Home / Romansa / KEMBALINYA ISTRI YANG TERBUANG / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of KEMBALINYA ISTRI YANG TERBUANG: Chapter 11 - Chapter 20

25 Chapters

PART 11

"Mama ..."  Dia menatapku sambil tersenyum dengan sangat manis. Panggilannya kali ini entah kenapa kurasakan begitu lain dari ketika kami bertemu di kantor waktu itu. Mungkin saja aku memang benar-benar tengah terbawa perasaan karena saat ini kami sedang berada di rumah.  Dalam kebingunganku bagaimana menanggapi Joe, tiba-tiba anak itu menoleh ke arah Mas Adjie.  "Ini mama yang di kantor papa kan?" tanyanya tiba-tiba. Dan seketika berubahlah ketegangan jadi gelak tawa Mas Adjie dan Mas Bondan.  "Hei, Jagoan! Kamu kangen ya sama mama?" Mas Bondan meraih pundak kurus anakku lalu diangkatnya ke pangkuan. Joe mengangguk pasti lalu menundukkan kepalanya dengan sedih. Aku menatapnya dengan senyum yang coba kupaksakan. Ingin rasanya kudekap puyra semata wayangku itu dalam pelukan. "Kamu bisa main sebentar sama Tante Livia, Jo
Read more

PART 12

Kepergian Afika untuk berlibur bersama teman-teman sosialitanya ke Eropa ternyata dimanfaatkan Mas Adjie dengan baik untuk mendekatiku.  Entah apakah dia benar-benar sudah jatuh hati pada istri pertama yang sekarang menjadi sekretarisnya ini, atau hanya ingin bersenang-senang saja denganku , aku masih belum terlalu paham.  "Kamu tidak perlu pedulikan perasaan Adjie padamu. Yang jelas ini kesempatan kamu untuk membuatnya bertekuk lutut, An. Jangan sia-siakan itu!" kata Mas Bondan berapi-api.  "Iya, Mas." Seperti biasa aku hanya mengangguk mengiyakan yang dia perintahkan. Diam-diam kupandangi wajah lelaki yang saat ini sedang duduk di depanku itu dengan seksama. Ada sedikit perasaan aneh di dalam dadaku.  Campuran antara rasa kagum dan perasaan semacam ngeri. Dulu setahuku Mas Bondan sudah seperti saudara dengan suamiku itu. Namun ternyata setelah a
Read more

PART 13

Hari ke empat kepergian Afika, seperti biasa Mas Adjie sudah memberikan sinyal padaku untuk langsung ke ruang kerjanya selepas jam kerja.  "Aku antar ke apartemen ya, setelah itu aku akan mengajakmu ke suatu tempat untuk makan malam," katanya saat melihatku datang. "Maaf, kita mau kemana ya, Pak?" tanyaku basa-basi. "Aku ingin menghabiskan malam ini sama kamu, Liv," jawabnya dengan penuh percaya diri.  "Apakah ibu belum pulang hari ini?" tanyaku lagi  dengan lebih berani.  "Afika seminggu di luar negeri. Hari Senin besok dia baru pulang." Entah kenapa aku terlonjak mendengar perkataannya itu.  "Bolehkah kita menghabiskan waktu di rumah anda saja, Pak?" tanyaku buru-buru saat melihat Mas Adjie sudah bangkit dari kursi kerjanya, bersiap mengajakku meninggalka
Read more

PART 14

Sepulangnya Afika dari luar negeri, Mas Adjie nampak sedikit menjaga jarak denganku. Namun setiap saat aplikasi perpesananku tak pernah absen dari sapaannya. Sepertinya dia memang sudah terpikat dengan wanita bernama Livia ini.  Satu hal yang menguntungkanku saat beberapa waktu yang lalu aku berhasil kembali ke rumah itu adalah akhirnya aku tahu bahwa para asisten rumah tanggaku yang dulu ternyata masih sangat setia padaku, terutama Murni. Dan diam-diam aku sudah memberitahukan padanya tentang rahasia terbesarku.  Tentu saja waktu kukatakan itu dia begitu shock, karena majikan yang dia kira telah meninggal selama ini ternyata masih hidup dan sudah kembali. Dia langsung memelukku penuh haru saat akhirnya kuceritakan kejadiannya secara garis besar. Wajah bahagia terpancar jelas di wajah wanita setia itu. Dan dia pun berjanji akan membantuku membongkar kejahatan mas Adjie dan Afika. ..
Read more

PART 15

Pada akhirnya, mas Bondan begitu senang saat aku ternyata telah berhasil mendapatkan beberapa rekaman pembicaraan antara mas Adjie dan Afika dalam kamar mereka melalui Murni. Itu pun dia belum mendengar isi rekaman dari benda yang sebelumnya kusuruh untuk diletakkan oleh Murni di dalam kamar mereka.  Wajahnya berubah jadi sangat cerah ketika kemudian dia berhasil mendengarkan semua isi benda yang sudah kuserahkan padanya itu.  "Perfect! Ini bukti yang bagus," katanya. Aku hanya memutar mata malas melihat reaksinya itu.  "Lain kali tolong jangan selalu menyalahkan semua yang kulakukan, Mas," protesku.  "An, aku hanya ingin kamu meminta ijin dulu padaku sebelum bertindak. Itu aja intinya. Jangan bergerak sendirian!"  "Aku nggak yakin kamu akan mengijinkan kalau aku ngomong dulu sama kamu, Mas." 
Read more

PART 16 (AUTHOR'S P.O.V)

Adjie mondar mandir tak tenang di depan Afika yang kali ini tak seperti biasanya hanya duduk terdiam tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Pandangannya kosong menatap ke lantai kamar mereka.  Entah kenapa ada perasaan tak enak di hati wanita itu saat ini. Dan sebenarnya hal itu sudah dia rasakan sejak kedatangannya beberapa hari yang lalu dari berliburnya ke Eropa.  "Sekretarisnya Pak Adjie menginap di sini waktu Ibu di Eropa," lapor satpam rumahnya, Agus, malam itu saat dia memanggilnya khusus untuk melaporkan apa saja yang terjadi saat dia tidak ada di rumah.  Di rumah itu, memang hanya Agus orang yang bisa dia percaya. Pekerja dan asisten rumah tangga lainnya seolah tak pernah tersentuh olehnya walau sudah betapapun kejam dia perlakukan, mereka tetap saja seperti orang-orang asing yang tidak pernah benar-benar menganggapnya sebagai seorang majikan.  
Read more

PART 17 (AUTHOR'S P.O.V)

Pagi itu saat mobil sang majikan sudah meninggalkan halaman rumah untuk berangkat ke kantor, disusul si nyonya rumah yang  terburu-buru pergi dengan sopir pribadi keluarga itu, Murni bergegas memasuki kamar utama rumah tersebut dengan membawa alat kebersihannya seperti biasa.  Namun saat berada di dalam kamar, bukannya membersihkan ruangan yang dia lakukan, namun justru mengambil benda kecil yang dia letakkan hari sebelumnya di sebuah sudut yang diq yakin tak akan pernah disadari oleh pemilik kamar.  Buru-buru disimpannya benda kecil yang rupanya adalah alat perekam itu ke dalam saku seragam kerjanya. Lalu dia baru mengerjakan apa yang menjadi kewajibannya untuk membersihkan kamar majikannya itu. ...Hari sudah menjelang siang saat Murni telah bersiap pergi dengan membawa kertas berisi daftar belanjaan yang panjang. Hari ini haru
Read more

PART 18 (AUTHOR'S P.O.V)

Livia turun dengan percaya diri dari taksi online yang membawanya menuju rumah Adjie. Kali ini tidak ada alasan dia untuk berpura-pura takut pada wanita bernama Afika itu.  "Eh, Bu Livia. Silakan masuk," Murni menyambutnya di teras bersama Joe yang langsung saja menggandeng tangan Livia akrab.  Hari minggu ini Livia memang sengaja berkunjung ke rumah keluarga itu. Sebenarnya Adjie semalam sudah berkata akan menjemputnya, namun Livia lebih memilih untuk datang sendiri.  Sampai di ruang tamu, Adjie sudah menyambutnya dengan semangat. Wajahnya nampak sumringah melihat wanita yang dinantinya datang. Sementara itu dari tangga lantai atas, Afika memperhatikan adegan dibawahnya dengan senyum kecut.  "Sudah datang, Sayang?" Tangan kokoh itu segera merengkuh tubuh langsing Livia, membuat wanita itu sedikit risih karena matanya segera tahu ada sosok yang me
Read more

PART 19 (AUTHOR'S P.O.V)

Mobil mewah Adjie melaju menembus jalanan malam yang sudah mulai agak lengang. Sedari sore sejak Livia pulang dari rumahnya, dia sudah menunggu Afika di rumah mereka. Namun istrinya itu tak kunjung datang. Entah dimana dia sekarang. Mungkin sedang berada di rumah salah satu teman sosialitanya atau di hotel untuk bersenang-senang dengan siapa, entahlah, Adjie sudah tak begitu peduli lagi. Adjie menghentikan mobilnya tepat di sebuah bangunan rumah yang tentu masih sangat dia ingat. Afika mengenalkan seorang lelaki bernama Dito itu padanya kira kira setahun yang lalu. Dialah yang akhirnya menghabisi nyawa istrinya, Ana, waktu itu.  "Apa kabar, Pak Adjie?" Dito ternyata menyambutnya dengan baik dan masih sangat mengingatnya. Mereka berdua memang sudah lost contact sejak rencanyanya menyingkirkan Ana berhasil. Keduanya tak lagi saling berhubungan setelah Adjie menyelesaikan pembayarannya untuk tugas lelaki itu. "Tumben Anda
Read more

PART 20 ( AUTHOR'S P.O.V )

Dengan bantuan salah satu orang kepercayaannya, Adjie berhasil membuat kesepakatan dengan orang bayaran yang lumayan bernama besar di kota itu.  "Serahkan semuanya pada kami, anda tidak perlu khawatir, Pak Adjie. Semua perkembangan akan Kami laporkan sesegera mungkin pada anda," kata lelaki tinggi besar yang baru saja menerima sejumlah uang dengan nominal tak main-main dari Adjie itu.  "Oke, tapi jangan terlalu sering menghubungiku jika itu bukan kabar yang terlalu penting. Kamu tahu kan maksudku?" ujar Adjie. "Tentu, Pak. Anda jangan ragukan kerja kami. Semuanya akan beres tanpa jejak," ujar lelaki itu dengan sombongnya. "Oke kalau begitu aku tunggu kabar baik dari kalian secepatnya." Usai berkata seperti itu, Adjie pun segera meninggalkan tempat bertemunya dia dengan orang bayarannya itu. Kini dia bisa sedikit bernafas lega te
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status