Home / Urban / Mafia Girl / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Mafia Girl: Chapter 11 - Chapter 20

22 Chapters

Kasih Sayang Ibu

Dua orang itu sama-sama membuka mata di kedalaman air sungai. Lily menatap lelaki di depannya, mengamati struktur mukanya. Hidungnya yang mancung, rahangnya yang kokoh.  Ia tak merasakan apapun.Tak lama, gelembung air menyembur dari mulut lelaki bernama Din itu. Lalu mendorong tubuhnya naik ke permukaan. Lily menyeringai kecil dan menyusul naik. Lily muncul dan dihadiahi tatapan heran dari lelaki tampan di depannya.“Bagaimana kamu melakukannya?” tanya Din yang masih mencoba mengumpulkan oksigen ke paru-parunya.“Melakukan apa?” tanya Lily bingung.“Haah ... menahan napas selama itu. Kita nyaris 2 menit di bawah air. Aku yakin kamu masih bisa melakukannya lebih lama lagi. Lihat saja dirimu. Kamu bahkan tidak kelihatan kehabisa napas. Hah ... “ tutur Din masih dengan napas yang terengah-engah.‘Aku tentu takkan memberitahu lelaki ini kalau kemampuanku berasal dari latihan yang kulakukan selama berada d
Read more

Aset yang Dibekukan

Keduanya saling diam di dapur yang merangkap tempat makan itu. Lily mencuri pandang pada wanita berambut hitam panjang di depannya yang tampak memainkan gelasnya yang sudah kosong.“Aku mau minta maaf sama ibu atas sikapku sebelumnya.”Kalimat itu akhirnya terucap dari bibir Lily. Membuat Atmarini mendongak melihat putrinya kemudian tersenyum. Menjulurkan tangannya meraih tangan Lily erat.“Ibu juga minta maaf, Anna. Ibu tahu ... kamu hanya ingin melindungi adik-adikmu. Hanya saja ... ““Aku mengerti, Bu,” kata Lily menyambar kalimat Atmarini. “Aku yakin kita hanya ingin melindungi Aga dan Nata dengan cara kita masing-masing.”Lily merasakan tangannya digenggam makin erat. Senyum Atmarini juga semakin hangat. Wanita yang nyaris mengainjak usia empat puluh tahun itu menarik tangannya lagi dan kembali melamun.“Ada yang ibu pikirkan lagi?” tanya Lily yang menduga ada yang dipikirkan s
Read more

Bukan Tampang Orang Kaya

“Kok melamun?”Lily kembali ke realita dan melihat ke sumber suara. Tampak Din tersenyum dengan gelas berisi cendol disodorkan padanya.“Terima kasih,” ucap Lily. Ia menerima gelas yang disodorkan dan meminumnya.“Jadi gimana tadi di dalam?” tanya Din seraya duduk di sebelah Lily.“Sedikit lebih ribet dari perkiraanku. Tapi ga masalah.” Lily mengangkat bungkusan berisi uang dan mengguncangnya. “Aku dapat uangnya.”Din terbelalak melihat bungkusan berwarna coklat itu tampak berat."Kenapa ngelihatnya begitu?" tanya gadis berambut pirang itu.“Dengan uang sebanyak itu, harusnya kamu dikawal petugas.”“Iya mereka menwarkan itu tadi. Tapi aku menolaknya. Ribet.”Din hanya tertawa mendengar komentar Lily. Gadis di sampingnya benar-benar cuek bahkan dengan hal sepenting menjaga keamanan dirinya.“Jadi sekarang kita kemana lagi?&rdq
Read more

Kenapa Motornya Warna Hitam?

Sepanjang perjalan pulang dibonceng motor butut milik Din, Lily menyadari lelaki itu hanya diam dan fokus berkendara.“Kenapa diam saja?” tanya Lily.“Eh enggak.“ Din tergagap. “Aku cuman masih kepikiran dengan kejadian di dealer tadi”“Kenapa dengan itu?”“Kamu melakukan kehebohan semacam itu untuk memberi pelajaran satu orang. Yang menurutku itu tidak perlu.”“Oh... ,”Din sedikit menoleh, “Oh?”“Menurutku itu perlu,” sahut Lily.“Aku lebih memilih meninggalkan tempat itu daripada melakukan apa yang kamu lakukan tadi,” sanggah Din.“Beberapa orang harus diberi pelajaran, Din. Dan gadis tak tahu diri itu salah satunya. Kamu dengar sendiri kan tadi, dia bilang sudah sering melakukannya. Berarti sudah banyak orang yang direndahkan seperti kita sebelumnya.”Din tak menjawab. Lily sendiri pun mendad
Read more

Kami Hanya Teman

“Bukannya itu motor yang kita pesan?” tanya Lily pada Din. Lelaki tampan berbadan kekar itu mengamati motor yang diangkut diatas Kolbak. Tampak warga berkerumun mengelilingi motor dan mengaguminya. Saketi tiba-tiba merangsek membelah kerumunan. Mendekati orang dari dealer yang tampak bingung karena banyak warga yang datang. “Hei!” teriak Saketi. “Kenapa motornya warna hitam? Kan saya pesan warna merah?” tanya lelaki dengan kulit agak gelap itu sambil berjalan mendekat. Dua lelaki berseragam putih merah yang mengantar motor saling pandang. Bingung. “Maaf, kami ga mengerti maksud masnya,” tutur orang dealer yang berkacamata. “Wah engga bisa kerja rupanya kalian ini,” ledek Saketi. “Masa bedain warna saja kalian enggak becus?” Sontak kalimat Saketi itu memancing tawa dari beberapa warga yang sebagian besar adalah anak buahnya. “Mas ini siapa namanya?” tanya lelaki berkacamata. “Saketi,” jawab Saketi seraya bersedek
Read more

Dasar Mesum

“Benar. Seperti yang dia bilang ... kami hanya teman,” sahut Din yang mendadak merasa tenggorokannya kering. “Baiklah kalau begitu. Agak disayangkan gadis secantik ini tak ada yang memiliki,” kata Jacob yang berjalan mendekati Lily. Mengambil tangan gadis itu lalu menciumnya. Hal itu sama sekali tak mengganggu Lily karena di Moskwa, lelaki mencium tangan seorang wanita dianggapnya sebagai sapaan hangat. “Jadi, apa yang bisa kukerjakan di perusahaan ini?” tanya Lily pada lelaki di depannya. “Kamu lulusan kampus mana?” tanya lelaki tampan berjas hitam. Berkelebat di kepala Lily tentang pendidikannya selama di agensi. Bagaimana yang dipelajarinya hanya tentang cara efektif dalam membunuh. “Aku tak tahu butuh dokumen semacam itu untuk bisa diterima bekerja,” sahut Lily. Jacob tertawa kecil mendengar kalimat Lily. Gadis muda berambut pirang itu justru heran. “Bukankah selama kita bisa bekerja dengan baik semuanya beres?” tan
Read more

Rasa Bernama Cinta

“Sekarang kamu harus membayar kesombonganmu itu,” kata Jacob. Lily tahu lelaki itu berdiri di belakangnya karena mampu merasakan hembusan napasnya di tengkuk. “Benarkah? Bagaimana aku harus membayarnya?” tanya Lily dengan pandangan tetap ke depan. Tiba-tiba saja, tangan lelaki berjas hitam itu hendak meraba bukit indahnya. Namun dengan sigap Lily menangkap tangan si lelaki tak tahu diri. “Benar sekali. Kamu memang mesum.” Lily memutar tangan Jacob. Krek! “Aaaaaa!!!” Dua sekuriti berlari setelah mendengar teriakan majikannya. Lily menghadiahi Jacob dengan siku tangannya. Bugh! Jacob tumbang di lantai. “Bos,” teriak salah seorang satpam dengan begitu sampai di ambang pintu. “Tunggu apa lagi, hajar dia!” teriak Jacob kesakitan memegangi tangannya yang terkilir. Sekuriti berbadan besar meraih lengan Lily. Dengan sigap gadis berambut pirang itu memutar lengan dan membuat cengkeraman di
Read more

Balas Dendam

“Lily,” panggil Adi yang berlari mendekat dengan panik. “Apa yang terjadi?” tanya Lily. “Entahlah. Kami bangun dan tiba-tiba motor sudah dalam kondisi seperti itu.” Lily kembali melihat ke arah motor yang masih membara. Tampak Din dan warga berusaha memadamkan kobaran api. Karena banyak warga yang membantu, si jago merah dengan cepat dikuasai. Sayangnya Honda CBR 250 CC itu tak dapat diselamatkan. Lily mendekati Din yang masih memandangi motor yang gosong. Meremas pundaknya pelan. Din menoleh dan terkejut. “Lily. Maafkan aku. Motormu... “ “Kan sudah berkali-kali aku bilang kalau itu motormu,” potong Lily. Din tersenyum datar. “Aku enggak tahu apa yang terjadi. Tiba-tiba saja api sudah membesar.” “Tak masalah, Din. Yang penting kamu dan keluarga baik-baik saja.” Mata lelaki tampan itu kembali berputar mengamati motor yang sudah menghitam. Lily pun melakukan hal yang sama. Ada sesuatu yang mendadak mengganjal piki
Read more

Konsekuensi Pembakaran Motor

Semilir angin dari jendela berjeruji besi masuk dan membelai muka. Memaksa mata birunya terbuka lalu mengerjap pelan mengumpulkan kesadaran. Sementara dari arah ruang tengah Lily mendengar suara ibu dan adik-adiknya. Lily bangkit dan menguak pintu, mengalihkan fokus ibu dan adik-adiknya. “Anna?” seru sang ibu yang masih memangku Natasha. “Baru bangun kak?” tanya gadis kecil bermata biru itu sambil tersenyum. Lily ikut tersenyum dan mendekat ke meja. Mengambil air putih dan meneguknya. Tampak di dapur, Agafia sedang sibuk meracik bumbu. Lily baru sadar waktu makan siang sebentar lagi setelah matanya berputar ke jam dinding yang menunjuk angka 11. ‘Sepertinya semalam tidurku nyenyak sekali,’ batin Lily. “Kamu darimana semalam?” tanya Atmarini membuyarkan lamunannya. Lily menyandarkan punggungnya ke kursi. “Keliling di sekitar kampung saja, Bu.” “Kalau begitu kamu tahu kejadian menghebohkan semalam kan?” Li
Read more

Keputusan Berani

“Ah ini dia. Yang ditunggu akhirnya datang juga,” kata Saketi yang berdiri dengan tangan bersedekap. “Ibu!” “Stop!” Lily berhenti bergerak karena melihat Saketi menarik kerah baju ibunya. “Tunggu! Mereka tak tahu apa-apa. Tolong lepaskan mereka,” pinta Lily memohon. “Kamu mencari orang yang membakar motormu kan? aku pelakunya,” kata Lily dengan suara bergetar. Baru kali ini ia takut kehilangan seseorang dalam hidupnya. “Aku sudah tahu mengenai hal itu,” ujar Saketi. Ia melepaskan cengkeraman tangannya dari kerah baju Atmarini dengan kasar. “Sak, kita bisa bicarakan ini baik-baik,” ujar Din. Saketi mendengus. “Kalian ini rupanya dekat ya.” Lelaki bertubuh kekar dengan kulit agak legam itu berjalan mendekati Lily dan Din. Memperhatikan keduanya. “Jelaskan padaku, apa alasanmu membakar motor Din?” Lily terhenyak. “Aku tak melakukannya." Saketi memiringkan kepala karena heran. “Ada yang aneh di sini. Jika me
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status