All Chapters of Kulepas Suami Benalu Untuk Pelakor: Chapter 31 - Chapter 40

42 Chapters

31. Permintaan Maaf Mbak Yuli

Aku mengantarkan Mas Arman hingga ke peristirahatan terakhirnya. Tentu demi Nurul, aku harus membuang semua rasa egoku. Tak banyak yang ikut mengantar, hanya beberapa keluarga dan teman dekat Mas Arman saja. Mungkin beberapa orang yang tau masalah kemarin, enggan takziah. Itu sebabnya di rumah duka pun, sedikit tetangga yang hadir.Mbak Yuli datang di saat tubuh Mas Arman sudah dikebumikan. Dia menangis, hanya saja tidak sehisteris seperti di kematian Mas Burhan tempo hari. Dari situ aku bisa menilai, sepupuku itu lebih mencintai siapa. Yang lebih meyakinkan lagi, pasti Mas Arman hanya sebagai pelariannya saja.Saat para petakziah satu persatu mulai meninggalkan makam, aku membujuk Nurul agar pulang juga. Gadis kecilku itu masih menangis tapi tidak seperti tadi. Tampaknya dia sudah bisa menguasai diri dan menerima kenyataan bahwa ayahnya kini harus diikhlaskan.Aku, Nurul dan Lita--yang diam sejak tadi--baru akan mulai melangkah meninggalkan makam Mas Arman, mau tak mau menghentikan g
Read more

32. Membuka Hati

"Mbak ... gak mau cerita sesuatu ke aku?" Lita menunduk. Jemarinya asyik men-scroll laptop di hadapan.Aku yang tidak mengerti akan ucapannya lantas mengerutkan dahi. "Sesuatu? Cerita apa, ya, Dek?""Aku kemarin sempat liat bos Mbak itu genggam tangan Mbak saat aku masuk ke mobil." Nada bicara yang digunakan Lita terdengar santai. Tapi, aku bisa menemukan keseriusan di dalamnya. Yah ... ada sedikit penekanan. Bahwa hal yang dia bicarakan adalah sesuatu yang serius."Oh ... itu." Aku menelan ludah, gugup. "Sebenarnya ... mbak udah lama pengin cerita ini. Tapi, mbak masih ragu, Dek.""Ragu kenapa? Bos Mbak udah punya istri?" Tatapan Lita beralih dari layar laptop, tajam menusuk menghujam bola mataku."Enggak. Dia masih single, kok, Dek. Mbak udah tanya-tanya karyawan lain dan konfirmasi. Mbak tau, kok. Mbak harus berhati-hati.""Terus? Masalahnya apa?""Mbak masih ragu aja. Dia beneran serius ato hanya sekadar main-main. Usia mbak udah gak muda lagi. Bukan waktunya 'tuk main-main. Mbak
Read more

33. Makan Malam Berdua

Alunan musik terdengar indah dimainkan oleh sebuah grup band di sudut kafe: merdu, mendayu, memanjakan indera pendengaran. Sangat mendukung suasana syahdu bagi pasangan-pasangan di balik meja-meja beralaskan taplak merah jambu dengan vas-vas dan bunga mawar merah merekah.Ini kali pertamanya kencan pertama kami, aku dan Ko Kevin. Setelah berulang kali menolak dengan beragam alasan, baru lah saat ini aku menerima ajakannya.Gugup, tentu itu yang kurasakan. Apalagi degub jantung seperti yang terjadi sewaktu aku merasakan puber dulu, kini mendera dada. Berulang kali aku meneguk minuman di hadapan untuk menyamarkan rasa tak nyaman ini. Ditambah lagi, sesekali aku mendapati Ko Kevin menatapku lekat. Sorot matanya bak ingin menghunus hingga ke relung jiwaku. Ugh!Pancaran matanya seperti menghujam hingga tembus ke jantung, semakin membuatku salah tingkah. Pria itu terlihat berbeda sekali malam ini. Meski setiap hari dia selalu berpenampilan rapi dan modis, tetapi malam ini Ko Kevin sungguh
Read more

34. Lamaran Dari Ko Kevin

Dengan mantap aku mengangguk dan berkata 'Ya'. Tentu saja aku tidak akan menolak pria di depanku ini. Pria yang tulus dan tidak memandang kasta serta harta. Pria yang menerima semua kekuranganku, terlebih lagi aku mencintainya.Gemuruh sorakan semakin kuat terdengar. Ko Kevin dengan senyum mengembang lantas berdiri, meraih cincin di genggamanku dan menyematkannya di jari manis. "Terima kasih." Kecupan lembut mendarat di dahiku, setelah dia mengucapkan dua kalimat itu.~AA~Mesin mobil Ko Kevin telah dimatikan sejak tadi. Kami sudah pulang dan tiba di depan kontrakanku. Namun, sejak mesin mobil dimatikan, Ko Kevin mau pun aku tidak juga mengeluarkan kata-kata sedikit pun. Kami hanya duduk saling diam.Entah apa yang tengah dipikirkan Ko Kevin saat ini, sedangkan aku, aku sungguh merasakan gugup yang tidak terkira.Tentu saja, siapa yang menyangka Ko Kevin baru saja melamarku. Seorang pria berwajah rupawan, memiliki harta dan juga bukan dari keluarga sembarangan, berniat menjadikanku se
Read more

35. Mengunjungi Orang Tua Kevin

Dada Lia berdebar. Sejak dari kemarin sore, Kevin telah memberitahunya untuk bersiap-siap. Sebab pada hari ini pria itu ingin mengajak kekasihnya pergi mengunjungi orang tua Kevin yang tinggal di kota sebelah."Aku ingin memperkenalkan kamu ke mereka, Li. Kamu lihat, kan, kalau aku benar-benar serius ingin menikahi kamu."Kevin bicara pada Lia via telepon."Tapi ... gimana kalo mereka gak suka sama aku, Ko?" Lia malah balik bertanya dengan perasaan ragu.Kevin tertawa. "Jangan berprasangka buruk dulu sebelum melihat sendiri, Li. Mereka baik kok. Tapi ... ya memang orang tuaku tipe orang tua yang memegang prinsip jaman dulu. Mereka amat disiplin dan tegas.""Baru mendengarnya aja aku udah panas-dingin, Ko." Lia mulai merasakan buku-buku jemarinya mengeluarkan keringat dingin.Terdengar lagi suara renyah Kevin. "Panas-dingin karena kamu udah gak sabaran lagi bertemu dengan mereka? Atau takut?"Lia menggeleng. "Entah lah, Ko. Susah bagi aku untuk menjelaskannya." Lia menarik napas panjang
Read more

36. Hanya Dianggap Tamu Biasa

Kevin tertawa renyah sembari mencubit kedua pipi ibunya itu."Mami kayak anak kecil aja. Aku kan sering ke sini, Mi. Cuma beberapa hari ini aku memang lagi sibuk banget. Ada beberapa barang yang harus aku kirimkan ke luar kota." Kevin menjelaskan secara panjang lebar.Baru lah wanita itu yang merupakan ibu dari Kevin bisa memberikan senyuman walau tipis."Oh ya, Mi. Kenalin ini yang namanya Lia, dan ini putrinya Nurul."Mami Kevin menoleh kepada Lia yang sedari tadi diam saja. Wanita itu tidak banyak berkata-kata. Hanya menerima ciuman tangan Lia dan Nurul yang meniru gerakan ibunya itu."Ayo, masuk ke dalam kalo gitu. Jangan berdiri di luar." Mami Kevin mendahului masuk lalu duduk di ruang tamu. Kevin duduk menyusul di sebelah ibunya."Papi mana, Mi?""Tadi keluar sebentar. Jemput teman masa kecilnya di bandara dari Singapura. Teman Papi-mu itu mau nginep di sini katanya beberapa hari.""Siapa, Mi?" Kevin mengerutkan dahi."Om Sarwono. Kamu masih ingat, gak?"Raut Kevin langsung beru
Read more

37. Merasa Asing

Gadis yang dipanggil oleh Mami Kevin dengan nama Siska tersebut pun menoleh. Dia tersenyum lebar menuju wanita itu sembari membentang kedua tangannya. Mereka kemudian saling berpelukan erat sekali."Tante apa kabar? Tante makin cantik aja. Apa, sih, rahasianya?" sapa Siska ramah."Duh kamu ini, lho, yang makin cantik, Nak. Tante sempat bingung tadi mau ngebedain antara kamu sama bidadari. Tante pikir bidadari dari mana yang turun dari mobil suami Tante.""Ah, Tante bisa aja." Siska kembali tertawa renyah memamerkan giginya yang putih dan berderet rapi.Entah mengapa sejak kedatangan Siska, Lia merasa dirinya benar-benar di tempat yang asing. Penampilan terbaiknya hari ini, sungguh kalah jauh bila dibandingkan dengan gadis itu.Siska yang sejak tadi dipandangi oleh Lia dan Nurul tanpa berkedip, sontak menoleh kepada dua beranak tersebut."Siapa mereka, Tante?" tanya Siska.Mami Kevin seperti baru menyadari keberadaan Lia dan Nurul yang masih ada di tengah-tengah mereka. "Oh ... dia Lia
Read more

38. Fakta yang Terungkap

"Maaf, kalau ucapanku tadi ngagetin. Tapi benar, kok. Aku sama Kevin pernah tidur di ranjang yang sama. Waktu itu aku ketiduran di kamar Kevin, eh, Kevin-nya malah gak ngebangunin. Aku dibiarkan tidur di kamarnya sampai pagi." Siska kembali tertawa.Kevin menelan ludah. Dia baru menyadari bahwa ekspresi Lia sedang tidak baik-baik saja."Dulu aku kuliah di Singapura, tinggal di rumah Om Sarwono, Li. Makanya aku dan Siska dekat," terang Kevin.Lia manggut-manggut. Hatinya mulai lega. Keterangan dari Kevin itu cukup menjelaskan opini yang salah di kepala Lia sejak kedatangan Siska tadi."Tapi dulu Kevin pernah cium aku, Tante." Siska melirik Kevin lantas tersenyum simpul.Kali ini Kevin yang tersedak, tapi Siska malah semakin tergelak."Benar kah?" Mami Kevin terbelalak. "Bisa-bisanya, ya, kamu Kevin." Wanita itu menggeleng-gelengkan kepala."Ya dimaklumi aja, Mi. Namanya aja anak kita waktu itu masih labil." Papi Kevin buka suara.Prasangka buruk yang sempat singgah lalu pergi, kini ber
Read more

39. Menghadapi Kenyataan

Nurul telah tertidur sejak tadi, sedangkan Lia masih menonton televisi. Meski mata wanita itu menuju layar benda elektronik di hadapan, tapi Lita tau kakak perempuan satu-satunya itu tengah memikirkan sesuatu."Nih, kopi. Aku juga buatin buat Mbak Lia." Lita menyodorkan segelas kopi instan yang telah terseduh.Lia menoleh lantas menyambut pemberian adiknya itu. "Kamu kebiasaan, ya, Dek. Kasih kopi ke Mbak di jam segini." Lia menggeleng-gelengkan kepala.Lita tertawa, lantas menyusul duduk di sebelah kakaknya. "Gak minum kopi juga Mbak gak bakalan bisa tidur malam ini. Iya, kan?"Lia terdiam sejenak. "Kamu tau dari mana?""Tadi aku udah nanya ke Nurul tentang apa aja yang kalian lakuin di rumah orang tua Ko Kevin." Lita tak membalas tatapan kakaknya. Dia menyeruput kopinya sendiri sambil menatap televisi. "Siapa gadis cantik yang diceritain Nurul ke aku, Mbak?"Lia tersenyum miris lalu menggeleng. "Entah lah. Mbak juga belum tau pasti, tapi ... kayaknya dia dan Ko Kevin pernah punya hu
Read more

40. Kenyataan yang Berbicara

Sore harinya Kevin menepati ucapannya. Namun dia tidak datang sendirian. Ada Siska yang bersamanya. Tentu hal ini membuat Siti terheran-heran dan memaklumi kenapa sedari pagi Lia menjadi pendiam."Hai, ternyata kamu kerja di cabang yang ini, Mbak?" Siska melambai ke Lia secara bersahabat. Ini lah yang membuat kenapa Lia tidak bisa membenci gadis itu. Siska terlalu ramah dan baik, bahkan terlihat menyayangi Nurul saat di rumah orang tua Kevin kemarin."Iya, Mbak. Saya ditempatin di toko yang ini," jawab Lia memaksakan seulas senyum.Kevin sempat kebingungan, bagaimana menjelaskan kepada Lia. Namun Lia selalu menghindari tatapan pria itu. Sedang barang yang baru saja dibawa Kevin dari mobil, segera diambil Siti."Maaf aku gak bisa mampir lama, Li. Aku harus ... nganterin Siska ke suatu tempat." Kevin menjelaskan sembari garuk-garuk kepalanya."Iya, Ko. Gak apa-apa." Bibir Lia tersenyum, tapi tidak dengan matanya. "Oh, ya, Ko. Sekalian aku mau minta izin cuti.""Cuti?" Alis Kevin bertaut
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status