Semua Bab Wanita Yang Menundukkan Pandangannya: Bab 1 - Bab 10

39 Bab

Bab1. Salwa Habibah

Salwa Habibah, anak bungsu dari tiga bersaudara. Dia sekarang berumur dua puluh dua tahun. Dia bekerja sebagai Desainer baju muslim. Penampilan sehari-harinya yang berjilbab besar, menutupi hampir semua bagian atas tubuhnya. Dia sangat baik dan juga sopan.Wajahnya tidak begitu cantik, tapi orang tidak akan merasa bosan melihat wajah ayu Salwa.Salwa dikenal orang lain sangat pendiam. Dia juga selalu menundukkan kepalanya setiap kali berjalan di sekitar rumahnya.Dengan sikapnya itu, bahkan teman-teman sekolah, sampai teman kuliahnya pun menjadi segan kepadanya.Guru dan juga Dosennya dulu juga ikut merasa segan kepada Salwa.Dia tinggal bersama dengan kedua orang tuanya beserta kedua kakaknya. Namun sekarang, kakak keduanya tengah bekerja di Bandung menjadi seorang Pengacara.Kakak pertama Salwa bernama Adam Habibah, dia berusia dua puluh tujuh tahun. Dia tinggal di Solo bersamanya dan kedua orang tuanya. Dia meneruskan usaha ke
Baca selengkapnya

Bab2. Kebiasaan Dari Kecil Tidak Bisa Hilang

Sesampainya di rumah, Abah dan Umi tidak berada di rumah. Abah Ali dan Umi Siti sedang pergi mengunjungi Pak Rt yang sedang sakit.Abah sebelumnya sudah memberi tahu Adam, jika mereka akan pergi ke rumah Pak Rt. Hanya saja Abah tidak bilang akan kesana jam berapa."Mas, kok rumah sepi sih? Abah sama Umi kemana?" tanya Salwa."Kayaknya udah berangkat jenguk Pak Rt deh, Dek." Adam menaruh serabi titipan Umi di meja makan.Salwa menggangguk. "Mas, Salwa ke kamar dulu ya, mau bersih-bersih," ucap Salwa yang merasa jika badannya sudah sangat lengket."Iya! Nanti sholat maghribnya jamaah sama Mas ya." Adam mengingatkan Salwa untuk sholat maghrib berjamaah dengannya nanti.Kali ini, Adam tidak pergi ke masjid. Tidak mungkin Adam meninggalkan Salwa sendirian di rumah, jadi Adam memutuskan, mereka akan sholat berjamaah berdua di rumah. Selesai sholat, mereka juga akan mengaji bersama.Kebiasaan yang dilakukan sedari kecil memang su
Baca selengkapnya

Bab3. Memilih Dalam Berteman

Sore ini seperti biasa, Salwa sedang duduk di bangku depan butiknya menunggu Adam datang menjemputnya. Salwa yang sedang menunggu kedatangan Adam, tiba-tiba disapa seorang wanita yang tengah menggandeng laki-laki.Merasa disapa, Salwa lalu mendongak untuk melihat siapa yang menyapanya. Ternyata yang menyapanya adalah Fuji teman sekolahnya dulu.Walaupun mereka tidak akrab, tetapi mereka juga pernah terlibat beberapa kali mengerjakan tugas bersama.Salwa lalu mengalihkan pandangannya, karena dia melihat Fuji yang tengah menggandeng laki-laki, mungkin pacarnya.Fuji yang memang sudah mengetahui sikap Salwa, hanya maklum saja. Berbeda dengan pacar Fuji. Dia merasa terhina karena Salwa langsung membuang mukanya begitu melihatnya.Adi, pacar Fuji menarik pelan tangannya yang sedang digandeng Fuji."Kamu apa kabar, W*?" tanya Fuji basa-basi."Alhamdulillah baik. Kamu apa kabar?" jawab Salwa yang masih menunduk."Kenapa si
Baca selengkapnya

Bab4. Menginginkan Anak Soleh Dan Solehah

Setelah makan malam, Salwa langsung pergi ke kamarnya. "Abah, Umi, Mas Adam! Salwa ke kamar dulu ya," pamitnya. Seperti kebiasaan Salwa, sebelum dia tidur dia pasti akan mencium wajah Abah dan Umi. Begitu juga dengan kedua kakaknya jika berada di rumah."Adam juga ke kamar ya Abah, Umi." Adam juga ingin kembali ke kamarnya.Namun, Adam ditahan oleh Abah terlebih dahulu. "Adam! Abah mau bicara dulu sama kamu," ucap Abah.Melihat tatapan serius abahnya, Adam pun menurutinya. Adam lalu kembali duduk di kursi."Ada apa Abah?""Kamu sekarang sudah berumur dua puluh tujuh tahun kan? Abah mau tanya, kamu sudah siap untuk menikah?"Umi yang juga masih berada di ruang tamu, mendengarkan dengan seksama apa yang diucapkan suaminya itu.Adam terdiam sesaat. Berpikir cara yang tepat untuk menyampaikan apa yang ada dipikirannya sekarang."Kalau Adam ditanya tentang kesiapan Adam untuk menikah, ins
Baca selengkapnya

Bab5. Sadar Diri

Salwa jadi ikut pergi ke ruko yang sekarang dikelola oleh Adam. Di Solo, pusat penjualan kain sangatlah banyak, terutama kain batik. Salwa yang memang menjual baju-baju muslim, selalu mencoba mencari ide bagaimana supaya baju muslim itu menjadi menarik saat di pakai.Tidak mudah memang. Di zaman sekarang ini, wanita-wanita lebih memilih untuk memakai pakaiam yang terbuka dan ketat. Tidak semua memang, tapi sebagian besar memilihnya.Disinilah tantangan Salwa, dia harus bisa membuat busana muslim yang menarik pembeli. Bukannya hanya menarik pembeli, tapi Salwa juga berharap, saudari muslim yang lainnya juga mau kembali menutup auratnya.Salwa membantu Adam membuka ruko. Salwa menata kain-kain yang saat ruko tutup dimasukkan ke dalam."Udah Dek! Itu biar Mas saja yang lakukan. Kamu tolong bereskan meja kasir saja!" ucap Adam yang kasihan melihat Salwa mengangkat kain untuk diletakkan di depan ruko."Iya Mas!" Salwa menurut apa kata Adam.
Baca selengkapnya

Bab6. Iwan Side

Iwan tengah berada di dalam kamarnya. Dia duduk bersandar di kepala ranjang. Dia kembali merenung, memikirkan tentang masa lalu.Bagi Iwan, Salwa itu merupakan sosok malaikat untuknya. Tanpa disadari Salwa, dia bisa menarik Iwan dari kegelapan hatinya, dan membawanya ke cahaya yang terang.Iwan pikir, jika saja dulu Salwa tidak muncul di hadapannya, mungkin dia akan menjadi orang yang sangat berbeda sekarang.Kemungkinan, Iwan akan menjadi seorang laki-laki brengsek yang penuh dosa, dikarenakan rasa kecewa kepada orangtuanya.Rasa sakit di hatinya, itu akibat dari perceraian orangtuanya, yang tanpa sadar menyakiti Iwan sangat dalam.Disaat terpuruknya, Salwa datang mengulurkan tangannya dengan senyum manis yang tersungging di bibirnya.Iwan yang saat itu masih berusia empat belas tahun, merasa terpesona dengan senyum manis dan tulus yang ditunjukkan Salwa.Dengan ke
Baca selengkapnya

Bab7. Family Time

Minggu siang ini setelah sholat dhuhur, Salwa berbaring di pangkuan uminya.Waktu weekend seperti ini, biasa mereka gunakan untuk berkumpul bersama. Selain itu berkumpul seperti ini juga bisa mempererat hubungan mereka."Dek! Gantian napa." Adam, walaupun sudah berumur dua puluh tujuh tahun, tapi dia juga masih suka bermanja-manja dengan uminya.Didikan orangtua mereka yang selalu mengajarkan tentang kasih sayang kepada keluarga dan juga pentingnya menghabiskan waktu seperti sekarang ini, membuat Adam dan kedua adiknya menjadi dekat satu sama lain.Hanya kurang Husein saja saat ini. Dikarenakan dia sekarang sedang bekerja di Bandung, sehingga dia tidak bisa ikut berkumpul dengan mereka.Setiap kali Husein pulang ke Solo, maka Husein pasti akan memonopoli uminya. Dengan alasan dia sudah lama tidak bertemu, maka mau tidak mau kedua saudaranya pasti akan mengalah.Kasihan juga, pikir mereka. Husein hanya akan
Baca selengkapnya

Bab8. Kepulangan Husein

"Akhirnya! Sampai juga di Solo." Husein merenggangkan tangannya, sembari menghirup udara Solo yang sudah satu bulan ini tidak dijumpainya.Husein sampai di bandara Adi Sumarmo pada pukul sebelas siang.Husein melihat jam di tangan kirinya. "Sebentar lagi sudah waktunya makan siang," ucap Husein.Husein tadinya ingin langsung pulang saja ke rumah. Tapi akhirnya dia urungkan niatnya itu. Dia memilih untuk sholat dzuhur, dan makan siang terlebih dahulu, baru pulang.Husein berjalan keluar dari bandara. Alih-alih memilih untuk naik taksi, Husein malah lebih memilih untuk naik becak.Selain bisa membantu pemasukan tukang becak, Husein juga bisa menikmati keindahan kota Solo."Mereka pasti terkejut dengan kepulanganku. Apalagi aku akan menetap mulai sekarang." Husein sangat antusias untuk bertemu dengan keluarganya yang sudah satu bulan ini tidak berjumpa.~
Baca selengkapnya

Bab9. Musibah

Seperti pesan Abah kepada Adam tadi yang menyuruhnya untuk tidak menunggu mereka makan malam. Adam mengajak kedua adiknya itu untuk makan malam."Mas Adam yakin, Abah sama Umi telat pulangnya?" tanya Salwa."Iya Dek! Tadi sebelum Abah pergi, Abah berpesan agar kita makan malam terlebih dulu, karena Abah sama Umi mungkin bakal sampai malam."Mereka bertiga kini tengah berada di meja makan. "Nyesek banget sih nasibku. Rencana pulang mau memberikan surprise, malah Abah sama Umi belum pulang juga," ucap Husein sedih."Udah Mas, nggak usah sedih. Abah sama Umi memang belum pulang, tapi Salwa tadi terkejut loh, tiba-tiba melihat Mas Husein ada di rumah," ucap Salwa."Sudah! Bicaranya dilanjutkan nanti. Sekarang kita makan dulu," ucap Adam."Iya Mas," jawab Salwa dan Husein serempak.Makan malam ini, Salwa yang memasak. Menunya juga hanya seadanya. Salwa memasak bahan yang ada di dapur."Masih enak seperti biasanya Dek,"Husein memuji masakan Salwa."Salwa gitu loh!" jawab Salwa senang karena
Baca selengkapnya

Bab10. Kepergian Abah Dan Umi

Mereka bertiga kini sedang berada di kamar jenazah. Mereka melihat jasad kedua orang tuanya yang terbujur kaku di bankar rumah sakit.Salwa sudah menangis sesegukan, Husein menangis tanpa bersuara. Sedangkan Adam, dia berusaha sekuatnya agar tidak menangis.Kedua adiknya kini tengah terpuruk, dia harus bisa menjadi sandaran dan kekuatan untuk mereka. Dia mencoba untuk kuat di tengah rasa sakitnya.Adam memeluk Salwa dengan erat. Adam melihat ke arah Husein yang menatap jasad kedua orang tuanya, menangis tanpa bersuara.Adam tidak tahu seberapa sakit hatinya Husein sekarang. Disaat dia sudah pulang, bermaksud untuk memberikan kejutan untuk mereka, tapi malah dia yang mendapatkan kejutannya.Di tengah kesedihannya, Adam tidak bisa membiarkan ini berlarut-larut. Adam kemudian meminta kepada pihak rumah sakit untuk mengantarkan jasad kedua orang tuanya kembali ke rumah.Salwa tidak berh
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status