Home / Pernikahan / Jodoh Pilihan Ayah / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Jodoh Pilihan Ayah: Chapter 11 - Chapter 20

36 Chapters

011 | Arti Pernikahan

"Dan yang paling menyebalkan adalah suasana canggung."   °°°   Adinda memaksa suaminya untuk ikut salat Isya ke masjid bersama Papa. Pria itu sangat keras kepala, mengatakan ia bisa melaksanakan salat di rumah, jadi memilih di rumah saja. Ya, memang boleh, tapi untuk laki-laki masjid adalah tempat terbaik melaksanakan salat lima waktu. Bahkan jika hujan turun, bukan badai kencang, seorang lelaki masih diharuskan untuk salat di masjid.    Setelah mendapat sedikit siraman rohani dari sang istri, akhirnya Damian menurut. Jalan sendirian menuju masjid kompleks karena Papa sudah berangkat sebelum azan berkumandang. Dia menggerutu karena udara sehabis hujan terasa sangat dingin menusuk kulit.    Banyak bapak-bapak yang menyapanya di masjid, seolah mengenal dirinya akrab. Damian jadi agak takut jika keputusan mereka merahasiakan pernikahan akan terbongkar hanya karena dirinya salat ke masjid. 
Read more

012 | Tersiar Kabar

"Coba tanyakan lagi pada hatimu, apakah dia tetap ingin bersamaku?" °°° Adinda menemani Mama melihat orang sakit di blok sebelah saat Papa dan suaminya pergi mencari pakan untuk ikan hias Papa. Mereka berjumpa banyak teman arisan Mama, bertanya dengan siapa Adinda menikah dan kenapa pernikahannya hanya keluarga saja yang boleh tahu.  Banyak spekulasi dari para ibu-ibu tentang pernikahannya, ada yang berpikir dia sudah hamil duluan, berpikir bahwa suaminya orang yang sudah tua renta, dan hal-hal buruk lainnya yang membuat Adinda harus mengucap istighfar banyak-banyak.  Orang sekarang memang begitu, sukanya menyimpulkan sendiri daripada mencari tahu kebenaran atau mendapat info dari yang bersangkutan.  "Nggak udah didengerin, emak-emak zaman jigeum emang suka gitu mulutnya."  Adinda menoleh saat mendengar suara seorang perempuan
Read more

013 | Pindah Rumah

"Yang paling menyakitkan itu memang berpisah dari orang yang kita sayangi."   °°°   Keesokan harinya, Adinda langsung diboyong ke apartemen milik Damian. Pria itu beralasan kalau ada panggilan syuting mendadak di dua hari berikutnya yang tidak bisa ditunda, jadilah Adinda menurut. Untungnya dia memang sudah berkemas dari kemarin.    Gadis itu sedang menyusun baju-baju yang dibawanya pada walk in closed. Dia hanya membawa baju untuk kuliah hari Senin nanti dan beberapa potong baju tidur, sisanya masih tertinggal di rumah orang tuanya.    Damian masuk ke kamar dengan berlembar-lembar kertas di tangannya, dia mengatakan itu kontrak-kontrak baru yang perlu dibaca terlebih dahulu sebelum ditandatangani. Sejak tiba di apartemen, pria itu sudah berkutat dengan pekerjaannya itu, mengabaikan jika ada satu makhluk lain yang butuh room tour singkat darinya.    "Mas masih sibu
Read more

014 | Satu Topik Serius

"Yang paling menyebalkan adalah ketika temanmu membicarakan sesuatu, tapi kamu tidak pahami."   °°°   Adinda tentu tidak sendirian saat belanja peralatan dapur di salah satu toko perkakas. Dia membawa serta dua sahabatnya yang tidak punya pekerjaan itu untuk menemani. Hitung-hitung sebagai permintaan maaf karena menyembunyikan tentang pria yang akan menjadi suaminya. Dua gadis yang punya sifat berbeda itu meminta dibelikan banyak barang setelah ini, cari kesempatan.    Mereka memilih penanak nasi, teflon, wajan, sodet, dua lusin piring dan gelas, sendok dan garpu, dan banyak lagi alat-alat dapur lainnya. Adinda benar-benar merasakan euforia menjadi pengantin baru karena kegiatan satu ini.    Angel dan Ayara mengomel panjang lebar saat diceritakan bagaimana kondisi dapur di apartemen milik Damian. Mereka memiliki pikiran yang sama dengan Adinda, bagaimana Damian bisa bertahan menunggu makana
Read more

015 | Menghapus Adegan

"Terkadang sebuah penjelasan pun tidak cukup menenangkan hati."   °°°   Three Musketeers       Angelica Lania: [Adinda terima kasih traktirannya hari ini, sering-sering ya!] [Sampai ketemu lagi di Senin pagi.]   Natasha Ayarashi: T[Thanks Din, semoga sehat selalu biar bisa sering kasih traktiran sama kami.] [Omongan tadi nggak usah dipikirin banget, lagian itu 'kan dulu Damian cipok-cipokannya. Semoga aja sekarang udah enggak.]   Adinda menutup ruang obrolan antara dirinya dengan kedua sahabatnya. Gadis itu meletakkan ponsel di atas kitchen table, lalu kembali pada pekerjaannya—menyusun barang-barang yang baru dibelinya pada tempat yang semestinya.    Dia menghentikan kegiatan saat azan Maghrib berkumandang, dibasuhnya tangan sebelum meraih ponsel dan beranjak dari dapur. Adinda melangkah menaiki
Read more

016 | Syarat Damian

WARNING!!!   HATI-HATI, SIAPKAN PIKIRAN AGAR TETAP JERNIH. BAHASA DIPERHALUS DENGAN MAKSUD YANG PASTI DIPAHAMI.   °°°   "Dan benar, jika suatu kewajiban memang harus tetap dikerjakan."   °°°   Adinda sudah merebahkan tubuhnya bahkan matanya sudah terpejam saat Damian masuk ke kamar dan mematikan lampu kamar, mengganti dengan lampu tidur di sisi ranjang. Gadis itu berpikir mereka akan langsung tidur seperti biasa, tapi tindakan Damian malam ini benar-benar diluar dugaan.    Damian memeluk Adinda—untuk pertama kalinya selama pernikahan—dan menyusupkan kepalanya di ceruk leher sang istri. Bibirnya yang basah dan hangat mengecup ringan kulit Adinda yang masih berlapis jilbab instan. Ya, selama ini gadis itu memang masih menutup kepalanya ketika tidur, belum terbiasa memperlihatkan rambutnya kepada orang lain—termasuk Damian.    Tang
Read more

017 | Info Baru (Lagi)

"Ada yang lebih penting dari ungkapan 'aku mencintaimu', adalah perwujudan dari rasa cinta itu sendiri."   °°°   Adinda dapat melihat Damian mematung di tempat saat melihatnya turun dengan setelan rapi. Hari Senin, Adinda kembali ke kampus untuk masuk ke semester delapan. Tidak pernah ia sangka bahwa tiga bulan lalu adalah terakhir kalinya dirinya bisa sarapan dan mendapat semangat tiap pagi dari kedua orang tuanya.    Kini dia sudah menjadi istri orang, perhatian itu harusnya didapatkan dari sang suami.    Alih-alih memberi perhatian dan semangat, Damian malah terdiam kaku pada posisinya. Perlu suara Adinda untuk menarik atensi pria itu kembali, melanjutkan kegiatannya—menata piring di atas meja makan—dengan sesekali melirik ke arah sang istri.    Pagi ini Damian memang berinisiatif membuat sarapan, ala kadarnya, Adinda bisa melihat telur mata sapi dan bawang gore
Read more

018 | Nomor Ponsel Baru

"Tidak fokus akan membuat kalian melakukan kesalahan."   °°°   Seharian ini, tepatnya sejak pembicaraan terakhir antara dirinya dan kedua sahabat, Adinda menjadi terlalu banyak berpikir. Hal yang menjadi masalah ada, apa yang dipikirkannya tidak sesuai dengan situasi yang dialami. Tadi ketika di kelas, saking kacaunya isi pikirannya, Adinda menjawab pertanyaan yang diajukan temannya bukan yang diminta dosennya.    Saat ini pun, ketika Bisma—Pres BEM yang baru—meminta saran darinya Adinda lebih banyak mengalihkan pada Kharisma—Sekretaris BEM periode lalu. Adinda benar-benar dalam kondisi pikiran yang tidak baik, padahal tadi pagi ia sangat bersemangat dan sudah menyusun apa-apa saja yang ingin dia sampaikan sebagai wejangan kepada adik-adiknya.    Bukan ingin menyalahkan dua sahabatnya, Adinda hanya menyayangkan saja waktu mereka menyampaikannya yang tidak tepat. Harusnya bisa disampaikan se
Read more

019 | Dia ... ngambek?

"Yang paling menyebalkan dalam hubungan adalah ... ketika kita menjadi pihak yang "kepo" terhadap pasangan, sedangkan dia tidak."   °°°   6 dari 10 untuk film Damian yang baru selesai Adinda tonton. Awalnya Adinda ingin memberikan nilai 11, tapi begitu mendekati ending dan melihat adegan yang tidak disenanginya (read: ciuman) wanita itu mengurungkan niatnya. Enam sudah cukup, malah menurutnya terlalu bagus. Mood-nya hancur sehabis menonton, artinya filmnya kurang memuaskan. Ya 'kan?   Ditariknya selimut sampai dagu yang semula hanya menutup sebatas paha, menenggelamkan wajahnya pada lipatan kain putih tebal itu. Adinda benar-benar kesal sekali menyaksikan adegan terakhir itu, kenapa sih harus ada cium-ciumannya?!   Semakin kesal saat mendengar bunyi ponselnya yang berdering tanda ada pesan masuk, dari Damian. Pria itu mengatakan untuk tidak menunggunya.    Damian (Mas Suami)
Read more

020 | Batal Bertanya

"Yang berhak memutuskan jalan hidupmu adalah kamu sendiri, bukan orang lain." °°° Tidurnya gelisah sejak kepulangan Damian. Hampir setiap setengah jam sekali Adinda terbangun, menatapi langit-langit kamar, dan berusaha tidur kembali. Begitu seterusnya sampai dia menyerah pada pukul tiga pagi. Adinda bangun dan merapikan bab awal skripsinya, dilanjutkan dengan membangunkan Damian, lalu membuat sarapan untuk mereka berdua. Pukul empat pagi, Damian belum juga terlihat. Adinda mengembuskan napas panjang, akhirnya harus kembali ke atas untuk membangunkan sang suami. Damian benar-benar kebo kalau sudah terjun ke alam mimpi! "Mas ...," panggil Adinda dengan suara selembut beludru. Tangan lentiknya menyibak selimut yang menutupi wajah Damian, melipatnya dan meletakkan kain tebal berwarna putih itu di bawah kaki. Adinda naik ke atas ranjang, duduk di dekat kepala Damian. Tangannya secara naluriah membelai rambut Damian yang berantakan. "Mas bangun yuk, udah subuh. Kamu mau salat di mas
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status