Home / All / EGO / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of EGO: Chapter 11 - Chapter 20

25 Chapters

BAB 9

Semilir angin malam di tengah lautan, sungguh nyaman. Perasaan tenang yang belum pernah sesempurna malam itu. Ombak tenang, bintang pun cemerlang. Secemerlang sorot mata Elzora hingga diam tak bergeming."Ombaknya tenang, tumben." Ucapan Fikri adalah pertanyaan yang entah ditujukan untuk siapa."Sering naik kapal ya?" Elzora baru menjawab setelah tertegun beberapa menit."Lumayan, hampir satu atau bulan sekali." Balas Fikri."Serius? itu mah bukan lumayan tapi sering banget, tugas lo emang harus pergi terus begini ya?""Enggak Zo, malahan dosen gue selalu bilang.., kamu akan jadi ahli fotografi yang hebat ketika bisa menyulap tempat biasa jadi luar biasa." Jelasnya."Terus kenapa sering banget kelayapan? Padahal cuma buat nyari objek bagus dan sekedar bikin time lapse aja kan?""Karena suka.""Suka?""Buat gue, fotografi itu hobi, seni sekaligus jati diri. Embel-embel kata hebat bukan gue banget!""Kalo c
last updateLast Updated : 2021-08-09
Read more

BAB 10

"Lagunya bagus ya?""Iya."Sebuah lagu dari Alabama Shakes berjudul I Found You. Suasana malam itu semakin sendu. Elzora tidak merasa hatinya sedamai malam itu. Sementara Fikri tampak biasa, sebab sudah terbiasa. Seorang tiba-tiba bergabung. Wajahnya muram, tampak tak menikmati suasana romantis malam itu. Beban hidupnya seperti tertulis pada kerutan di keningnya. Beberapa obrolan dua pemuda disampingnya berhenti seketika. Tentu, pembicaraan mereka terlampau berbeda. Elzora tampak gelisah. Bukan sebab tidak nyaman dengan kehadiran bapak itu. Ia menyimpan banyak pertanyaan yang ingin segera diutarakan. Sesekali mengambil ancang-ancang untuk memulai pertanyaan. Tapi tangis bapak itu tiba-tiba membuatnya berhenti. Suaranya semakin kencang hinga tersedu-sedu. Beberapa orang yang tengah menikmati malam itu pun serentak melihat ke arahnya."Maaf kalau Bapak ganggu ya nak!" Bapak yang usianya terlihat 50 tahun lebih itu berhenti menangis. Tapi wajahnya
last updateLast Updated : 2021-08-11
Read more

BAB 11

"WELCOME TO BALI..." "Sabar Fik, 30 menit lagi." Sahut Elzora menghentikan teriakan pemuda yang sedang berdiri di geladak kapal paling atas. Waktu subuh selesai, matahari akan segera tiba dari ufuk timur. Para penumpang mulai mengemas barang. Mereka bukan hanya orang yang datang untuk berlibur. Mereka datang dengan tujuan yang berbeda. Seorang ibu dan anak, pasangan suami istri, perantau, dan pemudik. Mereka berduyun-duyun berdiri dalam deretan. Sementara Fikri dan Elzora masih galau. Bagaimana nasib Pak Baim selanjutnya? Harus ada yang mengalah untuk peduli? Elzora memutuskan untuk mengajaknya turun di Pelabuhan Benoa. Namun, Pak Baim memilih tetap di kapal. Harapannya hanyalah agar ia bisa tetap hidup pada setiap pelayaran. Cukup keras membujuk tapi, orang tua renta itu tetap memilih pilihannya. Hal terbaik yang bisa dilakukan hanya dengan memberinya sedikit sedekah. Elzora dan Fikri mengumpulkan sebagian
last updateLast Updated : 2021-08-14
Read more

BAB 12

Menatap langit yang sama untuk ketiga kalinya Menyaksikan senja bersama untuk ketiga kalinya Terkadang waktu sangat lucu dan rumit untuk ditebak "Cantik." Fikri tertegun menikmati lembayung senja. "Iya, eh lo nggak bikin time lapse?" tanya Elzora. "Enggak ah." "Tumben, emang kenapa?" tanyanya kembali. "Lagi pengen fokus sama yang aslinya," seru Fikri masih memandang satu titik yang sama. Elzora menyimpan bloknot dan pulpennya. "Kenapa disimpen, nggak mau nulis sesuatu lagi?" tanya Fikri. "Lagi pengen fokus sama yang aslinya." Elzora menatap senja dengan khusyuk. Menikmati senja memang harus fokus. Momen langka sehari sekali yang sayang untuk dilewatkan. Warna jingga pada senja selalu sama. Tapi ia selalu punya cerita sendiri pada setiap tempatnya tenggelam. Ombak mendekati kaki mereka yang sedang sama-sama menciptakan cerita. Cerita berupa kata, gambar, aroma,
last updateLast Updated : 2021-08-15
Read more

BAB 13

Pagi itu hari paling menyebalkan setelah kemarin malam. Elzora sudah benar-benar kecewa. Ia putuskan untuk pergi tanpa Fikri. Memang salah terlalu percaya dengan manusia. Aku bisa kok, ada dia atau tanpa dia sekalipun. Perjalanan ini akan kembali seperti rencana awal. Langkah kaki mengejar kekesalan hati. Melewati banyak manusia di sepanjang jalanan kuta walking street. Beban dipundaknya hampir tak terasa lagi. Buru-buru ia ingin segera meninggalkan Bali. Meninggalkan janji dan kenangan yang tak ingin dikenang. Fikri yang sudah sungguh diberi secercah harap malah lenyap. Pertemuan singkat yang sejak awal bekesan. Sampai akhirnya berujung meninggalkan dan ditinggalkan. Laju kakinya terhenti pada sebuah kedai kopi yang masih sepi. Lebih tepatnya, belum menerima pesanan sebelum pukul tiga sore. Tempat yang sempat membuatnya kecewa pada seseorang. Sebuah gapura bertuliskan "Kampung Lungo". Tempat itu sudah berada dihadapan Elzora. Perjalanan yang ia te
last updateLast Updated : 2021-08-16
Read more

BAB 14

Pertanyaan terus berputar dalam kepala enggan berhenti. Belum ada jawaban yang terjawab tuntas. Semua masih terlalu ambigu untuk dimengerti. Elzora terus berkelana mencari satu-satunya pertanyaan yang selalu menuntut untuk dikeluarkan dari pikirannya. Pukul tujuh pagi, tubuh yang sudah letih siap sedia lepas landas. Keberangkatannya tertunda dua jam lebih. Tenggorokan itu belum dibasahi air sejak bangun tidur. Hanya air sisa mandi dan gosok gigi. Perutnya pun menolak sarapan yang sudah disiapkan Asih. Akhirnya ego mengalahkan rasa lapar. Gadis itu belum menelan apapun selain es teh dan gorengan. Sebuah rumah makan yang jaraknya sekitar sepuluh menit dari bandara. Tempat itu berhasil menggugah selera makan Elzora. Hanya nasi campur dan teh tawar hangat. Bersama lamunan ia perlahan mengunyah makananya. Ting tinining tininggg ning.... "Halo... Zo apa kabar lo? Pulang woy temen-temen lo pada nanya lo sama gue. Udah Zo mending lo pula
last updateLast Updated : 2021-08-18
Read more

BAB 15

Gemerincing gelang kaki delman lewat dengan sopan. Sudah hampir setahun gadis itu tak mengunjungi daerah istimewa itu. Kali ini yang ia harapkan bukan kesenangan melihat pemandangan. Bukan sekedar jalan-jalan atau memburu buah tangan. Hanya ada satu harapan yang ingin segera ia pastikan. Pertemuan dengan sosok pencipta art style. Berhari-hari memburu wartawan itu, tapi tak berujung temu. Elzora bingung apakah harus sesulit ini. Hanya untuk menemui kakak tingkat organisasi. Rasanya meski terpaut usia tiga puluh tahun lebih diatasnya, itu bukan hambatan. Semacam memang takdir yang enggan mempertemukan mereka. Yogya, harus menjadi titik pertemuan. Gadis itu sudah tidak punya banyak waktu lagi. Tugas akademik sudah menumpuk. Hidupnya bukan hanya untuk menjawab satu pertanyaan itu saja. Ada pertanyaan lain yang harus diselesaikan. Ujian akhir semester.Di depan derertan ruko tak berpenghuni, Elzora jalan kaki. Langkahnya berhenti pada sebuah gerobak es durian. Setelah pes
last updateLast Updated : 2021-08-19
Read more

BAB 16

"Adik aku suka pantai, apa kamu juga suka?""Iya, aku sering main pasir dan melukis bareng kakek kalo main di pantai."Dari pertanyaan itu Elzora sudah menebak. Itu adalah kode, dan perasaannya mengatakan ia akan di bawa ke pantai. Ia hanya berharap ada pantai yang mungkin belum pernah ia kunjungi. Mobilnya tiba-tiba berhenti pada sebuah taman. Awalnya ia mengira itu taman, ternyata itu hanya halaman depan. Di dalamnya ada sebuah rumah dengan arsitektur yang sangat elegan dan tradisional. Banyak aksen batik dan keris. Dipenuhi beraneka ragam tanaman rambat maupun tanaman pot. Beberapa bonsai disana mirip seperti yang ada di indekos Elzora. Tempat itu sangat sejuk. Rumahnya tampak sederhana, tidak terlalu besar, tapi elegan. Tampak sangat terawat dengan baik. Mobil diparkir pada garasi yang lumayan luas. Banyak benda dan beberapa tempat ditulis dengan aksara Jawa."Ini rumah, taman, atau penginapan?" tanya Elzora."Mari masuk," Morgan hanya menjawab dengan
last updateLast Updated : 2021-08-26
Read more

BAB 17

Perempuan yang selalu haus tantangan. Tentu tidak menolak jika hanya diajak lomba melukis. Elzora merasa beruntung bisa melukis bersama seniman. Tangannya gemetar takut salah menempatkan dan memadukan warna. Setangkai bunga mawar yang diguyur hujan menjadi andalan Elzora. Sama seperti lukisan pertama yang diajarkan mendiang Kakek padanya."Wahhh, lukisan kamu cantik sama seperti pelukisnya." Ujar Eyang Ratih memuji."Nggak sebagus lukisan Eyang.""Ah, nggak mungkin. Selera seni jaman sekarang sudah nggak seperti zaman Eyang El.""El?"                     "Lihat kamu dan namamu, buat Eyang rindu Elsa, adik Morgan. Apa Morgan sudah cerita?" tanya Eyang Ratih."Iya sudah, Morgan banyak cerita tentang Elsa dan Mamanya. Barusan di taman belakang," balas Elzora."Morgan pernah bilang sama Eyang, Gan sudah kehilangan dua bidadari, masih tersi
last updateLast Updated : 2021-08-27
Read more

BAB 18

"Kamu belum tidur?" sahutnya dari depan muka jendela balkon. "Eh iya nih, kamu juga belum tidur mas?" balas Elzora yang sedang berdiri menatap bintang. "Panggil Morgan atau Agan aja! Barusan aku dari luar beli sesuatu, eh dari bawah liat kamu masih di balkon, makanya aku samperin," ujarnya. "Lagi cari angin aja!" balas Elzora murung. "Oh, atau kamu mau salat yaa? Aku simpen alat salat loh, soalnya suka ada temen arisan Eyang yang salat disini." "Emm kebetulan aku lagi datang bulan jadi nggak salat. Kamu tahu aku muslim?" tanya Elzora. "Dari cara kamu nanyain menu makan malam, aku bisa nebak, Eyang aja yang kurang peka. Malah bilang kamu vegetarian." "Aku nggak enak ngomong langsung di depan Eyang," ucapnya lirih. "Kenapa harus nggak enak? Kamu nggak akan di usir Zora hahaa, justru Eyang akan sangat senang dapat tamu spesial. Keluarga kami ini cinta damai dan sangat menghargai toleransi kok, kamu nggak perlu khawatir ya!
last updateLast Updated : 2021-08-28
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status