Home / Romansa / Asmaraloka / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Asmaraloka: Chapter 11 - Chapter 20

40 Chapters

Telepon dari Masa Lalu

Malam di Dubai terasa tenang. Langit gelap dihiasi bintang-bintang yang berkilauan, dan suara ombak dari pantai buatan di sekitar Burj Al Arab menambah kesan damai. Ain duduk di balkon kamar hotelnya, memandangi pemandangan kota yang berkilauan dalam diam. Bella sudah pergi tidur lebih awal setelah makan malam yang sedikit canggung karena insiden di mana Ain tidak sengaja menyebut nama Alfi. Meski Bella mencoba menutupi kekecewaannya dengan senyum kecil, Ain tahu bahwa hal itu telah melukai hati Bella.Sambil menghela napas berat, Ain mengangkat secangkir teh hangat yang telah mendingin di tangannya. Kenangan lama tentang Alfi mengisi pikirannya—cinta pertama yang ia korbankan demi rasa hutang budi. Ia tahu hidup harus terus berjalan, tetapi mengapa bayangan Alfi selalu menghantui dirinya?Ponselnya tiba-tiba bergetar di atas meja kaca kecil. Ain mengerutkan dahi saat melihat nama yang muncul di layar. Sebuah nama yang tak ia sangka akan muncul lagi dalam hidupnya: Alfi. Tubuhnya memb
last updateLast Updated : 2025-01-13
Read more

Tamu Tak Diundang

Pagi itu, Bella tengah duduk di ruang tamu apartemen Ain, memandangi secangkir kopi yang mulai dingin di tangannya. Ia mencoba menenangkan pikirannya yang terus bergulat dengan perasaan cemas sejak malam sebelumnya. Ain sedang keluar untuk sebuah janji bisnis, meninggalkan Bella sendirian.Sambil menghela napas, Bella meraih ponselnya, berharap menemukan sesuatu yang dapat mengalihkan pikirannya. Namun, apa yang ia temukan justru membuatnya semakin gelisah. Sebuah pesan dari Cakra, pria dari masa lalunya yang selama ini ia hindari, muncul di layar ponselnya.“Bella, kita perlu bicara. Ada hal penting yang harus kamu tahu.”Pesan itu sederhana, tapi cukup untuk membuat hati Bella berdegup kencang. Nama Cakra membawa kenangan yang sudah lama ia kubur. Ia adalah bagian dari masa lalu Bella yang penuh liku, seseorang yang pernah membuatnya merasa dihargai sekaligus dikhianati.Bella menggigit bibirnya, mencoba memutuskan apakah ia harus membalas pesan itu atau mengabaikannya. Tapi pikiran
last updateLast Updated : 2025-01-13
Read more

Jejak Alfi

Restoran dengan lampu temaram itu terletak di pinggiran Dubai, jauh dari gemerlap gedung pencakar langit. Ain duduk di meja paling sudut, menatap cangkir kopinya yang sudah dingin. Ia datang lebih awal dari waktu yang disepakati. Bukan karena ingin terlihat antusias, tetapi karena jantungnya terus berdegup kencang sejak Alfi menghubunginya. Dua tahun berlalu sejak mereka terakhir kali bertemu, tetapi memori tentang Alfi tidak pernah benar-benar hilang. Wajah Alfi yang selalu tersenyum, suara lembutnya yang menenangkan, dan kenangan manis yang mereka bagi terus menghantui pikirannya. Ain menarik napas panjang ketika melihat pintu restoran terbuka. Sosok yang sangat ia kenal itu melangkah masuk. Alfi masih seperti yang ia ingat—anggun, tenang, dan penuh percaya diri. Perempuan itu mengenakan gaun hitam sederhana, tetapi kehadirannya begitu memikat, seperti dulu. “Ain,” sapanya dengan senyum tipis, menghampiri meja. “Alfi,” Ain menjawab, mencoba terdengar tenang meskipun ada bada
last updateLast Updated : 2025-01-14
Read more

Konfrontasi di Balkon

Malam di Dubai terasa lebih sejuk dari biasanya. Angin lembut menyapu balkon suite hotel, membawa aroma laut dari kejauhan. Bella berdiri di sisi balkon, memandang lampu-lampu kota yang memukau. Gaun malam sederhana yang ia kenakan bergerak pelan tertiup angin, membuatnya terlihat seperti bagian dari keindahan malam itu. Ain melangkah keluar dari dalam kamar, membawa dua cangkir teh hangat. Suara langkahnya di lantai marmer menarik perhatian Bella, yang langsung menoleh dan tersenyum kecil. “Terima kasih,” katanya pelan, menerima satu cangkir. Mereka berdua berdiri berdampingan, menatap pemandangan malam yang memukau. Tidak ada yang berbicara untuk beberapa saat, hanya keheningan yang terasa nyaman di antara mereka. Namun, Bella bisa merasakan detak jantungnya semakin cepat. Kedekatan Ain malam itu membuatnya merasa seperti melupakan semua kerumitan hidupnya, meskipun hanya sesaat. “Aku tidak pernah membayangkan bisa berada di tempat seperti ini,” Bella akhirnya berkata, memecah
last updateLast Updated : 2025-01-14
Read more

Jeda yang Menyesakkan

Pagi itu, Bella berdiri di balkon kamar hotelnya, memandangi pemandangan kota Dubai yang dipenuhi kemewahan. Angin sejuk meniup rambutnya, tetapi rasa gelisah di hatinya jauh lebih kuat daripada apa pun yang bisa ia rasakan di luar. Keputusan yang telah ia buat semalam terus bergema di pikirannya: ia harus kembali ke Indonesia. Semua yang terjadi dalam beberapa hari terakhir telah membuatnya lelah secara emosional. Pertemuan tak terduga dengan Cakra, konfrontasi di balkon, hingga ancaman terselubung yang dilontarkan oleh pria itu—semuanya telah mencapai puncaknya. Bella merasa bahwa meninggalkan Dubai adalah satu-satunya cara untuk memberinya ruang bernapas. Dengan hati yang berat, ia mulai mengemas barang-barangnya. Setiap pakaian yang dilipat ke dalam koper seolah-olah mewakili satu kenangan yang harus ia tinggalkan. Ketika ia mencapai meja kerja di sudut ruangan, matanya tertuju pada bingkai foto kecil yang ia bawa dari kantor—foto bersama timnya, termasuk Ain. Ia mengambilnya,
last updateLast Updated : 2025-01-14
Read more

Surat dari Bella

Pagi itu, Ain terbangun dengan rasa hampa yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Kamar hotel mewah di Burj Al Arab terasa begitu sunyi tanpa kehadiran Bella. Ketika ia membuka tirai dan membiarkan sinar matahari masuk, perasaan kehilangan itu semakin kuat. Bella sudah pergi. Ia melangkah ke meja kecil di sudut ruangan, dan di sanalah ia melihat amplop putih dengan namanya tertulis di atasnya. Tulisan tangan Bella yang anggun langsung membuat jantungnya berdebar. Dengan tangan gemetar, Ain mengambil amplop itu dan membukanya perlahan. Surat itu dimulai dengan sapaan lembut yang sangat khas Bella: _Ain, terima kasih untuk segalanya._ Ain menarik napas dalam-dalam dan mulai membaca dengan penuh perhatian. Kata-kata Bella terasa seperti suara yang berbicara langsung kepadanya, seolah Bella ada di sana, duduk di sampingnya. _Bersamamu, aku merasa bahagia. Kau memberiku kesempatan untuk merasa bebas, meskipun hanya untuk beberapa hari. Namun, ada sesuatu dalam diriku yang tidak
last updateLast Updated : 2025-01-14
Read more

Kembali ke Realita

Langit Jakarta pagi itu terlihat kelabu, seolah mencerminkan suasana hati Ain yang masih berat setelah perjalanannya di Dubai. Ia melangkah keluar dari mobil dengan langkah perlahan, menyusuri lobi gedung kantornya yang ramai dengan orang-orang berlalu-lalang. Suara dering telepon dan obrolan para karyawan terdengar samar di telinganya, tetapi tidak ada satu pun yang benar-benar ia perhatikan. Semua terasa seperti latar belakang yang hampa—seperti dirinya saat ini.Setelah beberapa hari cuti untuk perjalanan bisnis sekaligus mencari jawaban atas misteri Bella, Ain merasa perlu kembali ke rutinitasnya. Ia berharap pekerjaan bisa menjadi pelarian, sesuatu yang dapat mengalihkan pikirannya dari surat Bella yang terus menghantui. Namun, begitu ia melangkah masuk ke ruang kerjanya, Ain sadar bahwa itu lebih mudah diucapkan daripada dilakukan.Meja kerjanya dipenuhi tumpukan dokumen dan laporan yang menunggu untuk ditinjau. Laptopnya menyala dengan puluhan email belum terbaca, sebagian besar
last updateLast Updated : 2025-01-14
Read more

Jebakan Manis Cakra

Langit malam Jakarta terasa gelap dan berat, seperti suasana hati Bella yang kini dipenuhi kebingungan dan keputusasaan. Ia duduk di tepi ranjang di sebuah kamar yang tidak lagi terasa asing baginya—kamar yang pernah ia tinggalkan dengan tekad untuk tidak kembali. Namun, di sinilah ia sekarang, di rumah Cakra, pria yang pernah menjadi bagian dari masa lalunya. Keputusan untuk kembali ke tempat ini bukanlah keputusan yang mudah. Bella tahu bahwa tinggal bersama Cakra berarti membuka kembali lembaran lama yang penuh luka dan kenangan pahit. Namun, tekanan emosional yang ia rasakan dalam beberapa minggu terakhir membuatnya merasa tidak punya pilihan lain. Dunia di luar terasa terlalu menakutkan, terlalu penuh dengan pertanyaan tanpa jawaban. Di sisi lain, Cakra menawarkan sesuatu yang selama ini ia rindukan: kenyamanan, meski dalam bentuk yang beracun.Bella memandangi bayangannya di cermin besar di sudut kamar. Wajahnya terlihat lelah, dengan lingkaran hitam di bawah matanya—bekas dari
last updateLast Updated : 2025-01-14
Read more

Ruang Kosong di Hati

Langit Jakarta yang biasanya terasa penuh kehidupan kini tampak suram bagi Ain. Ia duduk sendirian di ruang tamu apartemennya, memandangi secangkir kopi yang sudah dingin di meja. Suara lalu lintas dari jalanan di bawah terdengar samar, tetapi tidak cukup untuk mengusir keheningan yang menyelimuti pikirannya. Semuanya terasa hampa, seperti ada ruang kosong di dalam hatinya yang tidak bisa ia isi.Sudah beberapa hari sejak Ain mengetahui bahwa Bella telah mengundurkan diri sebagai sekretarisnya. Keputusan itu datang tiba-tiba, tanpa peringatan atau penjelasan. Bella pergi begitu saja, meninggalkan surat pengunduran diri yang formal tetapi tanpa emosi—tanpa alasan yang jelas. Dan sejak saat itu, hidup Ain terasa kehilangan arah.Ia mencoba mengalihkan pikirannya dengan bekerja lebih keras, tetapi setiap kali ia membuka email atau membaca laporan, bayangan Bella selalu muncul. Ia teringat bagaimana Bella dulu selalu membantunya menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan sulit dengan senyuman dan
last updateLast Updated : 2025-01-14
Read more

Pesta Perpisahan

Langit Jakarta sore itu tampak cerah, tetapi hati Ain masih terasa mendung. Sudah berminggu-minggu sejak ia terakhir kali mendengar kabar tentang Bella, dan meskipun ia telah berusaha keras untuk mencari kejelasan, semuanya tetap terasa buntu. Ruang kosong di hatinya semakin sulit diabaikan, tetapi Ain tahu bahwa ia tidak bisa terus-menerus terjebak dalam kesedihan ini. Ia harus menemukan cara untuk melanjutkan hidup, meskipun hanya sementara.Di tengah kekacauan emosinya, Ain memutuskan untuk melakukan sesuatu yang berbeda—sesuatu yang bisa mengalihkan perhatiannya dari rasa kehilangan yang terus menghantuinya. Ia memutuskan untuk mengadakan pesta kecil di kantornya, sebuah acara sederhana untuk merayakan pencapaian timnya sekaligus memberikan suasana baru di tengah rutinitas yang monoton.“Pesta perpisahan untuk proyek besar ini,” begitu ia menyebutnya kepada rekan-rekannya. Proyek besar yang baru saja selesai menjadi alasan sempurna untuk mengadakan acara ini, meskipun dalam hati A
last updateLast Updated : 2025-01-14
Read more
PREV
1234
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status