Tunggu apalagi, kita cari sekarang juga!""Tunggu, Pak! Lebih baik kita selidiki lagi," cegahnya. "Selidiki apalagi hah? Kamu nggak tahu Pak Ray marah-marah gara-gara istrinya belum ketemu?" sentak Anggara. "Kami dapat informasi dari salah satu warga kalau Nyonya Lia berpacaran dengan anak lurah desa ini. Lebih baik kita selidiki dulu."Anggara menepis tangannya ke udara. "Hah? Mana mungkin?" jawabnya tak percaya. Mana mungkin sosok bos besar seperti Arrayyan Sagara tergantikan begitu saja dengan anak lurah. Apa nyonya-nya sebercanda itu? Mereka berjalan menuju seko
Baca selengkapnya

Kecelakaan

"Friska, batalkan meeting kita hari ini!" perintah Ray pada sekretarisnya melalui sambungan interkom. "Tapi, Pak, meeting kita hari ini sangat penting," sahut Friska keberatan."Saya tidak peduli!"Persetan soal pekerjaannya saat ini. Ray hanya mau bertemu Lia dan memastikan bahwa yang dikatakan Anggara tidak benar adanya. Ray menggelengkan kepala, berusaha menampik kenyataan yang akan menyakitinya. 'Lia tidak berselingkuh di belakangku. Lia tidak akan menduakanku. Hanya aku yang dieluh-eluhkan wanitaku.' Ray mengukuhkan itu dalam pikirannya. Menghela napas kasar, pandangannya tertuju pada bangunan kota di luar kaca jendela. Menerawang beberapa peristiwa dari masa silam tentang kebersamaannya dengan Lia. "Ah shittt!" umpat Ray. Ray kehilangan fokusnya. Hampir saja Ray menabrak truk dari arah berlawanan. Demi menghindari tabrakan Ray membanting setir ke kiri. Ciitttt! Roda-roda saling bergesekan dengan jalan raya, menimbulkan bunyi decitan yang kencang. Debu jalanan pun ikut ter
Baca selengkapnya

Bertemu Keluarga Sagara

Lia sengaja berganti bus dua kali untuk mengecoh Anggara dan orang suruhan Ray. Tujuan awal kepergiannya ke Jawa Timur. Setelah menginap satu hari di sana, Lia kembali ke Jakarta. Pikirnya, Anggara dan orang suruhan Ray tidak mungkin bisa menebak keberadaannya sekarang. Luntang lantung di kota orang selama berminggu-minggu membuat Lia pusing tujuh keliling. Bukan karena jauh dari segala kemewahan yang diberikan Ray padanya, tapi lebih ke buta arah. Lia yang notabenenya anak rumahan merasa asing berada di kota orang. Apalagi Lia sama sekali tidak menggunakan ponselnya untuk membuka maps. Hanya mengandalkan bertanya orang yang dijumpainya saja, beruntunglah Lia bisa kembali ke Jakarta tanpa drama nyasar. Tujuan Lia ke Jakarta bukan untuk menyerahkan dirinya ataupun kembali pada Ray, melainkan untuk melancarkan aksi balas dendamnya pada Arsa. Selagi Lia berada di Jakarta, dia bisa mengawasi hubungan Arsa dan Bella, lalu membuat rumah tangga mereka berdua berantakan. Pagi ini Lia suda
Baca selengkapnya

Rindu Yang Belum Tuntas

Ray mengucek kedua kelopak matanya. Ray takut apa yang dilihatnya hanyalah halusinasi semata karena dia tengah merindukan wanitanya. "Kamu benar Lia?" tanya Ray memastikan. "Iya," balas Lia ogah-ogahan. Ray mencubit tangannya sendiri. Rasanya sedikit sakit. Seperti digigit raja semut. Berarti Ray dalam keadaan sadar dan berada di dunia nyata. Ray bertemu dengan Lia bukan di dalam mimpi. Ah, betapa bahagianya hati Ray. Bunga yang tengah layu bagaikan tersiram air kembali. Merekah dengan indahnya. "Kemarilah, Sayang! Aku merindukanmu," ucapnya parau. Air mata kebahagiaan jatuh membasahi pipinya, tak dapat terbendung lagi. Betapa bahagianya Ray bisa bersua kembali dengan wanitanya. Semua terasa seperti mimpi. Ray masih tidak mempercayainya. "Mama keluar dulu ya." Nyonya Helena berlalu dan menutup pintu. Menyisakan dua insan di dalam ruangan pesakitan.Mengusap kasar sisa air mata, Ray merentangkan kedua tangannya. Rindunya tak terkira. Ray ingin merengkuh wanitanya, menumpahkan gulun
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123
DMCA.com Protection Status