Home / Fiksi Remaja / Kenapa Aku Harus Peduli? / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Kenapa Aku Harus Peduli?: Chapter 11 - Chapter 20

25 Chapters

Ternyata Dunia Itu Sempit!

Sekarang Nahla tengah bermain dengan Anin di ruang keluarga. Sekarang rumahnya sedang kedatangan tamu teman mamanya."Anin Kakak kebelakang dulu ya," ujar Nahla menyuruh Anin tetap di sana. Gadis tersebut hanya mengangguk karena tengah asik bermain boneka. "Bi In," panggil Nahla membuat wanita paruh baya itu menoleh. "Iya, Non?""Biar Nahla aja ngantarin," ujarnya kebetulan ia juga mau pamit sama mamanya ke rumah sakit."Nggak apa-apa Non?""Nggak apa-apa Bi, Nahla minta bantuan aja jagain Anin. Kasian sendiri," ujar Nahla. Bi In mengangguk.Nahla membawa baki yang berisi minuman ke ruang tamu. "Tante Iren?" Nahla terkejut ternyata Tante Iren yang berada di rumahnya."Nahla?" tanyanya bingung. Ilen yang melihat itu tersenyum. "Duduk dulu sini," suruhnya kepada Nahla.Nahla menurut saja, ia duduk di sebelah Ilen, mamanya. "Kamu udah kenal Tante Iren?" tanya Ilen membuat Nahla mengangguk."B
Read more

Pikirkan Dirimu!

Nahla menatap tajam seisi ruangan tersebut. "Kalian bisa serius nggak sih?" Semua diam membisu 'tak ada sahutan sama sekali dari mereka. "Lo ngumpulin kita cuman mau marah-marah?" tanya salah satu dari mereka. Ilham memberi isyarat kepada mereka semua agar diam. Karena melihat emosi Nahla yang tidak terkontrol dia memilih inisiatif sendiri mengambil Infocus Projektor."Silakan kalian pahami lebih dahulu," ujar Ilham setelah menyalakan infocus tersebut dan menyambungkan ke laptopnya."Lah? Kok bisa?!" tanyanya membaca berkas yang terpampang jelas di hadapan mereka saat ini yang tidak sesuai dengan sistem program kerja mereka."Ada yang bisa jelasin?" tanya Nahla dengan sorot mata tajam."Ini bukan kebetulan!" bentak Nahla membuat yang lain terkejut."Maksudnya?" tanya Gibran bingung. "Duduk aja dulu," suruh Ilham membuat Nahla menghela napas berat, emosinya tidak terkendali bahkan ingin sekali hia membanting ba
Read more

Bisakah Untuk Selamanya?

Nahla tersenyum simpul melihat pemandangan di hadapannya saat ini. Abangnya dan mamanya duduk berdampingan sudah lama sekali ia tidak melihat pemandangan tersebut."Kali ini aja, nginap di sini," bujuk Ilen tetapi Naufal tetap kekuah dengan pendiriannya."Demi Nahla," gumam Ilen pada akhirnya.Naufal terdiam kemudian melirik Nahla yang tengah menatapnya. "Oke," jawabnya final. Setelah itu dia izin kebelakang untuk menelfon Nurul agar menyusulnya kemari.***"Kak lucu deh," bisik Nahla di samping Nurul kebetulan kakak iparnya itu sudah sampai.Nurul tersenyum geli. "Biarin aja mereka berdua yuk. Kita kabur," ajaknya membuat Nahla mengangguk.Mereka berdua memilih naik ke lantai atas tepatnya ke kamar Nahla. "Dah lama Kakak  nggak ke sini, nggak banyak berubah ya," ujar Nurul duduk ke atas ranjang Nahla."Heum, begitulah." Nahla duduk di kursi belajarnya menghadap ke arah ranjang."Kamu, ada perubahan nggak?" tanya Nu
Read more

Nothing!

Syifa menyipitkan matanya menatap Syafir dan Ilham. "Kalian ngapain?" tanyanya menghampiri yang sadari tadi hanya diam berdiri di depan pintu kelasnya."Oh, nggak lo lihat, ee lihat Nahla nggak?" tanya Syafir agak gugup.Syifa mengedikan bahunya dan berlalu dari hadapannya. "Huft, untung nggak banyak tanya tuh bocah," gumam Syafir menghela napas."Siapa yang lo bilang bocah," ujar Syifa berada di belakang Syafir hingga menggagetkan dirinya dan juga Ilham."Buset, bukannya lo dah pergi?" tanyanya bingung."Kalian mau ngibahin gue ya?" sosor Syifa menatap datar."Nggak, kami nunggu Nahla," jawab Ilham datar. Syifa membulakan mulutnya ber 'oh'. "Kak yang kemarin gimana?" tanyanya penasaran."Kemarin apanya," sahut Syafir memilih duduk di samping cewek tengil itu."Yang itu," jawab Syifa melirik ke sekitar. "Promosal kita yang dicolong itu," bisiknya ke telinga Syafir."Entah," jawabnya cuek. "Pinjem handphone l
Read more

Rapuh

Apa yang kau pikirkan, tak semua berjalan dengan semestinya. Nahla menghembuskan napas panjang. Pikirannya berkecamuk, sekarang tujuannya ialah ke rumah sakit."Apa lo yakin?" bisikan tersebut selalu menghantui pikiran Nahla. Tapi Nahla ialah Nahla, akan tetap jadi keras kepala.Sekarang ia tengah siap-siap untuk pergi, tapi ...Terdengar seperti pecahan piring dari bawah. "Apa lagi ini Tuhan," gumamnya beranjak melihat apa yang sebenarnya terjadi di bawah sana.Saat genggang pintu mau ia tutup. Tangannya langsung dicekal oleh Nurul. "Kak Nurul?" tanyanya bingung. "Masuk gih," suruh Nurul tambah membuat Nahla kebingungan."Masuk aja." Nurul mendorong tubuh Nahla masuk ke dalam kamarnya kembali dan dia juga ikut masuk tak lupa mengunci pintu kamar."Ada apa di bawah Kak?" tanyanya bingung."Nggak ada apa-apa. Sini aja, palingan Anin nggak sengaja jatuhin piring," ujar Nurul. Tapi dia tersadar. "Anin." Nurul la
Read more

Bunglon

Nahla menatap bingung ke tiga orang yang ada di hadapannya saat ini. "Tadi kamu ngapain?" tanya Nurul mengintrogasi Nahla."Nggak ada," bohongnya pasalnya Nahla mendonorkan darahnya. Sebenarnya mendonorkan darah baik untuk sang pendonor sendiri tapi melihat kondisi Nahla seperti ini cukup mengkhawatirkan bagi mereka."La!" Naufal menatap tajam adiknya. Nahla menghela napas. "Aku cuman mau bantu,"  cicitnya. "Tapi kamu ngorbanin diri kamu tanpa tau efek samping bagi kamu," ujar Nurul memarahi."Kan niat Nahla baik," ujarnya tak mau kalah. "Kita pulang," ajak Naufal membuat Nahla terdiam."Kemana?" tanyanya melirik  Naufal dengan tatapan yang tak bisa diartikan."Ke rumah Abang." Karena tidak mungkin saat ini Nahla kembali ke rumah mamanya."Anin?" tanyan lagi membaut Naufal ingin sekali membenturkan kepalanya ke tempok dengan sikap Nahla yang kelewati peduli sekali."Anin Kakak titipin ke tante Iren,
Read more

Ngomong Apa?

 Senyum sumbringah terpancar dari wajah Nahla yang sedang berselesahan di atas tanah. Terik matahari tambah membuat semangatnya dibakar. "Gilang sini!" teriaknya kepada pria jakung yang berada di ujung lapangan.Pria itu menurut dan duduk di sebalahnya sambil menjulurkan kakinya. "Why?" tanyanya bingung."Kenapa?" tanya Nahla balik."Lo aneh," ujar Gilang tersenyum mengejek membuat senyum Nahla luntur."Lo yang aneh, bunglon." Nahla menatap sepupunya itu jengkel."Bunglon, teriak bunglon." Gilang menyeringai dan menyentil kening Nahla."Aduh, sakit tau," desis Nahla memukul punggung tangan Gilang."Nggak nanya," ujarnya membulatkan mulutnya. "Lo rese banget sih," gerutu Nahla. "Lo cantik deh kalau lagi ngambek," goda Gilang mencolek pipi Nahla hingga bersemu merah."Apaan sih," bantah Nahla memalingkan wajahnya."Cie salting nih," ledek Gilang mentertawainya."Rese amat sih l
Read more

Perseteruan

Jam enam sore Nahla masih betah duduk di resto padahal anak-anak yang lain sudah pada pulang sekitar tiga puluh menit yang lalu."La, pulang yuk," ajak Radit kebetulan dia juga belum pulang."Nggak Nahla pulang sama gue!" tolak Ilham menggeser duduknya ke sebelah Nahla.Radit tersenyum sinis, dia memilih diam membiarkan Ilham mengantarkan Nahla. Mengalah sekali-kali tak apa lah, pikirnya.Nahla menerima ajakan Ilham untuk pulang dan mereka segera berpamitan kepada Radit. Radit yang melihat mereka keluar resto tersenyum sinis. "Nggak bakal lama lagi," gumamnya dan memilih pergi juga dari sana.Ilham melirik Nahla yang hanya diam. "Kak," panggilnya."Merasa aneh nggak sih sama Kak Radit?" tanyanya. Ilham menjerit heran, apa ini hanya kebetulan atau emang ada benar, pikirannya sama dengan Nahla."Sepertinya, tapi kita tidak boleh berburuk sangka loh," balas Ilham. Nahla mengangguk. "Iya, sih.""Mau diantarin kemana?" tanya Ilham.
Read more

Perjalanan

Matahari sudah nampak menyembul dari arah timur dan cahaya menyerambak masuk ke celah gorden di kamar Nahla.Ia membuka perlahan matanya dan mengecek handphone di atas nakas, 05.45. Tok! Tok! Tok!"Nahla bangun nak, sekolah," panggil Ilen dari luar."Iyah, Ma," balas Nahla bengkit dari ranjangnya dan langsung ke kamar mandi.Setengah jam berlalu Nahla sudah stay di ruang makan. "Nanti kalau dah nyampe jangan lupa kabarin Mama, jaga diri di sana," pesan Ilen menyiapkan bekal yang akan dibwa oleh Nahla.Nahla yang tengah mengolesi roti tawar dengan selai cokelat hanya mengangguk."Mama juga jaga diri di rumah." Lengkungan kecil tercetak tersendiri di bibir tipisnya. Rasanya berat sekali meninggalkan mamanya itu sendirian di rumah. Apa lagi dengan kondisi yang masih seperti ini, kacau."Cepatan habisin sarapannya lihat udah jam berapa." Nahla mengangguk dan langsung meneguk setengah susu cokelatnya.Setelah
Read more

Di bawah Langit Malam

 Jam menunjukkan pukul 23.46 akhirnya mereka sampai juga ke tempat tujuan yang memakan waktu yang cukup lama."Yah, ndak jadi challenge," gerutu Syifa turun dari bis sambil menenteng ranselnya."Dah malem," ujar Syafir dengan wajah mengantuk. Dia berjalan lunglai memasuki vila tempat mereka menginap.Ilham masuk terakhir ke dalam vila, takut teman-temannya masih ada berkeliaran di luar."La," panggilnya menatap Nahla masih duduk di teras.Ia memilih menghampiri Nahla yang  berselonjoran kaki. Terlihat ranselnya masih ada di sampingnya berarti dia belum masuk sama sekali."Capek ya?" tanyanya. Nahla mengangguk, gimana tidak capek sekitar 10 jam mereka hanya duduk di dalam bis yang berjalan."Ternyata di sini nggak sedingin yang dibayangin," gumam Nahla, masih tetap panas walau di sini puncak.Ilham mengangguk mem
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status