Semua Bab Love After Marriage: Bab 11 - Bab 18

18 Bab

L.A.M - 11

 “Oi!” Sebuah hentakan mengejutkan Kinan. Seseorang telah menepuk pundaknya dari belakang.  “Astaga, Stevi!” Stevi tersenyum tidak jelas. Seolah menggoda temannya yang statusnya baru saja berubah menjadi istri orang. “Cie hari pertama jadi sepupuku,” goda Stevi. “Gimana malam pertamanya?” Alan langsung meletakkan kembali alat makannya mendengar sepupunya sudah keterlaluan.  “Stev!” bentak Alan saat mereka sedang makan bersama di meja makan. Tadi Alan langsung menyusul keluar kamar sebab saat ia meraba sebelahnya, Kinan tak ada di situ. “Ya, iya! Aku diam,” ucap Stevi memelas. Dilihatnya Kinan sedang menund
Baca selengkapnya

L.A.M - 12

Meski sudah berstatus sebagai pasangan sah, tak bisa dipungkiri bahwa perasaan mereka masih belum bisa menyatu.  Hari demi hari telah terlewati. Suasana rumah baru itu masih sesunyi biasanya. Pasti akan terbilan sepi seterusnya apabila mereka berdua tidak ada perubahan yang signifikan. Menikah namun sama-sama saling dingin. Sepertinya Kinan juga sudah sedikit menyerah untuk mengambil hati Alan. Lantas mengapa mereka harus menikah kalau Alan memang tak berniat belajar mencintai pernikahan ini? Bahkan mereka sudah saling berjanji di hadapan Tuhan dan keluarga. Memang perjodohan ini terlihat salah. Namun ketika mengiyakan acara seperti ini sudah menjadi pilihan mereka sendiri. Lantas seharusnya sudah menjadi tanggung jawab mereka, kan? “Kinan?” panggil Alan setelah mengetuk pintu kamar istrinya. Setelah mendengar panggilan
Baca selengkapnya

L.A.M - 13

Sepanjang hari Kinan merasa tak ada harapan. Semua keoptimisannya telah sirna. Setelah melihat-lihat furnitur, Kinan dan Alan duduk berdua di sebuah restoran Thailand. Di hadapan mereka sudah tertata panci rebus berisi kuah tomyam dan pemanggang. Serta beberapa sayuran dan daging-dagingan yang telah dibumbui. Aroma kuah itu semerbak. Meski begitu, Kinan seolah tak bernafsu untuk memakannya segera. Reaksinya sangat berbeda saat berada di rumah mertuanya kala itu. Ia sangat semangat untuk mengambil makan. “Bentar lagi mereka datang,” kata Alan. Namun tak mendapat respon dari Kinan. Diam seribu bahasa. Itu yang dilakukan Kinan setelah sampai di restoran ini.  “Kamu kenapa diam aja?” Alan berusaha menghidupkan suasana yang memang sudah tampak mati ini semenjak mereka menikah. 
Baca selengkapnya

L.A.M - 14

 Selamat membaca… *** Setelah selesai mengunci pintu rumah, Alan masuk ke dalam kamarnya. Ia pun berbaring di kasur. Niatnya untuk beristirahat. Namun apa daya jika otaknya tidak bisa diajak bekerja sama? Sama sekali? Iya. Sama sekali. Sebetulnya ini tidak terlalu larut malam. Lamun bukankah overthinking tidak mengenal waktu? Alan berbaring ke sana ke mari. Ia merasa tidak nyaman tidur di ranjang sendiri. Mengecek ponselnya berkali-kali. Berharap malam ini sama seperti malam yang lalu sebelum ia menyandang status menjadi seorang suami. Kinan mengiriminya pesan, inginnya. “Kinan baik-baik saja, kan?” Berulang kali ia ucapkan dalam hati. Mengapa terlihat sangat cemas? Bukankah ia berniat mendiamkan Kinan sejak awal menikah? Ia masih berusaha memejamkan mata tetapi bukannya semakin berlabuh di pulau m
Baca selengkapnya

L.A.M - 15

Kinan sangat paham bahwa ini tidak baik untuk kesehatan jantungnya. Mengharap sesuatu yang sepertinya susah untuk didapatkan yaitu hati suaminya sendiri. Sebab sejak tadi Alan memanggilnya, belum ada secercah ucapan lagi yang keluar dari mulut sang suami.  Menunduklah Kinan karena merasa kecewa lagi. Sepertinya memang Alan masih berada di alam bawah sadarnya sehingga ia tak merasa benar-benar memanggil nama istrinya. Mungkinkah Mas Alan bukan memanggilku? Melainkan wanita lain? ‘Nan?’ Siapa dia? Nanda? Nana? Nancy? “Kinan? Udah baikan?” Pertanyaan yang mampu membuat mulut Kinan bungkam. Rupanya memang namanya yang dipanggil. Entah mengapa Kinan sering merasa tidak perlu sulit-sulit untuk menjelaskan hal yang ada di pikirannya. Alan selalu bisa membacanya. Namun mungkin semua hany
Baca selengkapnya

L.A.M - 16

Bukan pernikahan seperti ini yang Kinan inginkan. Ia hanya ingin bahagia bersama orang yang ia cintai sampai maut memisahkan. Namun malah tangisan yang ia dapatkan. Mereka berdua masih saling memandang tetapi Alan menatap Kinan dengan penuh ceria. Dok dok dok Seketika suara ketukan pintu itu membuyarkan kesedihan Kinan. Alan mengkerutkan dahinya dan langsung membuka pintu depan. Siapa pagi-pagi begini datang? “Mama?” Alan kaget. Setelah saling menyapa, Vina masuk ke dalam rumah.  Harapannya datang ke rumah ini untuk melihat kedua anaknya berbahagia sebagai pasangan baru. Namun bukan itu yang ia pandang sekarang. “Kinan kenapa nangis!?” tanya Vina. Melihat mata sembab menantunya itu. Alan datang dan kembali tertawa lagi.
Baca selengkapnya

L.A.M - 17

“Lho? Anakmu ke mana? Kok nggak ikutan kita aja?” Lantas Vina menjawab pertanyaan salah satu temannya itu. “Ohh … iya, biarin aja mereka berdua. Kita senang-senang aja.” Vina dan teman-temannya yang sesama sudah menjadi ibu maupun nenek itu segera memasuki restoran ala jawa tersebut. Saat sudah memesan makanan, mereka pun mengobrol. “Kamu kapan gendong cucu, Jeng?” tanya satu orang pada Vina. Vina terkekeh tanpa jawaban. Rupanya malah membuat bibir temannya itu semakin menjadi. “Cucumu yang di Jakarta kan nggak pernah diajakin pulang ke Klaten?” “Iya lho, Jeng. Kapan? Suruh Alan cepet-cepet punya anak,” sambung teman satunya. Vina tertawa lagi. “Ya juga. Mungkin mereka juga baru berusaha.” Lalu ia pun berbisik pada dirinya sendiri, “u
Baca selengkapnya

L.A.M - 18

Kepala Alan terasa pening ketika diseruduk oleh pertanyaan tersebut. Makanan yang ia kunyah tadi juga tak kunjung ia telan. Mengapa demikian? Mungkinkah memang Alan memiliki wanita lain yang memang dicintainya? “Kenapa nanya gitu, Ra?” Rupanya pertanyaan tadi datang dari Nara. Nara pun terkekeh. “Ah! Aku cuma bercanda. Soalnya … kalian nggak keliatan kayak pasangan menikah. Nggak bucin!” Kinan berdeham kecil. Tenggorokannya tiba-tiba terasa gatal. “Gitu, ya?” Lantas Nara kembali memandang Kinan dengan tatapan candanya. “Kalian cuma malu kan kalau di depan umum?” ledeknya. “Ah, nggak! Kata siapa?” ucap Alan.  Sesuatu menyita momen Kinan. Ketika Alan membalas Nara. Tak hanya dengan perkataan. Ia juga langsung merangkul pinggangnya. Sehingga Kinan t
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12
DMCA.com Protection Status