Harum menjauhkan tangannya. Di depan mataku, dia memperlihatkan bagaimana botol poison itu menghilang dalam genggamannya. Bagaikan penyihir yang melenyapkan benda-benda dalam satu kali kedip. Persis seperti yang biasa kulakukan setelah menuang poison itu ke dalam minuman."Beberapa hari lalu kau bertanya bagaimana aku bisa kenal dengan suamimu, kan?" tanyanya agak menantang. "Akulah yang menawar pabrik dan perkebunan teh-mu, dan saat itulah aku bertemu dengan Mas Wira. Semua kerusakan yang terjadindi kebun teh karena perbuatanku. Aku ingin memgosongkan lahan itu untuk membangun pabrik tekstil. Dan Mas Wira setuju, itulah sebabnya dia membiarkan kerusakan itu. Tetapi kau tak berhak menyalahkan aku maupun Mas Wira, salahmu sendiri yang tak mau tahu urusan perusahaan. Kau hanya mengandalkan Mas Wira dan ingin menerima uangnya saja, tanpa mau sekalipun turun ke lapangan. Sekarang, rasakan akibatnya!"
"Apa aku pernah bilang bahwa aku akan bersikap baik pada suami dan maduku?" tanyaku pada Bilqis. Dia menggeleng. "Kau tenang saja, aku masih menyisakan sedikit sifat jahat dalam diri ini khusus untuk Harum dan Mas Wira."Bilqis bernapas lega. "Syukurlah. Itu yang kuharapkan. Aku tak rela mereka berdua hidup bebas setelah bersekongkol mencuri harta dan perusahaan teh-mu, Manis. Apalagi, aku juga menanam modal di perusahaanmu itu. Secara tidak langsung, mereka berdua akan membuatku rugi juga," katanya.Bilqis menaruh kotak sembako terakhir. Dia kemudian menghitung jumlah kotak sembako itu dan mencocokkannya dengan catatan biodata pegawaiku di buku."Ada yang kurang, gak?" tanyaku."Pas. Pegawaimu banyak banget," jawabnya."Iya, dong. Selain perusahaan
"Be—benar, Nyonya," jawab salah seorang di antara mereka, mencoba meyakinkanku dengan rasa takut.Aku dan para pegawaiku bercakap-cakap sejenak sebelum akhirnya mereka pulang. Hanya ada satu pegawai yang kuminta untuk tetap berada di sini, dia adalah Mang Rudi—petani teh di perkebunan teh-ku."Dari semua perusahaanku, hanya perusahaan teh lah yang memiliki investor. Aku mengizinkan beberapa orang berduit memiliki saham di perusahaan itu. Termasuk kamu, Bilqis," kataku pada Bilqis. "Jika Mas Wira berniat menjual perusahaan, atau setidaknya asetnya, maka dia bersama direksi perusahaan pasti akan mengadakan rapat umum dengan para pemegang saham. Apa kau pernah mendapat undangan itu?" lanjutku bertanya pada teman paling setiaku ini.Bilqis menggeleng. "Dia tak mungkin melakukannya tanpa kehadiranmu, kan, Manis?"
"Kami mengerti kesulitanmu. Tapi itulah yang harus kau pikirkan sendiri jalan keluarnya. Karena kami tidak bisa membantumu lagi. Poison itu adalah pusaka terakhir yang kami punya, dan madumu telah mencurinya," jawab Nyimas."Betul, cucuku. Sekarang waktunya kau mengabdi untuk keluarga ini, lakukanlah yang terbaik untuk membebaskan arwah kami dari keabadian alam siluman," timpal Mbah.Aku sangat kasihan pada arwah leluhurku, jiwa mereka pasti tersiksa di sana karena harus menjadi pelayan siluman Harimau Putih."Tapi, kali ini aku benar-benar tidak tahu apa yang harus kulakukan. Bisakah kalian memberiku saran atau petunjuk?" tanyaku.Asap tebal berwarna putih mengepul menyelimuti Mbah dan Nyimas. Lalu mereka lenyap dari penglihatanku, hanya suara mereka saja yang masih dapat kudengar.&n
*Hari yang tak kuharapkan kini telah menjelang. Aku terbangun karena sebuah tugas yang harus kuselesaikan. Tentang pengorbanan yang membuatku hampir tak tidur semalaman karena terus memikirkannya. Tempat itu adalah tempat yang sama sekali tak ingin aku kunjungi. Tapi aku harus tetap menuju ke sana, demi pengabdian atas nama keluarga. Walau nyawa taruhannya.Jurang Cilaka, adalah lokasi kejadian kecelakaan keluargaku bertahun silam. Tempat di mana Bastian—kakakku—jatuh ke sana karena perbuatanku. Sebuah tempat yang sangat kutakutkan.Aku dan Bilqis kini bersiap untuk berangkat ke tujuan masing-masing. Kami sedang menunggu jemputan. Aku akan diantar oleh Mang Danang—supir di perusahaan teh, sementara Bilqis akan berangkat ke pabrik teh bersama Mang Rudi.Di sela-sela menunggu, Bilqis memberitahuku
"Tidak akan lenyap seketika, tetapi bertahap. Karena sudah tidak ada ikatan lagi dengan siluman Harimau Putih, maka otomatis perusahaan-perusahaan itu akan kehilangan daya tariknya di dunia industri. Produk yang dijual di pasaran pun akan kehilangan daya magisnya, kemungkinan akan sepi pembeli. Sehingga, lama-lama terancam bangkrut. Seperti itulah yang akan terjadi," jawabku."Dan kau rela?" tanya Bilqis."Kenapa? Sekarang kau tak mau berteman denganku karena aku terancam miskin?" Aku balik bertanya.Bilqis mennghela napas dan dengan yakin mengatakan bahwa semua itu tidak berpengaruh terhadap kesetiaannya padaku."Gak akan ada yang bisa memutuskan tali persahabatan kita," jawabnya."Kalau begitu, lakukan yang terbaik untuk perusahaan teh-ku."
Suara serak dari seorang Kaket Tua—yang bau badannya lapuk dimakan usia, serta jemarinya yang tanpa daging dan kulit—membuatku sadar bahwa saat ini aku tengah berada di masa lalu, saat perkampungan ini hangus terbakar api.“Mau apa kau datang ke sini?” tanya Kakek Tua di belakangku. Dia masih mencubit pipiku, “dagingmu sangat kenyal dan berisi. Kau pasti datang dari masa depan, bukan? Masa di mana jaman semakin modern dan canggih, tetapi para manusianya berpikiran kuno dengan meminta kekayaan pada kami—para makhluk ghaib,” katanya seraya memutar badanku, hingga kini aku berhadapan dengan pemilik wajah mengerikan yang tidak memiliki bola mata. ”Kau mau minta apa? Kekayaan? Kecantikan? Kehormatan? Atau semuanya, wahai manusia rakus?” lanjutnya bertanya.Kuperhatikan sosok di hadapanku ini baik-baik. Ternyata dia hanyalah sebuah tengkorak hidup yang hanya memakai pakaian Su
Aku bertanya dalam hati. Mungkinkah Harum yang dimaksud Kakek Tengkorak adalah maduku?“Sudah cukup pertanyaanmu?” Dia bertanya lalu memutar tengkorak kepalanya seakan hendak menakutiku.“Cukup. Pergilah,” jawabku.Satu per satu bagian tubuhnya terlepas dari persendian. Kepala, lengan atas, tangan, paha, betis, dan tubuhnya berjatuhan ke tanah. Aku beringsut mundur karena merasa kaget. Kakek Tengkorak kini tinggal tulang belulang yang menyatu dengan tanah dan hilang seketika, meninggalkan asap tipis yang mengepul di hadapanku.Langit sudah mulai gelap. Senja telah berganti malam. Aku melihat ke sekeliling, hanya cahaya kunang-kunang dan sinar bulan yang membantu penglihatanku menangkap pemandangan di dasar jurang ini. Aku menantikan jam sepuluh malam, waktu di mana kecelakaan itu terjadi. Tapi sepertinya masih lama.
Entah siasat apalagi yang dilakukannya. Harum begitu mudah mengecohku. Tapi aku yakin, yang berada dalam dirinya itu bukanlah sosok Bilqis—temanku—yang sesungguhnya. Wanita itu pasti memiliki ilmu untuk merubah dirinya menjadi orang lain dan bahkan makhluk lain. Dia benar-benar nenek sihir!“Tolong!”Kudengar suara teriakan minta tolong lagi dari dalam diri Harum, kali ini suara itu juga diiringi raungan kesakitan. Jelas bukan Harum yang berteriak, karena mulutnya tertutup rapat. Apalagi suara itu terdengar seperti suara Bilqis, tapi mungkinkah yang berada dalam diri Harum itu adalah Bilqis?Pikiranku kembali bimbang untuk memutuskan apa yang akan kulakukan. Bisa saja Bilqis memang berada dalam diri Harum, tetapi bisa saja itu adalah tipuan.Kutarik kembali pedang yang tadinya kuarahkan ke Harum, lebih baik kuulur waktu untuk menemukan jawaban
“Tolong temanmu itu!” seru Harum bernada mengejek. “Kau pasti mengira, temanmu itu yang sejak tadi berteriak minta tolong, bukan?” lanjutnya diiringi tawa jahat.“Katakan di mana dia!” cecarku.Harum malah tertawa semakin keras, menunjukkan gigi putihnya yang derderet rapi, hingga rongga mulutnya terbuka lebar. Ingin rasanya kuhunuskan pedang pusaka ke mulutnya itu, namun dia belum memberitahuku di mana keberadaan Bilqis sekarang. Temanku itu pasti sedang dalam bahaya!“Aku tidak akan memberitahumu,” jawabnya. “Silakan kau ancam aku, aku tak merasa takut sedikit pun, karena ternyata kemampuanmu tidak ada apa-apanya dibanding aku. Rumor yang beredar di luar sana rupanya hanya omong kosong belaka, mereka bilang kamu jahat dan pandai bermain ilmu hitam tapi kenyataannya kau tak bisa apa-apa selain minta tolong leluhurmu itu. Dan lebih parahnya l
"Apa yang terjadi?" tanyaku"Katanya, Harum tiba-tiba gusar dan mengajak Mas Wira pulang. Dia menutup perusahaan selama beberapa hari.""Berani sekali dia!" Kupukul dinding tempatku bersandar."Aku langsung mendatangi rumah penjaga keamanan untuk meminta kunci kantor, dan pabrik. Setelah kembali ke kantor, kuperiksa semua dokumen di ruangan Wira. Dan aku menemukan beberapa berkas penjualan kebun dan pabrik. Berkas itu tinggal menunggu tanda tangan darimu," lanjut Bilqis."Itu semua tidak akan terjadi. Aku tak akan pernah menandatangani berkas itu," kataku."Tentu saja, karena aku pun sudah merobeknya!"Aku mendekat, duduk di samping Bilqis. "Lagipula Mas Wira sudah mati dibunuh Harum," kataku.
“Kau sudah tahu siapa diriku sebenarnya, bukan?” lanjutnya menebak dengan benar. “Bagaimana perjalananmu ke Jurang Cilaka? Aku cukup terkejut melihatmu pulang dengan selamat. Tapi sayang sekali kau datang terlambat, jadi aku harus mengganti tumbal ajianku dengan mengorbankan Mas Wira. Padahal, aku berniat menumbalkan nyawamu, Manis! Dan kau malah terlambat datang, sementara waktu persembahan sudah sangat mendesak. Dan sayangnya lagi … suamimu ini harus mati percuma, karena kau telah membunuh Tengkorak sialan itu. Baguslah, aku jadi tak perlu berurusan dengannya lagi.”Harum menatap dengan tatapan merendahkanku. Dia melihatku yang terduduk di kursi roda, dari ujung kaki hingga ujung kepala. Rupanya dia sudah tahu apa saja yang kulakukan di Jurang Cilaka. Tapi bagaimana dia bisa mengetahuinya?“Sekarang giliranmu yang dikubur di sini, Manis,” tambah Harum dengan tawa jahatnya. &ldquo
"Bagaimana kalau aku tak mau membantumu?""Aku tak akan membiarkanmu keluar dari tempat ini. Matilah kau perlahan di dasar jurang sana!" Ancam Kakek Tengkorak, dari lubang bola matanya memancarkan api kuning kemerahan."Aku juga sangat membutuhkan wanita bernama Harum. Tak mungkin kuserahkan dia padamu," balasku jujur.Api itu masih belum padam, kini kobarannya keluat dari lubang dan hampir menyambar wajahku. Beruntung aku dapat menghindar."Akulah yang pertama kali mengikat jiwanya. Tak ada yang bisa merebutnya!" ujar Kakek Tengkorak.Aku berpikir sejenak. Mencari jalan terbaik untuk memecahkan permasalahan ini. Wanita yang dimaksud itu pasti Harum maduku, tak ada lagi wanita licik penganut ilmu hitam selain dirinya.
“Bastian, aku tahu tempat ini sangat mematikan. Tapi percayalah, aku bisa keluar dari tempat ini dengan selamat. Kumohon, jangan persulit situas. Kau tak butuh pedangmu lagi, lebih baik berikan padaku. Aku membutuhkan pedang itu untuk menyelamatkan orang-orang terdekat kita!” balasku setengah berteriak dan menekankan nada pembicaraan.Aku mulai kesal dengan arwah Bastian yang sangat keras kepala.“Tidak mungkin kau bisa selamat, Manis!” bantahnya.Kesabaranku mulai habis. Saat masih hidup maupun sudah mati, Bastian selalu menyebalkan. Dia selalu berpikiran buruk tentangku. Tak hanya dia, bahkan semua orang selalu menilaiku dengan buruk. Hanya karena aku memiliki kelebihan spiritual, mereka kira aku penyihir. Kenapa tidak ada satu orang pun yang percaya bahwa aku ini manusia biasa seperti mereka? Aku hanya memiliki sedikit ‘kelebihan’ yang berbeda dari me
Aku bertanya dalam hati. Mungkinkah Harum yang dimaksud Kakek Tengkorak adalah maduku?“Sudah cukup pertanyaanmu?” Dia bertanya lalu memutar tengkorak kepalanya seakan hendak menakutiku.“Cukup. Pergilah,” jawabku.Satu per satu bagian tubuhnya terlepas dari persendian. Kepala, lengan atas, tangan, paha, betis, dan tubuhnya berjatuhan ke tanah. Aku beringsut mundur karena merasa kaget. Kakek Tengkorak kini tinggal tulang belulang yang menyatu dengan tanah dan hilang seketika, meninggalkan asap tipis yang mengepul di hadapanku.Langit sudah mulai gelap. Senja telah berganti malam. Aku melihat ke sekeliling, hanya cahaya kunang-kunang dan sinar bulan yang membantu penglihatanku menangkap pemandangan di dasar jurang ini. Aku menantikan jam sepuluh malam, waktu di mana kecelakaan itu terjadi. Tapi sepertinya masih lama.
Suara serak dari seorang Kaket Tua—yang bau badannya lapuk dimakan usia, serta jemarinya yang tanpa daging dan kulit—membuatku sadar bahwa saat ini aku tengah berada di masa lalu, saat perkampungan ini hangus terbakar api.“Mau apa kau datang ke sini?” tanya Kakek Tua di belakangku. Dia masih mencubit pipiku, “dagingmu sangat kenyal dan berisi. Kau pasti datang dari masa depan, bukan? Masa di mana jaman semakin modern dan canggih, tetapi para manusianya berpikiran kuno dengan meminta kekayaan pada kami—para makhluk ghaib,” katanya seraya memutar badanku, hingga kini aku berhadapan dengan pemilik wajah mengerikan yang tidak memiliki bola mata. ”Kau mau minta apa? Kekayaan? Kecantikan? Kehormatan? Atau semuanya, wahai manusia rakus?” lanjutnya bertanya.Kuperhatikan sosok di hadapanku ini baik-baik. Ternyata dia hanyalah sebuah tengkorak hidup yang hanya memakai pakaian Su
"Tidak akan lenyap seketika, tetapi bertahap. Karena sudah tidak ada ikatan lagi dengan siluman Harimau Putih, maka otomatis perusahaan-perusahaan itu akan kehilangan daya tariknya di dunia industri. Produk yang dijual di pasaran pun akan kehilangan daya magisnya, kemungkinan akan sepi pembeli. Sehingga, lama-lama terancam bangkrut. Seperti itulah yang akan terjadi," jawabku."Dan kau rela?" tanya Bilqis."Kenapa? Sekarang kau tak mau berteman denganku karena aku terancam miskin?" Aku balik bertanya.Bilqis mennghela napas dan dengan yakin mengatakan bahwa semua itu tidak berpengaruh terhadap kesetiaannya padaku."Gak akan ada yang bisa memutuskan tali persahabatan kita," jawabnya."Kalau begitu, lakukan yang terbaik untuk perusahaan teh-ku."