Home / Romansa / Sang Pengantin Iblis / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Sang Pengantin Iblis: Chapter 21 - Chapter 30

39 Chapters

Pria berbahaya

Vivian menepuk-nepuk pipi Falco dengan cukup keras. Tetapi, pria itu tak menunjukkan respon apapun. "Apa dia mati?" batinnya. Ia mendekatkan telinganya pada dada Falco. Suara jantung pria itu terdengar jelas.Vivian tersenyum lega. Dilihatnya Falco, ia mencubit pipi pria itu. "Dia ganteng, tetapi galak sekali," batin Vivian. Cukup lama menatapnya hingga wajahnya semakin dekat."Sepertinya, dia sedang sakit. Hanya cara itu yang bisa aku lakukan," gumam Vivian.Wanita itu mencium bibir Falco. Dari bibir Vivian tampak cahaya putih masuk kedalam mulut Falco. Tak lama, Falco membuka kedua mata, lalu mendorong Vivian begitu saja. Ia terlihat marah. Belum pernah ia bersentuhan dengan wanita manapun setelah ia menikahi Angel."Apa yang kamu lakukan?" Falco mengusap bibirnya dengan kasar."Dasar pria tidak tahu terima kasih!""Keluar sekarang juga!" Vivian tak menggubris. Ia duduk di sebelah Falco. Pria itu semakin kesal, kemudian ia membuka pintu mo
Read more

Kehebatan Vivian

Gedung kuno yang tampak kosong memiliki 4 lantai menjadi tempat yang cukup menyeramkan. Tempat yang begitu gelap disertai bangunan yang telah rusak, tak ada satu manusia yang ingin tinggal disana. Bahkan, beberapa orang yang berpapasan di tempat itu sering mendengar suara jeritan wanita dan tangisan anak kecil. Suara yang menggema di telinga mereka, menjadi ketakutan yang sulit dihilangkan. Tempat itu telah ditandai sebagai tempat terlarang. Anehnya, setiap kali ada seseorang yang berencana menghancurkan tempat itu, selalu memiliki kesialan. Tak heran, tak ada satu orang yang berani kesana. Banyaknya isu menambah daftar ketakutan mereka. Axel, pria malang yang ditempatkan di sana. Kedua tangan dan kakinya diikat dengan mulut yang tertutup lakban. Kursi menjadi tempat untuk mengikat pria itu. Namun, ia tak mendengar suara jeritan atau hal aneh lainnya. Ternyata, semua itu dibuat oleh seseorang untuk menakut-nakuti orang. Banyaknya cctv yang tersembunyi
Read more

Semakin dekat

Matahari telah menampakkan sinarnya yang cukup pekat. Seorang wanita menggeliat manja tanpa peduli jam menunjukkan pukul 9. Saat ia membuka mata, ia menemukan Axel terbaring di sampingnya. Wanita itu membiarkannya seperti itu walau agak sedikit terkejut. Rasa haus tiba-tiba menggerogotinya. "Sudah lama aku tidak merasakan haus seperti ini," batin Vivian. Ketika ia beranjak dari tempat tidurnya, Axel menahan tangannya. Pria itu menarik hingga wajah mereka begitu dekat. "Pagi, Vivian sayangku," bisik Axel bernada sexy. Lidahnya bermain di sekitar telinga wanita itu. Vivian tersenyum miring. Tak ada rasa cinta atau gugup yang ia rasakan. Vivian memberanikan diri untuk mencium bibir Axel. Tak ingin sia-sia, Axel membalas ciumannya. Ia memperdalam ciuman itu. Namun, kali ini sedikit berbeda dibandingkan biasanya. Axel lebih bisa mengendalikan diri. Ia melepaskan ciuman itu, lalu menatap mata wanita di depannya. "Vivian, kamu bukan Bianca, tetapi kenapa waj
Read more

Rencana busuk Meili

Suryo tengah asyik bercengkrama dengan mandha. Mereka melontarkan candaan hingga Suryo mencubit pipi Mandha. Kedekatan mereka memang tidak wajar. Walau mereka tak pernah melakukan kontak fisik secara berlebihan, namun gaya bicara serta candaan mereka seperti sepasang kekasih yang sedang kasmaran.Mandha sering mengabaikan pekerjaannya dan memilih untuk menggoda Suryo. Gadis itu begitu genit membuat Suryo tak bisa menolak berbicara padanya. Mereka tak menyadari kedatangan Vivian dan Axel. Vivian tersenyum miring."Asyik banget ya, kalian bicaranya. Entar dilanjutkan yang lebih intim, ya," ucap Vivian."No┄Non Bianca! I┄Ini…" Suryo terlihat gugup. Cara bicaranya terbata-bata. Mandha juga berperilaku yang sama dengannya."Udah, gak usah malu. Kalian cocok kok bersama," kata Vivian seakan merestui hubungan mereka. Suryo mengerutkan kening."Tumben ya, non Bianca gak marahi aku gara-gara2 bicara dengan Mandha?" batin Suryo. Ia tampak berpikir.
Read more

Dua wanita rubah

Axel yang tak sadarkan diri menjadi perhatian banyak orang di Perusahaan Bianca. Baru saja mereka terlihat romantis bersama. Melihat Vivian menangis ketika keluar dari ruangan itu, mereka semakin yakin sesuatu buruk terjadi padanya. Vivian berjalan dengan sempoyongan. Ia sengaja melakukan itu agar terlihat terpuruk. Sementara itu, Axel dilempar ke semak-semak oleh Satpam. Axel yang malang itu bukanlah tandingan Vivian semata. Hati wanita itu begitu tenang tak seperti wajahnya yang sembab. Dia mengundang banyak simpati dengan semua orang yang ada di Perusahaannya. Sarah datang membawa tissue berusaha menenangkannya. Wanita itu menggertak mereka yang sibuk melihat Vivian. Karena gertakan itu membuat mereka semua kembali untuk melanjutkan pekerjaan mereka. Sarah menuntun Vivian ke ruangannya. Mereka duduk tak berjau
Read more

Terluka

Hari telah menjelang sore, Axel mengusap kedua mata. Dia menatap sekelilingnya. "Sial! Kenapa aku bisa ada disini?" Lambat laun ia menghela nafas. Dia menyadari semua ini ulah Vivian.Hatinya seakan teriris membayangkan Vivian membuangnya seperti itu. Padahal, ia bersikap manis dan tidak pernah melakukan sesuatu yang buruk. "Mungkinkah, dia sudah bosan denganku, sehingga ingin membuangku?"Memikirkan itu membuat kepalanya berdenyut. Kesedihan tampak pada wajahnya. Namun, ia bertekad tak ingin menyerah. Ia berusaha tegar dan menghapus segala kesedihan itu. Apa yang merasuki Axel hingga dia ingin kembali pada Vivian?Dimanakah harga dirinya yang tinggi itu? Seakan semuanya luntur hanya dalam sekejap. Nafas Axel agak berat, ia berjalan tanpa peduli sekitarnya. Tak lama, ia menghubungi Angel untuk meminta bantuan wanita
Read more

Mulai memahami

Suara Vivian yang memanggil namanya seakan memudar. Pria itu tersenyum melihat wanita itu disana. Walau Vivian gak pernah menyukai Axel, ia tak ingin merasa terbebani dengan pengorbanan yang pria itu lakukan. "Bodoh! Aku sudah menolakmu, kenapa kamu malah mengorbankan dirimu untukku?" kata Vivian seraya menatapnya khawatir. Axel tak menjawab, senyuman tak pudar dari bibirnya. "Vivian, ma┄maaf sebentar lagi ka┄kamu akan menjadi janda." "Siapa yang istrimu? Aku Vivian bukan Bianca. Kamu harus bertahan tak peduli apapun yang terjadi." "Ka┄kamu mengatakan padaku kalau aku harus merasakan kehilangan, patah hati, dan air mata. Mu┄Mungkinkah ini yang kamu maksud? Vivian, a┄aku… "Apa yang harus aku lakukan? Jika aku tidak menolo
Read more

Saling bekerjasama

Wajah Meili pucat. Ia tak tahu harus bagaimana. Ia berharap tak ada satu orang yang tahu jika ia berada dibalik semua itu. Jantungnya berdetak kencang, rasa gugup menyelimutinya. "Aku tahu siapa itu," kata Vivian yang tiba-tiba menuruni tangga. Wanita itu meneteskan air mata. "Kenapa non Bianca menangis? Apa yang terjadi?" tanya Ratna. Semua orang menatap Bianca, begitu juga dengan Meili. "Pisau itu… aku..." Air mata Vivian membanjiri wajahnya. Trik apalagi yang akan dimainkan olehnya? "Apa mungkin non Bianca juga melihat orang itu?" tanya Mandha tiba-tiba. "Apa maksudmu Mandha? Apa kamu melihat orangnya siapa?" tanya Meili. Ia tampak cemas. "Sebenarnya, tadi saya tidak sengaja melihat ada seseorang yang memanjat pagar,"
Read more

Kegagalan Axel

Axel memiliki rencananya sendiri. Ketika mobil Pajero telah keluar agak jauh dari Rumah Bianca, ia menatap ke belakang untuk memastikan sesuatu. Bibirnya tersenyum saat waktu yang ia tunggu ternyata datang juga. "Pak, sebentar! Sepertinya, aku sangat haus. Bisakah kamu membelikanku air minum?" Axel memegang perutnya. Pria itu menyuruh Vivian untuk melihat mobil yang berada di belakangnya. Vivian mulai mengerti, ia membantunya. "Pak, kenapa diam saja? Kalau sesuatu terjadi dengannya, apa kamu mau bertanggung jawab?" Vivian meniru gaya Bianca saat berbicara pada Suryo. "I┄Iya. Tunggu sebentar, ya." Suryo segera menepikan mobilnya, lalu membelikan air minum. Axel menganggukkan kepala, memberi isyarat pada wanita disampingnya. "Aku gak bisa menyetir mobil," kata Vivian m
Read more

Tertipu lagi

Axel terbaring disebelah Vivian. Ia melihat wanita itu sambil tersenyum. Lalu, ia membelai rambutnya dengan lembut. "Kamu bau. Sana mandi!" ujar Vivian seraya membalikkan badan. Axel tertawa mendengar itu. "Aku kan udah mandi tadi, Honey. Kenapa mandi lagi?" "Tetapi tadi kamu habis menyetir mobil. Aku gak ingin tidur di sebelah pria yang gak wangi." "Jadi, kalau aku mandi, kamu gak akan menolakku untuk tidur di sisimu?" Axel menaikkan salah satu alis. "Tergantung. Kalau kamu gak kelamaan mandi, aku bisa mempertimbangkannya." "Kamu juga belum mandi kan, Honey?" "Aku roh iblis. Walau gak mandi bertahun-tahun, aku tetap wangi." "Masa sih? Kamu lupa, kalau kamu ada ditubuh Bianca." Axel mulai mendekat. Ia memeluk Vivian dari belakang. Nafasnya terasa di leher wanita itu. "Udah ah, mandi sana!" Vivian mendorong Axel, namun pria itu menangkap tangannya. "Kita kan belum mandi. Gimana kalau kita mandi bersama saja?" Axe
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status