Home / Fantasi / Fantasy World / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of Fantasy World: Chapter 41 - Chapter 50

58 Chapters

41. Catur

Setelah menceritakan semua yang aku alami pada Pak kepala yang merupakan Ayah Luna. Beliau mengatakan bahwa kejadian itu memang benar terjadi. Itu terjadi sekitar satu setengah tahun yang lalu. Mendengar secara detail kebenaran mengenai kejadian itu membuat beliau terlihat sedih. Luna tidak pernah bersedia untuk bercerita pada siapapun bahkan pada keluarganya sendiri mengenai insiden itu. Setelah mendapatkan pesan dari tetangga tentang insiden yang dialami putri dan pembantunya di rumah. Mereka berdua meninggalkan pekerjaan mereka dan langsung pulang ke rumah. Luna yang menolak untuk memberikan kesaksian karena masih trauma, membuat kedua orang tuanya hanya mengetahui sebagian cerita dibalik insiden itu dari kesaksian tetangga.Akibat dari peristiwa itu. Luna kehilangan keceriaannya dan menjadi sering melamun. Dia juga menjadi pribadi yang cukup tertutup, serta memiliki ketakutan yang berlebih ketika berduaan dengan laki-laki. Dengan tujuan agar dapat mengawasinya lebih ketat, kedua o
Read more

42. Yang Kedua Kalinya

“Cukup sampai disini dulu, kita lanjutkan besok”Nossal yang sedang menciptakan sebuah benda yang diinginkan mentornya merasa heran dengan ucapan mentornya itu.“Eh!? Bukannya bel makan siang belum berbunyi?” TanyanyaSambil meminum air dari sebuah botol plastik diatas meja. Pak Husein menunjuk ke arah belakang Nossal.“Tampaknya teman-temanmu ingin mengajakmu makan bersama”Melihat ke arah telunjuk mentornya menunjuk, dia melihat Leon, Ryan, dan Rudy sedang mengintip dari balik jendela. Ketika Pak Husein Menyadari keberadaan mereka. Mereka segera menundukkan kepalanya seakan untuk bersembunyi dari pandangannya.“Waktu makan siang juga sebentar lagi tiba. Kita tidak sedang ada dalam pelajaran yang memaku murid untuk terus belajar sampai waktu yang telah ditentukan. Dan juga aku perlu membawa ini ke lab untuk mengeceknya”Sambil membawa beberapa bubuk yang telah aku ciptakan ke sebuah cawan kecil, Pak Husein segera berdiri dari tempat duduknya, lalu segera pergi ke laboratorium. Ketika
Read more

43. Pengejaran

“Fiuhh~ akhirnya kita mendapatkan makanan kita…” Dengan membawa menu makanan yang seperti kemarin. Mangkuk kecil yang berisikan sup dengan beberapa sayuran berbeda, piring dengan 3 butir donat dari ubi, dan segelas teh hangat. Kami segera pergi dari kantin dan bergegas menuju ruang UKS yang dipilih sebagai tempat makan. Masing-masing dari kami membawa makanannya sendiri yang diletakkan di atas nampan plastik. Sedangkan Leon dengan tangannya yang masih patah, dia hanya membawa segelas teh ditangannya, dan meminta tolong pada Ryan unuk membawakan sisanya “… Parah, banyak banget adik kelas yang mengantri. Aku pikir kalau kita antri di barisan yang dilayani Venda bakal lebih cepat. Ternyata malah sebaliknya” “Tentu sajalah. Ryan, kamu terlalu naif kalau berharap Venda akan mendahulukan kita. Kamu tahu sendiri sifat dia gimana kan? dia akan menyuruh kita yang lebih tua mengalah dan mendahulukan yang muda.” Ketika sampai di lapangan, kami melihat lapangan yang dalam kondisi basah meski t
Read more

44. Pemimpin Untuk Masa Depan

Aku tidak dapat menyangkal perkataan Adit yang menganggap kami bodoh karena terlalu terpaku untuk menghilangkan dinding batu yang dibuat Luna, tanpa memikirkan alternatif lain. Entah kami, memang sedang kalang kabut karena Luna yang tiba-tiba meninggalkan Shelter, atau kami memang tidak ingin melihat dari sisi lain saja.Tetapi berkatnya, kami mendapat alternatif lain. Dengan tidak terbuangnya waktu kami hanya untuk mengurusi sebuah dinding, kami dapat mengejar Luna dengan lebih cepat. Hanya saja, setidaknya kami perlu menjelaskan situasinya pada Adit, sebagai orang yang dekat dengan Pak kepala sekolah. Kami yang dari tadi berdiri di dekat gerbang utama, berjalan mendekati Adit dan yang lain.“Pfft... Indra, Faiz, Deni; kalian juga tidak terpikirkan cara lain untuk keluar kah?”“Tia hentikan, Jangan mengolok-olok anggota kelompokmu sendiri—”Tia yang kesulitan menahan tawa, mengejek ketiga laki-laki yang sedang berjalan bersama kami. Tetapi Adit langsung menegurnya lalu mengalihkan pa
Read more

45. Misi Penyelamatan Dimulai

Siang itu, di bawah rindangnya pohon besar di depan lobby, di dekat gerbang utama. Kami semua yang mendengar ucapan Pak kepala sungguh terkejut. Mendengar beliau ingin menyerahkan posisi pemimpin Shelter pada Adit begitu saja terkesan bercanda. Tetapi sebenarnya tidak begitu, Pak kepala sudah memikirkan hal ini baik-baik. Menurut pemikirannya, Adit lebih cocok memimpin dalam posisi dunia yang seperti ini. Banyak hal yang dia ketahui dari pada yang diketahui Pak kepala. Selain itu, menurut Pak kepala, kaum tua atau para guru hanya menjadi beban bagi kaum muda yang mendapatkan kekuatan. Meski disebut pemimpin, Pak kepala hampir tidak melakukan apapun semenjak dunia ini berubah, berbeda dengan Adit, Tia dan Luna yang mencoba mencari cara agar kami tetap hidup dengan mencari bahan makanan di luar Shelter.Meski tidak sadar bahwa dirinya sudah cukup pantas menjadi pemimpin. Adit hanya memiliki pengalaman sebagai ketua OSIS. Bahkan dia baru saja resmi menjabat beberapa minggu lalu. Dia buka
Read more

46. Kota Mati Yang Penuh Dengan Bahaya

Berusaha untuk mengejar dan menghentikan Luna yang berbuat ceroboh, Nossal dan kawan-kawan bergegas mengejar Luna yang sedang menuju akademi Tunas Harapan untuk menyelamatkan adiknya. Jalanan kota yang dipenuhi kendaraan yang terbengkalai dimana-mana, beberapa bangunan yang terlihat hancur akibat benturan dari mobil serta kendaraan lain, hembusan angin yang menerpa dedaunan terbang mengotori lingkungan sekitar. Sunyinya kota meski masih siang hari menyebabkan perasaan tidak nyaman bagi mereka yang baru pertama kali menginjakkan kaki di luar setelah dunia berubah. Kota yang awalnya merupakan salah satu kota terpadat di Nusantara, telah berubah menjadi kota mati yang dipenuhi monster.Di tengah suasana kota seperti itu, mereka berkali-kali bertemu dengan sejumlah monster. Tetapi dengan penuh semangat, mereka menghadapinya,“Tia, dibelakangmu!”Sebuah peringatan ditujukan Adit kepada Tia yang sedang di dekati oleh serigala dari arah belakang. Tia yang sedang fokus dengan 2 kalong yang te
Read more

47. Anak Kelas 7 Pembuat Onar

Selain dari Adit yang langsung memarahi Tia karena tindakan ceroboh yang dilakukannya. Kedua teman perempuan yang satu kelompok dengannya juga melakukan hal yang sama. Mereka berdua juga ikut menasehati Tia. Tanpa bisa menghindari ceramah dari ketiga orang itu, Tia hanya dapat duduk bersimpuh mendengarkan mereka. Indra yang melihat ketua kelompoknya sedang sibuk, memutuskan untuk memeriksa kondisi ketiga Parasyte Cow tadi. Dapat dilihat, seekor Parasyte Cow yang menyerang Tia tadi terkapar di tanah tidak jauh dari tempat mereka sekarang. Sedangkan dua yang lain sempat kabur setelah menerima serangan Tia. Karena tidak dapat memeriksa dua tempat sekaligus, Indra meminta bantuan kedua rekannya, “Faiz, Deni. Bisa kalian cek jasad Parasyte Cow yang ada di sana. Pastikan sudah benar-benar tidak dapat bergerak. Kita tidak ingin mereka tiba-tiba kembali menyerang ketika lengah. Aku akan pergi mencari dua ekor lain” “Sendirian saja? kalau begitu bukannya lebih baik jika salah satu dari kami
Read more

48. Amarah Tia

Adit terkejut ketika melihat Tia terkena serangan dari si anak kelas 7. Dalam hatinya, dia menyesal tidak segera menghentikan pertarungan mereka. Dia justru memposisikan dirinya sebagai penonton yang sedang menonton pertunjukan. Di saat Tia mengeluarkan teriakan yang merupakan respon dari rasa sakit akibat menerima serangan dari si anak kelas 7, barulah dia bergerak, berlari mengkhawatirkan keadaan Tia. Tanpa dapat menyembunyikan rasa sakitnya, Tia berlutut, meringkuk dengan menjepit kedua jarinya yang terluka dengan bajunya. Meski wajah Tia terlihat menderita, Adit tetap mencoba berpikir, “Semoga hanya luka ringan” sembari berlari mendekatinya. Belum dapat memastikan keadaan Tia, sebuah cahaya berwarna kuning kemerahan bersinar dari arah si anak kelas 7. Dia terlihat tidak berniat berhenti sampai di situ. Harga dirinya sebagai laki-laki tidak terima direndahkan oleh seorang perempuan. Senyuman puas terpancar dari wajahnya ketika serangannya yang sebelumnya berhasil melukai lawannya.
Read more

49. Pelajaran Berharga Dari Kakak Kelas

Tia yang awalnya hendak melancarkan serangan pada si anak kelas 7 tiba-tiba saja kehilangan penglihatan. Dia tidak dapat melihat apa-apa, serta nafasnya menjadi sedikit sesak. Dia tahu dirinya masih sadar karena dia masih dapat merasakan rasa perih pada kedua jarinya yang terluka, dirinya pun masih dapat menggerakkan seluruh tubuhnya dengan bebas. Hanya saja pandangannya yang sebelumnya melihat si anak kelas 7 tiba-tiba berubah menjadi gelap. Ketika menyadari ada sesuatu yang bersentuhan dengan kulit wajahnya. Dia tahu bahwa sesuatu sedang menutupi kepalanya. Dengan nada tinggi, Tia berusaha melepaskan benda yang menutupi kepalanya itu sambil berteriak“Singkirkan benda ini dari kepalaku! Dia! Dia tidak akan aku ampuni!”Bukannya meredakan amarahnya, rencana Nossal justru membuat amarah Tia semakin memuncak. Dia merasa dirinya sedang dipermainkan.Dia menggenggam kantong yang menutupi kepalanya, dan berkali-kali mencoba menyingkirkannya tetapi tidak berhasil. Itu karena Ryan dan Indra
Read more

50. Maksud Lain Dari Ucapan Yang Menyakitkan

Clara meninggalkan Nossal. Dia berlari sesenggukan kembali ke tempat teman-teman yang lain berkumpul. Setiap tetesan air mata yang mengalir dari matanya dia seka dengan punggung tangannya. Berlari, pikirannya tidak dapat melupakan yang barusan Nossal ucapkan. Dadanya sesak setiap kali dia mengingatnya, membuat air mata tidak dapat berhenti menetes. Tanpa Clara sadari, seekor monster mengintainya dari balik bayangan. Seekor kalong yang sedang bergelantungan di bawah atap sebuah bangunan yang tidak jauh darinya. Hendak menjadikannya santapan malam, Kalong itu terbang dengan cepat sambil mengarahkan cakarnya pada Clara yang sedang lengah. Mata Clara terbuka lebar melihat sosok monster itu terbang mendekatinya. Perasaan takut yang luar biasa seperti mencekik dirinya. “Aku harus segera menyingkir” ucapnya dalam hati. Dia mencoba menggerakkan kakinya untuk pergi dari tempat itu tetapi tidak bisa. Rasanya seperti kedua kakinya terpaku di atas tempatnya berpijak. Tidak kuat lagi menahan beba
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status