Lahat ng Kabanata ng Pesona Ustaz Gundul: Kabanata 41 - Kabanata 46

46 Kabanata

Rasa Nyaman yang Belum Didapat

Nayya menghela napas panjang. Meskipun sudah sering ke rumah mertua, tetap ada rasa gugup yang menggelayuti hatinya. Ia ingin semua berjalan lancar, tetapi perasaan itu tak mudah diabaikan. Terlebih lagi, hubungan dengan mertua, khususnya Ummi, masih terasa kaku. Rafan menggenggam erat tangan Nayya. "Jangan khawatir, semuanya akan baik-baik saja," ujarnya meyakinkan. Nayya tersenyum lemah, menyembunyikan kegelisahan yang bergemuruh di hatinya."Assalamualaikum, Ummi," ucap Nayya, mencoba mencairkan suasana.Ummi menjawab salamnya dengan nada datar, tanpa senyuman. "Waalaikumussalam."Rafan, yang menyadari perubahan sikap ibunya, berusaha bersikap biasa. "Ummi, apa kabar?" tanyanya sambil mendekat untuk mencium tangan ibunya."Baik," jawab Ummi singkat, lalu menoleh ke arah Nayya dengan pandangan yang sulit diterjemahkan.Ketika mereka melangkah masuk ke dalam rumah, suasana terasa berbeda dari biasanya. Udara yang biasanya hangat, kini terasa berat. Ummi yang biasanya menyambut putra
Magbasa pa

Pembicaraan Penting

"Abah," Rafan memulai dengan hati-hati, "Kami datang untuk membicarakan sesuatu yang penting. Ini tentang Mas Furqon."Abah mengangkat kelopak mata, tapi tetap tenang. "Apa yang terjadi dengan Furqon?"Rafan menelan ludah, lalu menatap ke Nayya. Furqon ingin meminang Gina, Abah. Dia berharap Abah bisa merestui niatnya."Sejenak suasana menjadi hening. Abah menatap Rafan dan Nayya bergantian, seolah mencoba mencari jawaban di balik wajah mereka. Dia meletakkan cangkir tehnya dengan perlahan, lalu menyandarkan tubuhnya di kursi kayu yang sudah mulai usang."Maksudmu, Nak Gina sahabat Nak Nayya?" "Betul, Abah." Rafan menjawab.“Furqon anak yang baik dan penurut. Aku tahu dia serius. Tapi kau harus tahu, Rafan, bahwa menikah bukanlah perkara mudah. Ada banyak hal yang harus dipertimbangkan, bukan hanya cinta."Nayya yang sedari tadi diam, tiba-tiba berbicara, "Abah, kami paham. Mas Furqon bukan hanya mencintai Gina, tapi dia juga siap untuk bertanggung jawab dan membahagiakannya. Kami y
Magbasa pa

Diam-diam Cinta

Nayya duduk diam di kursi penumpang, menatap kosong ke luar. Hujan turun dengan pelan, membentuk tetesan air yang perlahan mengalir di kaca jendela, seakan mengikuti derasnya perasaannya. Hatinya masih terasa berat setelah kejadian di rumah mertuanya tadi. Perasaan terluka dan kesal bercampur menjadi satu, membuat perjalanannya jadi tidak nyaman.Di sebelahnya, Rafan yang sejak tadi juga diam, sesekali melirik ke arah Nayya. Ia tahu betul bahwa Nayya terluka karena perlakuan Ummi tadi. Ucapan-ucapan keras yang terlontar dari mulut Ummi, meski niatnya untuk mengingatkan, telah melukai hati Nayya."Aku minta maaf atas perkataan Ummi."Nayya masih diam. Bukan karena ia tidak mendengar, tapi karena ada gumpalan emosi yang masih tersulut di hatinya. Sejak kejadian di rumah Ummi tadi, ucapan-ucapan itu terus terngiang di pikiran, seolah menambah beban yang sudah ia pikul. Akan tetapi, ia juga tahu bahwa Rafan ada di tengah-tengah semua ini, terjepit antara dua cinta: cinta seorang anak pada
Magbasa pa

Persetujuan

Rafan berdiri dengan tenang di ambang pintu, memperhatikan kedua kakaknya, Ibrahim dan Furqon yang duduk di ruang tamu rumah orang tua mereka. Suasana terasa tegang, meski tak ada kata yang terucap. Di sudut ruangan, Abah dan Ummi duduk dengan wajah yang penuh pertimbangan. Pembicaraan tentang pernikahan Furqon dan Gina semakin memanas di dalam keluarga mereka, dan kali ini, Rafan berhasil membawa semua orang yang terlibat ke meja perundingan.Nayya memilih untuk tidak hadir. Ia merasa sudah terlalu lelah dengan segala ketegangan ini. Ia memilih menghabiskan waktu di pondok."Aku sudah mendengar semuanya." Abah memulai pembicaraan, suaranya berat dan penuh dengan perasaan. "Tentang niatmu yang ingin meminang Nak Gina."Furqon mengangguk pelan, matanya tidak pernah lepas dari wajah Abah. "Ya, Bah. Aku sudah memantapkan niat. Aku jatuh cinta padanya."Ibrahim, yang duduk di sebelah Furqon, menghela napas panjang. Dia adalah kakak tertua, yang selama ini selalu menjadi panutan. Namun, d
Magbasa pa

Ungkapan Rasa yang Tidak Terduga

Gina dan Pak Kardi baru saja sampai di halaman pondok setelah perjalanan panjang dari Semarang. Matahari senja memancarkan hangat, mengingatkan keduanya dengan cahaya oranye yang lembut. Udara desa yang segar menyambut mereka setelah beberapa hari berkelana di kota besar, membawa kelegaan yang sulit dijelaskan dengan kata-kata."Capek juga ya, Gin?" tanya Pak Kardi sambil melepaskan topinya dan mengibaskannya ke wajahnya yang mulai basah oleh keringat. Ia tersenyum kecil meski jelas lelah.Gina mengangguk, matanya menerawang ke arah taman yang ada di halaman pondok. "Iya, Pak. Alhamdulillah perjalanan tadi lancar. Nggak seperti yang kita bayangkan," jawab Gina, suaranya lembut, menggambarkan kelegaan yang juga dirasakannya.Malam itu, setelah beristirahat panjang di kamar, Gina memutuskan untuk menemui Nayya. Mereka sudah lama bersahabat, dan bagi Gina, Nayya adalah seseorang yang selalu bisa mendengar cerita-ceritanya dengan penuh perhatian. Dengan perasa
Magbasa pa

Pinangan Furqon

Matahari belum terlalu tinggi ketika Gina, Nayya dan Rafan tiba di pendopo berarsitektur Jawa klasik itu. Jantung Gina sudah berdetak tak menentu sejak pagi. Setiap langkah kaki serasa membawa beban yang semakin berat, bukan karena jalan setapak menuju pendopo yang panjang, tapi karena hari ini akan menjadi salah satu momen terpenting dalam hidupnya. Ayahnya, Pak Kardi, menampar bahunya dengan lembut. “Tenang saja, Gina. Bapak yakin semua akan berjalan dengan lancar." Gina tipis tersenyum, meski hatinya masih penuh kecemasan. Ia tak bisa berhenti memikirkan perasaan yang mendesaknya sejak mengetahui siapa calon yang akan menemuinya hari ini, Furqon. Nama itu menggetarkan jantung, dan semakin mendekati pertemuan ini, rasa tegang melumuri perasaannya. Gina tak pernah menyangka kalau lelaki yang dicintainya itu juga mencintainya. Hari ini, ia seperti sedang memimpikan hal besar dan mimpi tersebut menjadi kenyataan. Langkahnya sempat berhenti di depan pintu. Seketika jantungnya berdet
Magbasa pa
PREV
12345
DMCA.com Protection Status