Home / Horor / Poison (Racun untuk Maduku) / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Poison (Racun untuk Maduku): Chapter 21 - Chapter 30

35 Chapters

Berpindah Tangan

Kursi rodaku terdorong hingga menabrak dinding bawah tangga. Punggungku beradu dengan sandaran kursi roda dan rasanya lumayan nyeri. Tak lama setelah itu roda menggelinding lagi dengan sendirinya, sangat kencang seperti ada yang mendorong kuat dari belakang. Jangan tanya bagaimana terkejutnya aku saat ini, jantungku rasanya mau copot!  Satu hal yang kurasa pasti, semilir angin bertiup menerpa tengkukku. Pasti makhluk itu yang mengerjaiku.  "Siapa, kau?" tanyaku, bertanya pada makhkuk tak berwujud itu.  "Aku penunggu cairan poison itu," jawabnya berbisik di telingaku. Dia memberhentikan kursi rodaku di ruang utama—tepat menghadap ke jendela rumah yang terbuka, aku dapat melihat lahan luas tempat almarhum anggota keluargaku dimakamkan. "Akulah yang membuat korbanmu kesakitan dalam halusinasinya."  
last updateLast Updated : 2021-10-30
Read more

Berubah

Harum menjauhkan tangannya. Di depan mataku, dia memperlihatkan bagaimana botol poison itu menghilang dalam genggamannya. Bagaikan penyihir yang melenyapkan benda-benda dalam satu kali kedip. Persis seperti yang biasa kulakukan setelah menuang poison itu ke dalam minuman.  "Beberapa hari lalu kau bertanya bagaimana aku bisa kenal dengan suamimu, kan?" tanyanya agak menantang. "Akulah yang menawar pabrik dan perkebunan teh-mu, dan saat itulah aku bertemu dengan Mas Wira. Semua kerusakan yang terjadindi kebun teh karena perbuatanku. Aku ingin memgosongkan lahan itu untuk membangun pabrik tekstil. Dan Mas Wira setuju, itulah sebabnya dia membiarkan kerusakan itu. Tetapi kau tak berhak menyalahkan aku maupun Mas Wira, salahmu sendiri yang tak mau tahu urusan perusahaan. Kau hanya mengandalkan Mas Wira dan ingin menerima uangnya saja, tanpa mau sekalipun turun ke lapangan. Sekarang, rasakan akibatnya!"  
last updateLast Updated : 2021-10-30
Read more

Kabar Menyebalkan

"Apa aku pernah bilang bahwa aku akan bersikap baik pada suami dan maduku?" tanyaku pada Bilqis. Dia menggeleng. "Kau tenang saja, aku masih menyisakan sedikit sifat jahat dalam diri ini khusus untuk Harum dan Mas Wira."  Bilqis bernapas lega. "Syukurlah. Itu yang kuharapkan. Aku tak rela mereka berdua hidup bebas setelah bersekongkol mencuri harta dan perusahaan teh-mu, Manis. Apalagi, aku juga menanam modal di perusahaanmu itu. Secara tidak langsung, mereka berdua akan membuatku rugi juga," katanya.  Bilqis menaruh kotak sembako terakhir. Dia kemudian menghitung jumlah kotak sembako itu dan mencocokkannya dengan catatan biodata pegawaiku di buku.  "Ada yang kurang, gak?" tanyaku.  "Pas. Pegawaimu banyak banget," jawabnya.  "Iya, dong. Selain perusahaan
last updateLast Updated : 2021-10-30
Read more

Hilangnya Gelang Luka

"Be—benar, Nyonya," jawab salah seorang di antara mereka, mencoba meyakinkanku dengan rasa takut.  Aku dan para pegawaiku bercakap-cakap sejenak sebelum akhirnya mereka pulang. Hanya ada satu pegawai yang kuminta untuk tetap berada di sini, dia adalah Mang Rudi—petani teh di perkebunan teh-ku.  "Dari semua perusahaanku, hanya perusahaan teh lah yang memiliki investor. Aku mengizinkan beberapa orang berduit memiliki saham di perusahaan itu. Termasuk kamu, Bilqis," kataku pada Bilqis. "Jika Mas Wira berniat menjual perusahaan, atau setidaknya asetnya, maka dia bersama direksi perusahaan pasti akan mengadakan rapat umum dengan para pemegang saham. Apa kau pernah mendapat undangan itu?" lanjutku bertanya pada teman paling setiaku ini.  Bilqis menggeleng. "Dia tak mungkin melakukannya tanpa kehadiranmu, kan, Manis?" 
last updateLast Updated : 2021-11-11
Read more

Bastian

"Kami mengerti kesulitanmu. Tapi itulah yang harus kau pikirkan sendiri jalan keluarnya. Karena kami tidak bisa membantumu lagi. Poison itu adalah pusaka terakhir yang kami punya, dan madumu telah mencurinya," jawab Nyimas.  "Betul, cucuku. Sekarang waktunya kau mengabdi untuk keluarga ini, lakukanlah yang terbaik untuk membebaskan arwah kami dari keabadian alam siluman," timpal Mbah.  Aku sangat kasihan pada arwah leluhurku, jiwa mereka pasti tersiksa di sana karena harus menjadi pelayan siluman Harimau Putih.  "Tapi, kali ini aku benar-benar tidak tahu apa yang harus kulakukan. Bisakah kalian memberiku saran atau petunjuk?" tanyaku.  Asap tebal berwarna putih mengepul menyelimuti Mbah dan Nyimas. Lalu mereka lenyap dari penglihatanku, hanya suara mereka saja yang masih dapat kudengar.&n
last updateLast Updated : 2021-11-11
Read more

Terancam Miskin

* Hari yang tak kuharapkan kini telah menjelang. Aku terbangun karena sebuah tugas yang harus kuselesaikan. Tentang pengorbanan yang membuatku hampir tak tidur semalaman karena terus memikirkannya. Tempat itu adalah tempat yang sama sekali tak ingin aku kunjungi. Tapi aku harus tetap menuju ke sana, demi pengabdian atas nama keluarga. Walau nyawa taruhannya.  Jurang Cilaka, adalah lokasi kejadian kecelakaan keluargaku bertahun silam. Tempat di mana Bastian—kakakku—jatuh ke sana karena perbuatanku. Sebuah tempat yang sangat kutakutkan.  Aku dan Bilqis kini bersiap untuk berangkat ke tujuan masing-masing. Kami sedang menunggu jemputan. Aku akan diantar oleh Mang Danang—supir di perusahaan teh, sementara Bilqis akan berangkat ke pabrik teh bersama Mang Rudi.  Di sela-sela menunggu, Bilqis memberitahuku
last updateLast Updated : 2021-11-11
Read more

Jurang Cilaka

"Tidak akan lenyap seketika, tetapi bertahap. Karena sudah tidak ada ikatan lagi dengan siluman Harimau Putih, maka otomatis perusahaan-perusahaan itu akan kehilangan daya tariknya di dunia industri. Produk yang dijual di pasaran pun akan kehilangan daya magisnya, kemungkinan akan sepi pembeli. Sehingga, lama-lama terancam bangkrut. Seperti itulah yang akan terjadi," jawabku.  "Dan kau rela?" tanya Bilqis.  "Kenapa? Sekarang kau tak mau berteman denganku karena aku terancam miskin?" Aku balik bertanya.  Bilqis mennghela napas dan dengan yakin mengatakan bahwa semua itu tidak berpengaruh terhadap kesetiaannya padaku.  "Gak akan ada yang bisa memutuskan tali persahabatan kita," jawabnya.  "Kalau begitu, lakukan yang terbaik untuk perusahaan teh-ku."
last updateLast Updated : 2021-11-11
Read more

Kakek Tengkorak

Suara serak dari seorang Kaket Tua—yang bau badannya lapuk dimakan usia, serta jemarinya yang tanpa daging dan kulit—membuatku sadar bahwa saat ini aku tengah berada di masa lalu, saat perkampungan ini hangus terbakar api. “Mau apa kau datang ke sini?” tanya Kakek Tua di belakangku. Dia masih mencubit pipiku, “dagingmu sangat kenyal dan berisi. Kau pasti datang dari masa depan, bukan? Masa di mana jaman semakin modern dan canggih, tetapi para manusianya berpikiran kuno dengan meminta kekayaan pada kami—para makhluk ghaib,” katanya seraya memutar badanku, hingga kini aku berhadapan dengan pemilik wajah mengerikan yang tidak memiliki bola mata. ”Kau mau minta apa? Kekayaan? Kecantikan? Kehormatan? Atau semuanya, wahai manusia rakus?” lanjutnya bertanya. Kuperhatikan sosok di hadapanku ini baik-baik. Ternyata dia hanyalah sebuah tengkorak hidup yang hanya memakai pakaian Su
last updateLast Updated : 2021-11-11
Read more

Bertemu Arwah Bastian

Aku bertanya dalam hati. Mungkinkah Harum yang dimaksud Kakek Tengkorak adalah maduku? “Sudah cukup pertanyaanmu?” Dia bertanya lalu memutar tengkorak kepalanya seakan hendak menakutiku.  “Cukup. Pergilah,” jawabku. Satu per satu  bagian tubuhnya terlepas dari persendian. Kepala, lengan atas, tangan, paha, betis, dan tubuhnya berjatuhan ke tanah. Aku beringsut mundur karena merasa kaget. Kakek Tengkorak kini tinggal tulang belulang yang menyatu dengan tanah dan hilang seketika, meninggalkan asap tipis yang mengepul di hadapanku. Langit sudah mulai gelap. Senja telah berganti malam. Aku melihat ke sekeliling, hanya cahaya kunang-kunang dan sinar bulan yang membantu penglihatanku menangkap pemandangan di dasar jurang ini. Aku menantikan jam sepuluh malam, waktu di mana kecelakaan itu terjadi. Tapi sepertinya masih lama. 
last updateLast Updated : 2021-11-11
Read more

Permintaan yang Sulit

“Bastian, aku tahu tempat ini sangat mematikan. Tapi percayalah, aku bisa keluar dari tempat ini dengan selamat. Kumohon, jangan persulit situas. Kau tak butuh pedangmu lagi, lebih baik berikan padaku. Aku membutuhkan pedang itu untuk menyelamatkan orang-orang terdekat kita!” balasku setengah berteriak dan menekankan nada pembicaraan. Aku mulai kesal dengan arwah Bastian yang sangat keras kepala. “Tidak mungkin kau bisa selamat, Manis!” bantahnya.  Kesabaranku mulai habis. Saat masih hidup maupun sudah mati, Bastian selalu menyebalkan. Dia selalu berpikiran buruk tentangku. Tak hanya dia, bahkan semua orang selalu menilaiku dengan buruk. Hanya karena aku memiliki kelebihan spiritual, mereka kira aku penyihir. Kenapa tidak ada satu orang pun yang percaya bahwa aku ini manusia biasa seperti mereka? Aku hanya memiliki sedikit ‘kelebihan’ yang berbeda dari me
last updateLast Updated : 2021-11-11
Read more
PREV
1234
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status