Semua Bab Dikira Miskin Saat Pulang Kampung: Bab 41 - Bab 50

304 Bab

Isi Perjanjian Brian

"Dek!" panggil Vano dari depan rumah. Halimah berjingkat, lalu berpamitan pada Diah untuk masuk.  "Ingat kata-kataku, Hal. Bisa jadi suamimu itu kayak pacar Hesti. Pinjam uang dengan surat perjanjian. Hesti sampai histeris loh tadi. Penasaran aku," seloroh Diah mencoba menakut-nakuti Halimah.  Halimah hanya tersenyum tipis lalu berlari kecil menuju ke rumahnya. Hatinya diliputi kecemasan. Melihat keakraban Vano dan Ki Kusumo tadi, seolah menjelaskan jika mereka bukan hanya sekedar kenal sebagai Bos dan pelanggan Cafe tetap saja. Tapi ada hal lain, dan Halimah tidak tau itu.  "Siapa laki-laki tadi, Mas? Bu Diah bilang dia rentenir?" selidik Halimah.  "Emang. Dia emang rentenir. Kesini ada urusan katanya," jawab Vano datar. Dia tidak ingin Halimah menc
Baca selengkapnya

Arini hamil

 Eni merampas gunting di tangan Hesti dan melemparnya ke segala arah. Hesti menunduk. Dia menangis tapi tidak bersuara. Dunianya hancur saat tau jika Brian ternyata hanya memanfaatkan dirinya, dan sekarang ... dia justru harus menjadi penebus utang pada Ki Kusumo.  "Biarkan aku mati, Bu," lirih Hesti.  Eni memukul kepala Hesti dengan keras. Terdengar rintihan dari mulut putri sulung Eni itu dengan satu tangan memegang kepalanya yang terasa sakit.  "Jangan bodoh! Kamu kira dengan kamu mati, maka semuanya selesai, begitu?" teriak Eni lantang. "Memang ... selesai bagi kamu, tapi tidak bagiku, Hes. Kamu yang datang kesini sama Brian brengsek itu dan merengek-rengek minta sertifikat sawah ... tapi apa sekarang yang kudapat? Bukannya mobil mewah kayak punya Halimah ... justru lelaki sialan it
Baca selengkapnya

Permintaan Maaf Astri

"Ka ... kamu hamil?"  Arini mengangguk ragu. Jemarinya mengelus perut yang masih rata di depan Eni. Sebisa mungkin Eni menahan diri agar tidak murka. Justru senyuman bahagia dia lontarkan sembari mencari cara bagaimana agar janin Arini bisa luruh.  "Sialan! Bikin tambah malu aja nih anak kalau sampai para tetangga tau dia hamil," batin Eni cemas.   "Aku harus bisa menggugurkan kandungannya." Eni bermonolog dalam hati dengan kedua mata memicing menatap Arini yang tengah bahagia sekali bisa mengatakan kabar kehamilannya pada Ibu Tarjo.  "Tapi, Rin ... apa nggak sebaiknya kamu gugurkan dulu bayi itu?"  "Tidak akan!" sahut Arini cepat. "Janin ini adalah penguat hubungan cintaku dengan Kang Ta
Baca selengkapnya

Siapa Dalang Kebakaran?

 Fani menatap Halimah dengan napas memburu. Sebelum suasana semakin runyam, Astri menarik kasar tangan Fani dan berpamitan untuk pulang pada keluarga Leha.Halimah mendesah. Dia merasa banyak sekali masalah yang mendatangi hidupnya kini. Terbesit keinginan untuk membawa Bapak dan Ibunya untuk tinggal di kota saja. Untuk apa hidup di desa jika suasananya sudah tidak senyaman dulu lagi."Sabar, Nak. Satu per satu masalah ini pasti menemukan jalan keluarnya," hibur Leha pada Halimah.Mereka semua diam, bergelut dengan pikiran masing-masing, hingga suara telepon genggam Halimah berbunyi nyaring di ruangan."Mas Vano," gumam Halimah.Dengan cepat dia menggeser ikon ke kanan, terdengar kericuhan di seberang sana yang tertangkap di ponsel Halimah. "Ribut sekali, Mas. Apa baik-baik saja?" Karim dan Leha mendekat, begitu juga Tomi, mereka benar-benar khawatir dengan keadaan Vano yang sedang men
Baca selengkapnya

Akhir Tragis untuk Gina

"Ayo, arak dia! Dasar wanita murahan!" "Berani-beraninya kamu kumpul kebo dengan suamiku, hah? Wanita nggak tau diri!" "Gundul saja rambutnya! Bila perlu hajar sekalian!" Teriakan demi teriakan dari luar rumah terdengar begitu nyaring membuat seluruh keluarga Halimah keluar dan melihat apa yang sedang terjadi. "Astaghfirullah!" Halimah menutup kedua mulutnya. Dia kembali masuk ke dalam rumah dan keluar lagi dengan membawa selimut lebar. Dililitkannya tubuh Gina hingga tidak lagi telanjang bulat. Kemarahan para warga membuat tingkah Halimah semakin memancing emosi. Mereka beranggapan jika Halimah sok baik karena berusaha melindungi Gina yang tertangkap basah sedang berbagi peluh dengan suami Bu Afifah, bendahara di kampung ini. "Minggir kamu, Hal! Jangan berani-berani menutupi tubuh wanita jalang ini. Dia pantas dipermalukan!" teriak Destina, anak Bu Afifah da
Baca selengkapnya

Kepergian Gina

"Usir saja dia, Pak RT, jangan diterima lagi di kampung ini!" teriak Afifah lantang. Nafasnya memburu membayangkan suaminya berbagi peluh dengan wanita lain, apalagi di depan anak kecil ... anak Gina dan Kusaini. Memang ... tujuan Gina saat itu adalah pergi dari kampung dan kembali ke rumah orang tuanya. Siapa sangka, di jalan dia justru bertemu dengan Faisal, salah satu langganan malam yang hampir tidak pernah lagi mencicipi tubuhnya sejak menjabat sebagai bendahara kampung.Melihat Gina berjalan dengan seorang anak kecil, Faisal memberanikan diri menawarkan bantuan, tentu saja bukan bantuan cuma-cuma, keduanya membuat kesepakatan bersama, setelah memuaskan Faisal, lelaki itu akan mengantar Gina kembali ke kampung halaman.  Tapi sayang ... malang tak dapat di tolak. Afifah pulang lebih cepat dari kumpulan ibu-ibu sosialita. Hatinya tercabik bahkan terkoyak melihat suaminya bergumul dengan Gina, tetangganya sendiri sekalipu
Baca selengkapnya

Pelaku Pembakaran Cafe

Dada Kusaini terasa nyeri. Bagaimana bisa seorang ibu begitu mudah melepaskan anaknya. Kusaini pikir, dengan menahan sang buah hati, itu artinya menahan kepergian Gina dari hidupnya. Tapi salah ... Gina justru senang ketika Kusaini menahan langkah buah hatinya untuk mendekat ke arah dimana dia berdiri. "Bawa anak itu ke rumah, Kus. Benar-benar wanita gemblung! Sana pergi kamu, jangan balik lagi ke kampung ini!" usir Eni dengan berkacak pinggang. Gina berjalan gontai menyusuri jalanan kampung yang lenggang. Di tengah jalan, dia bertemu Tomi dan keluarganya yang hendak ke balai desa.  "Pulang saja ... semuanya sudah selesai," tutur Gina datar tanpa menghentikan langkah.  Mereka bungkam. Satu sisi begitu iba dengan takdir Gina, tapi di sisi lain, kelakuannya memang tidak bisa dibenarkan. "Oh ya ... Terima kasih karena kamu telah merusak kehidu
Baca selengkapnya

Arini kah?

"Halah ... giliran masalah di kampung kita udah kelar, mereka sekeluarga baru datang! Tetangga apaan model gitu?" seloroh Eni dengan menatap tajam pada keluarga Leha yang baru saja datang ke balai desa. "Mending situ diam deh, Bu En. Lagian masalah di kampung kami juga biang keroknya semua keluarga sampean," tutur Diah. Wanita itu sekarang terang-terangan menunjukkan sikap tidak sukanya pada Eni yang selama ini dianggap terlalu pongah pada tetangga yang lain. "Pertama Tarjo yang menculik Halimah, lalu Hesti yang buat keributan jadi pelakor ... eh, sekarang menantunya kumpul kebo. Heran, nggak ada baik-baiknya tuh keluarga." Mendengar penuturan Diah, dada Eni naik turun. Napasnya memburu meskipun diam-diam membenarkan apa yang dia ucapkan. Tapi bukan Eni namanya jika mudah mengalah. Dia menatap mata Diah dengan tajam tanpa berkedip. Bukannya takut, justru Diah bersedekap dada dan balik menatap nyalang ke arah Eni. "Kenapa
Baca selengkapnya

Pelaku yang Sebenarnya

 Pak RT celingukan. Sosok Arini yang mereka cari tidak ada padahal jelas tadi dia datang ke balai desa untuk menyaksikan kejadian Gina. "Rin, mau kemana? Ngapain sih lari-lari?" teriak Anya, tetangga dekat Arini. Mereka datang bersama tadi ke balai desa. Semua mata menoleh ke arah dimana Arini berlari. Tomi melihat ke arah Vano, lalu keduanya mengejar Arini yang semakin menjauh. Melihat Arini dalam kepungan Vano dan Tomi, Eni hendak melenggang pergi, namun teriakan Arini terpaksa membuatnya berhenti."Bu En, tolong aku!" teriak Arini lantang.Eni menunduk, dia mengambil cucunya dalam gendongan dan hendak berlalu, namun Kusaini menghentikan langkah Eni dengan cepat. "Lepaskan, Kus!" seru Eni marah. "Bu Eni ... tolong aku. Aku sedang mengandung anak Kang Tarjo!"Suasana di balai desa mendadak hening. Para warga wanita menutup mulut dengan kedua tangan
Baca selengkapnya

Perseteruan

Halimah menoleh dan mendapati Nur tengah berlari kecil mendekat ke arahnya. Melihat Nur menghampiri Halimah, Eni menghentikan langkahnya dan ikut mendekati mereka. Eni ingin tau apa yang akan Nur katakan pada keluarga Leha."Ada apa, Mbak Nur?" tanya Halimah."Anu, Hal ... itu ... apa Agung bisa keluar dari penjara, Hal? Dia tidak bersalah bukan?" Mendapat pertanyaan tentang Agung, Halimah menoleh pada Vano."Maaf, Mbak Nur, meskipun Agung tidak ikut menyekap Halimah, tapi dia ikut andil dalam penculikan itu," tutur Vano, "Biar pengadilan yang memutuskan, Mbak. Tapi untuk mencabut tuntutan, maaf, saya tidak bisa dan tidak mau," sambung Vano tegas.Nur meremas ujung bajunya dengan gelisah. Tiba-tiba ...."Tolong, Hal. Lepaskan Agung, aku mohon!" ujar Nur dengan bersimpuh di kaki Halimah.Beberapa warga yang tersisa menatap iba pada tindakan Nur, tapi beberapa lagi justru menyayangkan sika
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
31
DMCA.com Protection Status