Beranda / Fiksi Remaja / PEONY / Bab 1 - Bab 7

Semua Bab PEONY: Bab 1 - Bab 7

7 Bab

01. Her Name is Peony

Mungkin jet lag kali ini adalah yang terparah bagi seorang Thadeus Nenggala. Sudah seminggu berlalu sejak kunjungannya ke Amerika, tapi bahkan efeknya masih begitu terasa hingga detik ini. Siang bolong begini dan ia diterjang kantuk luar biasa. Selain itu, kepalanya terasa seperti digebuki satu kampung, pusing sekali. Padahal kemarin bukan pertama kalinya ia mengunjungi negeri Paman Sam. Ia baru akan bangkit, berniat membuat secangkir kopi kala bel rumahnya ditekan dengan brutal. Deus bergerak ogah-ogahan dari kasur, melenggang keluar untuk mengecek lewat interkom. Matanya menyipit saat mendapati sosok tak terduga itu. Tak butuh banyak waktu untuk ia beringsut mendekati pintu dan membukanya. "Thea? Lo ngapain di sini?!" Itu Theana Nenggala, adik perempuannya yang seharusnya berada di Italia saat ini. "Gue punya anak." Itu kalimat pertama yang meluncur dari mulut adiknya. Diucapkan dengan cepat dan tegas. Butuh beberapa detik untuk Deus mencerna kalimat Thea yang diucapkan dengan
Baca selengkapnya

02. Magnet of Disaster

Hari ini semuanya berjalan cukup normal. Deus terbangun tepat pukul delapan. Rumahnya kosong kala ia melangkah keluar kamar, membuatnya nyaris lupa kalau ia baru saja menampung seorang bocah jika saja ia tidak mendapati sepasang sandal bulu merah muda di dekat kulkasnya. Tak perlu cenayang untuk menebak kalau Bian sedang bersekolah saat ini. Deus tidak berniat tahu bagaimana anak itu menjalani kegiatannya sehari-hari. Toh, tidak penting juga baginya. Ia hanya perlu memastikan Bian tidak merusak pernikahan adiknya, kan? Lagipula, sepertinya Bian juga tidak akan senang jika Deus terlalu ikut campur dengan urusannya. Suara bel yang ditekan mengantar langkahnya untuk memeriksa interkom. Wajah sangar yang terpampang nyata di sana memercikan ide di kepalanya untuk segera kabur lewat pintu belakang. Tapi menghindar dari kemurkaan seorang Sabitha Giovanni bukan langkah yang tepat. Bisa-bisa besok ia berakhir muntah paku. Belum sempat ia bergerak untuk mengambil langkah, pintu sudah terkua
Baca selengkapnya

03. She Says it's in Genetics

Tidak. Deus bukannya khawatir. Hanya saja, ini sudah nyaris tengah malam dan anak itu bahkan belum menunjukkan batang hidungnya. Segala jenis pikiran buruk sudah mampir di kepalanya. Sekali lagi ia tegaskan, ia bukannya khawatir atau mendadak peduli. Hanya saja, kalau sampai Bian kenapa-napa, pasti dia juga akan terkena getahnya. Kondisi diperburuk karena Deus bahkan tidak punya kontak anak itu.Apa Bian tidak betah tinggal dengannya dan memutuskan untuk kembali ke habitat asalnya? Itu berita bagus, tentu saja. Tapi masalahnya, bahkan kini ia tidak yakin akan apa yang sedang menimpa bocah satu itu. Nyaris gila karena berkutat dengan pikirannya sendiri, Deus memutuskan untuk beranjak menuju kamar Bian, mencari sekiranya apa pun yang bisa memberinya petunjuk untuk menghubungi anak itu. Deus kegirangan sendiri saat akhirnya menemukan buku agenda sekolah Bian yang terletak asal di atas nakas, mengepalkan telapak tangannya di udara layaknya baru saja memenangkan undian. Ia membalik halam
Baca selengkapnya

04. Imperfect Life

Thea itu gambaran wanita sempurna, kalau menurut Bian. Ia cantik, anggun, ramah, berkelas, dan penyayang. Bian selalu menganggap kalau dirinya adalah satu-satunya yang salah dalam hidup gemilangsang mama. Memang Thea tidak pernah menunjukkan terang-terangan kalau kehadirannya tidak diinginkan. Tapi bukannya jelas? Diasingkan belasan tahun serta bertatap muka hanya dua kali setahun. Bian bukan lagi anak kecil bodoh yang naif. Mudah saja baginya menerka segala kemungkinan. Ada satu momen yang tidak pernah ia lupa. Waktu itu ia masih berumur delapan. Kebetulan, saat itu Thea menetap di Jakarta cukup lama dari biasanya dikarenakan harus menjadi juri dalam satu ajang fashion show di sebuah stasiun televisi nasional.Malam itu hujan badai, menyebabkan Thea terpaksa harus tinggal di apartemen. Bian tidak pernah suka hujan. Namun pengecualian untuk saat itu. Ia bahkan masih ingat permintaan konyolnya saat itu pada Tuhan. Ia ingin hujan badai itu berlangsung selamanya hanya agar dapat memili
Baca selengkapnya

05. Taste of Lemon

Berdiam diri saja di rumah bukan keahlian Bian. Dari tadi, kakinya seolah gatal ingin memijak keluar rumah. Deus belum pulang dan Bi Dean pun sudah pergi sejak satu jam lalu. Ia sepenuhnya sendirian di rumah sebesar ini. Untungnya, Deus sudah memberinya duplikat kunci agar dapat leluasa meninggalkan rumah. Setelah berganti pakaian menjadi lebih layak, ia pun segera memesan taksol untuk pergi ke supermarket terdekat. Niatnya sih ingin membeli bahan makanan untuk dimasak. Mengintip isi lemari dapur Deus, nampaknya pria itu menjunjung tinggi hidup tanpa ribet. Berpuluh-puluh kemasan mi instan menyesaki lemari. Begitu juga belasan telur serta berbagai bungkus bumbu nasi goreng siap pakai. Bian bukan pakar dalam memasak. Namun, hidup bersama Bi Nilam yang bernotabene memiliki keahlian membuat makanan tak kalah enak dari restoran bintang lima selama belasan tahun, mau tak mau Bian jadi banyak belajar.Setibanya di supermarket, Bian langsung saja meraih troli kecil dan menyusuri rak demi r
Baca selengkapnya

06. About a Hug

Hal pertama yang Bian tangkap setelah memasuki kawasan rumah sakit ialah gerombolan wartawan yang tengah diamankan oleh beberapa satpam. "Tung—"Bian tidak membiarkan Deus menyelesaikan kalimatnya, langsung melompat turun begitu saja dari mobil dan mendekati meja resepsionis."Pasien atas nama Theana Nenggala ada di mana?" tanyanya tanpa basa-basi."Maaf. Kami tidak bisa memberi informasi pribadi.""Damn! Saya keluarganya!"Si Resepsionis nampak menahan kesal. "Daritadi, sudah ada sepuluh orang yang mengaku sebagai saudaranya. Maaf, Dek. Mungkin kamu penggemar berat Mbak Thea. Tapi tolong mengerti, ya. Pasien sedang sakit dan tidak bisa diganggu.""Fuck!" umpatnya keras, membuat beberapa petugas dan wartawan di sekitar sana mengalihkan mata padanya. "Pertama, saya nggak ngada-ngada. Kedua, saya bukan penggemar creepy yang sampe bohong cuma buat ketemu Mam—Theana Nenggala! Dan ketiga, Mbak gak punya hak buat ngelarang seorang keluarga jenguk keluarganya sendiri!""Maaf sekali lagi. Ka
Baca selengkapnya

07. Grandparents

Hampir semua jenis wanita pernah Deus pacari. Mulai dari yang feminin, tomboi, songong, lemah lembut, aneh, dan segala jenis lainnya. Tidak ada yang menarik bagi Deus. Maksudnya, Deus mengakui kalau wanita memang ciptaan Tuhan yang indah. Mereka beragam dan unik dengan caranya sendiri. Tapi selama ini, Deus tidak pernah benar-benar memuja atau menginginkan seseorang untuk menjadi pendampingnya.Semua yang dimilikinya saat ini rasanya sudah cukup, tidak perlu ditambah lagi dengan konsekuensi membangun rumah tangga, apalagi mendidik anak. Pekerjaan yang sangat ia nikmati dan memang sesuai passionnya, motto hidup bodo amat yang membuatnya dapat hidup nyaman tanpa merasa perlu perlu memikirkan soal anak-anak kelaparan di Afrika atau kekacauan dunia di luar sana, serta .. Sabit—sosok yang tanpa sadar telah menjadi bagian penting dalam hidup Thadeus Nenggala.Keduanya menghabiskan waktu bersama dengan cara yang sulit dibayangkan oleh orang-orang awam yang masih menganggap bahwa persahabatan
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status