Patricia Battista, namanya.Sungguh, Tama tidaklah terlahir sebagai pribadi yang haus akan rasa ingin tahu—terlebih mengenai urusan orang lain. Tidak ketika, hidupnya saja sudah ibarat segulung benang kusut. Namun, pada sore hari di Senin itu, di penghujung semester dua yang penuh hiruk-pikuk. Dari sisi hard court, tempatnya tengah sibuk memunguti satu demi satu bola tenis, tanpa sengaja sayup-sayup dia mendengar segerombolan siswi di tribun heboh merumpi.Aktivitas yang jujur, lumrahnya tentu bakal langsung Tama abaikan. Dan, dia memang melakukannya, anyway. Memilih untuk terus bergerak mengikuti ke mana pun arah bola terserak, sembari sesekali merundukkan tubuh jangkungnya demi menggapai tennis balls yang tadi tiada henti dia pukul keras-keras. Akan tetapi, siapa sangka memang bila segala polah cuai tersebut toh tak mampu dipertahankannya hingga akhir. Tangannya yang sudah terjulur serta siap guna m
Read more