Beranda / Horor / Teror Kumara Merah / Bab 1 - Bab 10

Semua Bab Teror Kumara Merah: Bab 1 - Bab 10

15 Bab

1. Pesanan dari Kamar Mayat

Tangan Parmin gemetar ketika tepat pukul 00.00 tengah malam mendapatkan pesan misterius. "Mas Min, saya pesan kopi panas, anterin ke ruang kelas satu," tulis pesan tersebut. Parmin menduga dari salah satu keluarga pasien RS Moegie Waras yang berjaga di sana. Dahi Parmin mengernyit. Dia memang telah membuka layanan pesan antar. Namun, itu hanya berlaku untuk para petugas jaga saja. Lantas, dari mana keluarga pasien mengetahui nomor kontaknya? Parmin berpikir, barangkali dapat dari perawat jaga atau Mas Satpam.Parmin mengamati foto profil "W******p" pengirim pesan tersebut. Gadis bergaun merah. Wajahnya tidak terlihat karena posenya membelakangi, hanya menampakkan rambut yang tergerai lurus. Lagi pula tengah malam seperti itu, di ruang rawat kelas satu, bukankah itu ruangan yang dekat dengan kamar yang bahkan, Parmin tak berani menyebutkan namanya. Parmin terus memikirkan bermacam praduga di kepalanya. Setengah bergidik Parmin membayangkannya harus mengunjungi rua
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-11-16
Baca selengkapnya

2. Memasuki Alam Lain

Sesosok berpakaian putih yang tadi di kejarnya samar terlihat di pojok ruangan. Namun, ketika ia menajamkan penglihatan sosok itu sudah tak ada. Perlahan ia bangkit. Dalam benaknya lari adalah jalan terbaik. Meski goyah ia tetap berusaha mundur mencari jalan keluar dari ruangan mengerikan itu. Parmin segera berbalik. Namun, tubuhnya menabrak sesuatu di belakangnya. "Aaaa!" Parmin berteriak sembari menutupi wajahnya. "Mas Min ...." Suara merdu yang didengarnya seketika membuat Parmin memberanikan diri membuka mata. Dia mengembuskan napas lega. Seorang gadis bergaun merah berdiri di hadapannya, tengah menatapnya lurus tanpa senyum. Parmin yang ketakutan, berusaha melirik ke bawah. Ternyata kaki gadis itu masih menapak lantai. "Ah, Mbak ternyata manusia. Kupikir hantu." Parmin mengusap dada, merasakan degup jantung yang tak beraturan. Gadis bergaun merah itu memberikan senyum yang samar dan aneh. Sangat aneh, tengah malam mengapa seorang gadis berada d
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-11-16
Baca selengkapnya

3. Pembunuhan di Depan Mata

Lelaki itu menyeret sang Gadis menuju belakang rumah. Si lelaki memukuli berulangkali hingga gadis itu kelojotan kemudian bergeming. Saat melihatnya, Parmin kalap, kaki Parmin yang asalnya terasa lemah, mendadak mendapat kekuatan, ia mencoba meraih apa pun yang ada di dekatnya. Batu, ranting, dan kayu. Namun apa daya, sekuat apapun ia berusaha mengambil semua seperti tak dapat diraih. Ia seperti tak beraga. Parmin luruh ke atas tanah. Ia menangis, meraung, dan menjambak-jambak rambutnya. "Maafkan aku, maaf. Tak mampu menolongmu." Parmin terduduk kelelahan. Ia sangat frustasi, berharap ada yang menolong mereka. Angin berembus meniup kabut, menghilangkan dua manusia yang ada di hadapannya dari pandangan Parmin. "Tidaak!" Parmin menjerit. Ia bangkit dengan terseok-seok mencari ke sana ke mari. Tak peduli kakinya terasa perih. Tiba-tiba dari arah depan ia melihat sosok lelaki itu menyeret tubuh tak bernyawa gadis yang sudah tak karuan rupanya. Bajunya yang putih berl
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-11-16
Baca selengkapnya

4. Kepala yang Terpenggal-Penggal

Parmin akhirnya memutuskan untuk pulang kampung, setelah mengalami mimpi buruk pasca kejadian pesanan kopi dari kamar mayat RS. Moegi Waras yang membawanya memasuki ruang waktu dunia lain. Parmin harus menyaksikan sendiri rekaman kematian seorang gadis oleh ayah tirinya seakan-akan ia hadir menyaksikan langsung kejadian pembunuhan tersebut. Warungnya memang ramai setelah kejadian itu. Namun, saat sendirian Parmin merasakan seseorang selalu mengawasinya. Bahkan, beberapa kali ia mendapat mendapati seseorang menggedor pintu warungnya saat tengah malam, dan ketika dibuka, tak ada seorang pun. Selain itu beberapa pelanggan dan keluarga pasien yang mendatangi warungnya tengah malam, sering memergoki sosok gadis bergaun merah di bawah pohon kersen di depan atau atap warungnya. Menurut para ahli supranatural yang dipanggil untuk mengobati Parmin, ia bukan masuk ke dunia hantu. Namun, ia melihat rekaman kejadian ruang dan waktu pembunuhan yang ditinggalkan si gadis. Ketakutan
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-11-17
Baca selengkapnya

5. Pohon Keramat

"Mas, Mas, bangun, Mas!" Parmin membuka matanya tatkala mendengar suara panggilan seseorang. Hah, dia menghela napas, rupanya dirinya hanya mimpi. Mimpi yang sangat mengerikan, batinnya. Jantungnya terasa berdegup dengan kencang. "Maaf, saya bangunkan. Masnya enggak apa-apa?" tanya supir. "Ga papa, Mas Pir. Saya hanya mimpi." Parmin menyeka keringat di dahinya. "Masnya kecapekan, ya? Tidur sampe mengingau keras, gitu?" "Mungkin, Mas." Parmin tersipu malu. Namun, selain rasa malu, ia pun merasa resah. Mimpinya begitu nyata dan mengerikan. Rasa takut dan kagetnya masih terasa hingga dia terbangun. Apakah gadis itu masih mengikutinya bahkan, hingga ke kampung halaman? "Sudah sampai mana, Mas Supir?" tanya Parmin. "Ini mau masuk gerbang tol kalijati, Mas." Parmin pun bersiap-siap untuk turun ketika papan nama petunjuk arah kecamatannya terlihat dengan jelas. Turun dari travel, Parmin celingak celinguk di depan agen. Ponselnya sudah kehabisan baterai s
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-11-17
Baca selengkapnya

6. Pocong di Rumah Emak

Pintu terbuka dan sesosok putih menyambut mereka, berdiri di tengah- tengah pintu dalam ruangan gelap. Ricky kaget pun menjerit dengan keras. "Aaaa Pocooong!" teriaknya, kemudian berbalik hendak mengambil langkah seribu. Namun, belum sempat kakinya melangkah, Parmin keburu mencekal kerah bajunya. "Berhenti!" "Ha-hantuuu, lepaasss!" Ricky yang panik, semakin ketakutan mengira Parmin adalah hantu yang mencekalnya. "Berhenti, Ky! Ini aku! Itu emakku, bukan hantu!" "Bukan, kamu hantu! Eh-eh, be-benarkah?" tanya tak percaya. "Parmin, kamu datang, Nak?" Emak berdiri di tengah pintu menggunakan kain telekung putih sepertinya baru selesai tahajud. Mendengar suara Emak yang sangat dikenalnya, Ricky menahan langkahnya dan kemudian berbalik. "Astagfirullaah, Emaaak, ngagetin aja. Kirain teh hantu!" "Eh, kamu ngatain emak hantu? Kualat nanti kamu, Ky! Lagian atuda, kalian sendiri yang malam-malam gini menggedor-gedor, emak ya baru selesai sholat la
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-12-02
Baca selengkapnya

7. Siapa yang Mengawasi Kasih?

Mata Parmin terbuka mendengar sayup-sayup suara Azan yang membangunkannya. Sementara itu, Ricky masih terlelap di kasurnya dengan sangat nyaman. Padahal, semalam tidurnya sangat gelisah sampai mengganggu Parmin beberapa kali, hingga akhirnya ia pindah tidur di lantai beralas tikar. "Sudah shalat, Min?" Emak menyambutnya di pintu dapur membawa ceret berisi air panas dan ubi cilembu panggang. Aroma wangi yang menguar terhidu penciuman Parmin. Terasa harum dan manis. Ubi Cilembu salah satu makanan khas Cilembu. Jika dipanggang dengan oven akan mengeluarkan cairan yang kental seperti madu. Parmin mencomotnya dan meraih segelas teh panas yang dihidangkan emak. Meski sudah sepuh, emak perempuan yang rajin. Sejak jam empat shubuh sudah berjibaku di dapur. Padahal parmin tahu sendiri emaknya selalu bangun untuk menunaikan shalat malam, mengaji quran dan membaca wiridan serta amalan tolak bala. Emaknya, sejak masih muda, sangat taat menunaikan ritual. "Ricky belum ban
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-12-02
Baca selengkapnya

8. Gadis Blonde di Hotel Tua

Setelah berhari-hari, Parmin dan keluarga tenang tanpa merasa ada yang mengawasi. Tidur pun pulas tanpa mimpi buruk. Saat mengontak Ricky, tidak ada kejadian yang perlu dikhawatirkan. Parmin berpikir, mungkin selama ini karena dia terlalu merindukan kampung halaman dan keluarga hingga hidupnya tidak tenang. Hari ini Parmin akan membeli sepatu olahraga dan pakaian untuk adik dan emaknya. Namun, karena sepatunya jarang ada di toko kecil, Kasih memintanya berbelanja di Pasar Pujasera Subang. Sekalian jalan-jalan. Sisa uang penjualan warung kopinya, lebih dari cukup untuk membelikan kedua perempuan tersayangnya pakaian. Parmin diantar Ricky sampai ke jalan raya Kalijati. Dari sana mereka naik mobil angkot-- angkutan umum-- trayek Purwadadi- Kalijati-Subang. Parmin menatap Kasih yang duduk di kursi depan, tersenyum menatap pemandangan sepanjang jalan. Detik itu juga, Parmin merasa dirinya telah kehilangan banyak waktu yang berharga. Namun, dia masih bersyukur adiknya
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-12-02
Baca selengkapnya

9. Anna van Sittard

Di sebuah mansion khas Belanda yang megah terjadi kesibukan besar. Para babu dari pribumi bekerja dengan giat membersihkan rumah dan melayani tuan dan nyonya rumah. Sementara itu, Anna van Sittard, seorang noni besar keluarga berambut pirang bermata biru menghabiskan sarapan sepotong besar ontbijtkoek yang terbuat dari tepung gandum hitam dicampur rempah asli Hindia Belanda seperti jahe, madu, kayu manis dan cengkeh. Segelas teh manis menjadi penutupnya. Anna sangat menyukai hidangan paginya itu. William van Sittard, pappie dari Anna dan Betty, mammie-nya Anna. Mereka mengobrol banyak hal. Sesekali Papi Anna melemparkan guyonan-guyonan kecil pada Mami, perempuan pemilik senyum elegan. Sementara Anna, tersenyum manis, bahagia melihat kedua orang tuanya harmonis. "Anna, " panggil William. Pemilik mata biru biru jernih yang menurun pada putrinya. "Ya, Papi?" "Mulai hari ini, Papi akan berkantor di gedung adminstrasi Inggris. Hari ini sudah resmi menjadi mili
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-12-02
Baca selengkapnya

11. Teror Kumara Merah 1

Parmin berdiri dengan tubuh dan kaki yang gemetar. "A-adik saya Kasih, sa-saya akan menjemputnya, Pak!" ucapnya panik dan memburu pintu. "Tahan, dia!" perintah Kang Wisnu. Para kru pun mencegah Parmin dengan menahannya di depan pintu. "Kang Min!" Ricky yang kaget menyaksikan kejadian itu menghampiri dengan cemas. "Jangan bertindak gegabah. Tenang, jangan takut. semua sudah terkendali. Lihatlah, sudah tidak apa-apa. Adikmu baik-baik saja." Kang Wisnu menenangkan seraya menunjuk ke arah monitor. Di dalam layar terlihat Kasih yang tampak sudah ditenangkan oleh Penjelajah yang menemaninya. Lampu lilin pun berhasil dinyalakan kembali. Ketiga bayangan sinar merah yang tadi terlihat pun sudah menghilang. Namun, Parmin seakan-akan merasakan kemampuan dadakan melihat ke mana perginya sinar merah itu melesat. Semuanya terlihat dengan jelas di depan matanya, padahal mereka ada di dalam ruangan tertutup. Mata Parmin terbelalak. Sedang Kang Wisnu menatap tajam ke arah
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-04-15
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12
DMCA.com Protection Status