Galih menjemputku di bandara. Dia maksa. Padahal sudah kubilang, aku lebih baik naik taksi. Bukan tidak ingin dijemput, tapi pasti dia akan curiga dengan keadaan mataku yang bengkaknya luar biasanya ini. Terlebih bentuk mataku yang sedikit sipit, membuat bengkaknya semakin terlihat.“Ah, calon imam lo kangen banget ini.”Galih tidak segan untuk memelukku walaupun masih di bandara. Aku membiarkannya sejenak sebelum mendorong tubuhnya menjauh. Dia tidak protes.“Mata lo kenapa, Rain?” matanya memicing mengamati mataku.“Efek gak bisa pup, gue nangis.”“Parah banget, gitu aja nangis,” ledeknya menarik pipiku. “Sampai sekarang masih gak bisa pup? Pepayanya gak beli?”Aku hanya menggelengkan kepalanya.“Lo udah sarapan belum, kok lemes banget gitu?” Galih bertanya seraya menggendong ranselku.“Udah,” jawabku singkat.Aku terkesiap saat lengann
Baca selengkapnya