Beranda / Thriller / Tawanan Mafia / Bab 21 - Bab 30

Semua Bab Tawanan Mafia: Bab 21 - Bab 30

41 Bab

Chapter 21 : Malam Pertama

Mentari duduk di ranjang dengan harap-harap cemas. Secara tak sadar, tangannya mencengkram pinggiran ranjang. Matanya tak henti bergulir pada jam di dinding. Terhitung sudah satu jam Max menguncinya di dalam kamar dan meninggalkannya sendirian. Satu hal yang ia takutkan, pria itu benar-benar menginginkan malam pertama di pernikahan mereka.Ayolah, Max adalah pria yang sangat kejam. Akan bagaimana keadaannya jika dia menyentuh Mentari? Terlebih gadis itu juga masih belum siap menyerahkan kehormatannya meskipun status mereka sudah menikah.Ceklek.Perasaan Mentari semakin tak keruan saat tiba-tiba pintu kamar terbuka. Ia terhenyak karena mendapati Max melangkah masuk dan mengunci pintunya, kemudian berjalan sempoyongan ke arah Mentari. Sepertinya pria itu mabuk lagi.Secara refleks, Mentari berdiri takut. Perasannya benar-benar tak enak meskipun disuguhkan oleh Max yang bertelanjang dada d
Baca selengkapnya

Chapter 22 : Keanehan Max

Pemuda yang berjalan dengan bantuan tongkat itu hendak masuk ke dalam lift. Sesekali, matanya melirik ke suatu tempat dengan menajamkan indra pendengaran. Baru setelah waktunya tepat, ia masuk ke dalam kotak besi itu dan segera menekan tombol menutup.Ada yang tidak beres. Ia sadar saat telinganya tak sengaja menangkap suara langkah kaki yang mengikuti kemana pun ia pergi. Shaka menjadi lebih waspada. Bagaimanpun, semua anak buah Max sudah disetel untuk menjalankan perintah Boss-nya.Ting! Pintu lift terbuka bersamaan dengan dua orang pria bermasker yang langsung menyerangnya dari luar menggunakan pisau. Shaka yang sejak tadi sudah mengambil kuda-kuda memukulkan tongkatnya hingga mereka tersungkur dan pisaunya terjatuh ke lantai. Pemuda itu bergegas keluar lift.Namun, nasib sial menghampiri ketika salah satu dari mereka justru menarik tongkat yang digunakan Shaka dari bawah. S
Baca selengkapnya

Chapter 23 : Pria Hidung Belang

Ini semua sulit dicerna. Setiap kata yang Max ucapkan layaknya sembilu yang selalu membuat luka baru di hati Mentari. Ia terkejut hingga secara tak sadar mundur beberapa langkah dari tempatnya. Pegangannya di lengan Max mengendur hingga terlepas begitu saja.Sekali lagi. Harapan yang ia tanam pupus di tengah jalan. Max lah yang telah menghancurkannya untuk kesekian kali.Dia manusia, tetapi tidak memiliki hati. Satu kalimat yang meluncur dari bibirnya terus terngiang di benak Mentari hingga si empunya tak kuasa menahan tangis."Apa ... maksudmu?" tanyanya begitu lirih, tetapi masih bisa didengar oleh Max.Kali ini pria itu berbalik hingga pandangan mereka bertemu. Max berubah menjadi monster lengkap dengan mata elang dan wajah seriusnya."Kau tidak tuli, bukan? Layani pria ini sekarang juga! Dia sudah membayarku dan aku sudah berjanji akan menyerahkanmu padanya," tek
Baca selengkapnya

Chapter 24 : Aku Kotor!

Gadis itu menggeleng pelan, tak percaya dengan apa yang dialaminya. Setelah harga dirinya direnggut paksa, apakah kini takdir juga akan mengambil satu-satunya teman?"Tidak. Itu tidak boleh terjadi!" bantahnya. Ia berusaha membangunkan Shaka dengan menepuk-nepuk pipinya pelan. Kulit pemuda itu terasa dingin hingga wajahnya berubah pucat dan bibirnya membiru. "Kau tidak boleh meninggalkanku apapun yang terjadi, Shaka!"Mentari panik. Ia menekan dada Shaka berulang kali untuk mengeluarkan air yang sudah tertelan juga memacu detak jantungnya. Entah cara ini tepat atau tidak, tetapi Mentari yakin bersama ketulusannya ia akan membuat Shaka bangun.Semua gerak-gerik Mentari tak luput dari perhatian Max. Pria itu berjalan mendekat agar dapat melihat peristiwa menarik di hadapannya. Ia melipat tangan di depan dada kemudian menyeringai."Dia sudah tewas. Itu semua karena kau telat menyelamatkanny
Baca selengkapnya

Chapter 25 : Demam Tinggi

"Bangun! Jangan berpura-pura pingsan di hadapanku!" Max menendang kaki Mentari lumayan kuat. Akan tetapi, gadis itu tak menunjukkan pergerakan. Seolah ia memang sudah larut dalam kehidupan di alam bawah sadar dan tidak akan kembali lagi. "Kau jangan berharap aku akan kasihan denganmu, Mentari! Bangun sebelum aku membuatmu tidak bisa bangun selamanya!"Masih tidak ada pergerakan. Max berjongkok kemudian menarik wajah gadis itu. Ia terlihat pucat, bibirnya yang membiru bergetar dan terlihat menggigil. Sementara matanya masih terus menutup. Sepertinya ia benar-benar tidak sadarkan diri.Max membuang napas kasar lalu meraih tubuh gadis sembilan belas tahun itu dan menggendongnya kembali ke kamar. Ia meringis pelan kala merasakan suhu tubuh Mentari yang tinggi.Max tak langsung meletakkannya ke ranjang. Ia justru menaruhnya di atas sofa karena pakaian Mentari masih basah kuyup.Max merogoh po
Baca selengkapnya

Chapter 26 : Ingin Bunuh Diri

Seorang pria dengan wajah datar dan netra elangnya berjalan melalui lorong sempit berbau busuk. Pencahayaan yang temaram tak membuat aura mengerikan dari pria tersebut lenyap. Justru sebaliknya, kegelapan seolah membuatnya semakin terlihat seperti jelmaan iblis yang gemar menyakiti manusia.Max berhenti di depan sebuah bilik penjara yang jauh dari kata layak. Selain ukurannya sempit, tempat tersebut sangat kumuh dan menjadi sarang ternyaman para lalat hijau karena banyak bangkai tikus atau bahkan potongan daging manusia yang tergeletak begitu saja. Ia lalu memandang remeh seorang pria yang meringkuk di dalamnya."Kurasa tempat ini cocok untukmu, Arshaka."Pria malang dengan pakaian yang masih basah kuyup itu terbangun dari tidurnya. Setelah diikat di dasar kolam, anak buah Max selalu menyiramnya dengan seember air setiap satu jam sekali karena tak ingin membiarkan pakaiannya kering.Ia m
Baca selengkapnya

Chapter 27 : Kemarahan Shaka

"Brengsek! Kenapa kau tidak bilang padaku sejak awal?! Apa yang telah pria itu lakukan sudah melampaui batasannya!" Lagi-lagi suara pria itu berubah tinggi. Wajahnya memerah dan mata teduhnya berkilat tajam. Mentari bahkan tak berani untuk menatap Shaka lebih lama. "Ma–maaf ....""Max benar-benar iblis! Bajingan! Rasanya semua umpatan belum cukup untuk menghinanya. Dia ... dia lebih rendah dari anjing." Pemuda itu balik menatap tajam Mentari yang sudah merinding di dekatnya. Shaka kembali memegang kedua bahu Mentari. "Jika saja kau mengatakannya sejak awal, aku pasti akan memberinya pelajaran. Aku tidak peduli jika nantinya aku harus mati mengenaskan di tangannya."Tanpa sadar, Shaka menjadikan bahu Mentari sebagai pelampiasan. Ia mencengkramnya erat hingga gadis itu meringis kesakitan. "Shaka, sakit ...." Tidak ada reaksi. Shaka masih tenggelam dalam pikirannya. "Shaka, lepaskan! Kau menyakitiku!" Ia menghempas
Baca selengkapnya

Chapter 28 : Obat Perangsang

Obat perangsang. Hanya itu yang Shaka pikirkan saat ini. Kapan dan dimana ia mendapatkannya ia belum tahu. Efek obat itu memang luar biasa. Saat seharusnya ia berjalan menuruni tangga, kini ia justru berputar arah dan pergi ke sebaliknya. Tubuh Shaka memanas. Tanpa sadar ia sudah membuka dua kancing teratasnya hingga dada bidang nan berotot miliknya terpampang jelas. Dan ya, sesuatu di bawah sana sudah mendesak ingin dikeluarkan dan mencari pasangannya. Sampai di ujung tangga, intuisinya mengatakan bahwa ini tak seharusnya terjadi. Akan tetapi, tubuhnya bereaksi lain. Kakinya terus maju ke arah kamar yang beberapa saat lalu ia tinggalkan. Kamar Mentari.Ia berada di ujung kegelisahan. Bisa saja ia langsung merangsek masuk ketika menemukan pintu kamar Mentari tak terkunci. Tapi hatinya ... hatinya melarang tegas itu semua. Mentari adalah temannya, orang yang dia cintai. Tidak mungkin ia bersikap seperti hewan dan melampiaskan
Baca selengkapnya

Chapter 29 : Shaka dan Pelayan

Seorang wanita dengan balutan seragam pelayan kini berjalan menuruni tangga dengan wajah sumringah. Ia berhenti sejenak dan duduk di anak tangga terakhir untuk membuka amplop pemberian Max. Ketika jemari lentiknya mulai merogoh isi amplop, di saat itu pula sesuatu yang tajam menggores tangannya cukup dalam sehingga menimbulkan rasa perih yang tak tertahankan."Arrrgh ...!" Leonny kembali menarik tangannya, sedetik kemudian terperangah ketika menyaksikan beberapa jarinya terluka serta mengeluarkan darah cukup banyak.Dia memandang amplop di tangannya dengan tatapan ngeri. Sisa darahnya bahkan merembes keluar dan membuatnya yakin ada sesuatu di dalam amplop tersebut. Untuk mengeceknya, ia membalik ujung amplop sampai seluruh isinya keluar."What?! Seriously?" Leonny benar-benar terkejut dengan apa yang ia temui. Ayolah, orang gila mana yang menaruh pisau kecil dengan permukaan tajam
Baca selengkapnya

Chapter 30 : Kesalahpahaman

Mentari mengurai pelukan sang pelayan di tubuhnya lalu menatap Shaka marah. Apa yang dia dengar dan lihat, semakin mengisi kebencian dalam hatinya. Ia sungguh tak menyangka, pemuda yang sudah dia anggap sebagai sahabat, mampu berbuat hal sepicik ini untuk memenuhi hasrat. Dan yang lebih memalukannya lagi, pria itu mengatasnamakan rencananya di balik kata 'cinta'.Mentari bangun dari ranjang dan berdiri sejajar dengan pemuda itu. Tangannya mengepal erat kemudian ....Plak!Sebuah tamparan keras ia layangkan pada Shaka untuk kedua kalinya. Pria itu sampai menoleh ke samping dan pipinya mulai memerah."Mentari?" Shaka yang belum paham hanya memandang gadis itu penuh tanda tanya."Aku tidak menyangka kau bisa melakukan semua ini. Kau sama saja seperti Max. Bagiku, kalian sama-sama menjijikkan!" tegasnya penuh amarah.Alis tebal Shaka menyatu. Ia beru
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status