Home / Romansa / Istri Ke-4 Tuan Tanah / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of Istri Ke-4 Tuan Tanah: Chapter 61 - Chapter 70

84 Chapters

Ketahuan Prapto

Ratih diam sepanjang perjalanan. Bibirnya tertutup rapat. Sebuah kalimat yang terlalu lama ingin dia dengar dan kini semua seolah terlalu terlambat.“Ndoro Ratih.” Panggil pekerja pria yang mengusiri dokar Ratih.Ratih tersadar dari lamunan. Hampir senja saat dia sampai rumah besar ini, tanpa dia sangka, semua perjalanan datang terlalu cepat, “Tolong, bawakan ini, Pak.” Pintanya karena semua baju itu terlalu banyak. Dia sendiri juga membawa satu buntalan cukup besar, berjalan pelan menuju ke kamar yang kini ditinggali putranya. Ada kamar kecil di sana, dulu itu kamar Siti, dan sekarang dialah yang harus tinggal di sana.“Kamu lama sekali?” Sumi yang tahu Ratih sudah kembali, segera datang, putranya yang dia gendong tak mau diam dari tadi, dan dia tak peduli dengan Ratih yang mungkin lelah, segera menyerahkan putranya yang rewel itu.“Inggih, Mbak Sumi. Ibu sama bapak mengajak makan dulu tadi.” Dusta Ratih, dia menimang putranya, seperti memiliki sihir, putranya malah tersenyum sambil
last updateLast Updated : 2022-12-13
Read more

Mulai gila

***Ratih kaget. Segera bangun untuk duduk saat merasakan tubuhnya terguncang cukup keras.“Kau tidur di sini semalaman?” tanya Sumi. Dia baru saja bangun, berniat memandikan putranya sebelum sarapan dimulai.Ratih mengangguk, “Aku hanya menjaganya dengan baik.”Sumi mengangguk, “Mandilah. Aku tidak mau putraku dirawat oleh orang yang kotor.”Ratih pun segera beranjak ke kamarnya. Semalam dia memang tak berniat pergi. Setelah ketahuan Prapto dan tak ada sepatah kata pun, Ratih semakin enggan meninggalkan putranya di sini sendiri. Ratih mandi dengan cepat, kembali ke kamar putranya, ternyata Sumi baru saja selesai memandikan, “Butuh sesuatu?” tanya Ratih.Sumi menggeleng, “Bantu saja pelayan di dapur. Sebentar lagi kita sarapan. Banyak pekerjaan hari ini, Iis dan Fitri akan ke sini, apa kau lupa?”Ratih tersenyum, “Tidak, Mbak.” Ratih mengekor Sumi, membiarkan Sumi menuju ke kamar Prapto, sedangkan dirinya ke dapur untuk melihat persiapan sarapan. Setelah semuanya siap, “Biar aku saja
last updateLast Updated : 2022-12-13
Read more

Perkelahian panas

Bima semakin tak suka. Toh! Anak Ratih sudah dia gendong, Bima semakin tak segan mengambil belati yang dia simpan di lipatan jarit yang dia kenakan. Menghunus dengan pasti ke perut Sumi, “Seperti itu juga sakit yang dirasakan Ratih.” Mata Bima merah menyala, dia puas setelah membalaskan dendam Ratih.Tubuh Sumi kaku, dia tak berani bergerak, rasanya sangat luar biasa perutnya ini.“Mbak Sumi!” Ratih mendorong Bima, tak peduli dengan putranya karena yakin Bima menggendongnya erat, tapi Sumi? “Mbak Sumi? Mbak Sumi?” memeluk Sumi erat, dibantu untuk duduk di jalan. Orang juga mulai berkerumun dan Ratih semakin ketakutan.Sumi terus menekan perutnya, “Jaga putraku, Ratih.”Ratih menggeleng, “Jangan berkata apa pun lagi, Mbak.” Ratih menggeletakkan Sumi di tanah, “Bantu aku!” teriaknya ke semua orang. Saat semua orang menggendong Sumi, Ratih mendekat ke Bima dan meminta putranya, “Jangan pernah kau berani mendekatiku lagi.” Peringatkan itu sangat keras, dia juga mengacungkan telunjuk ke Bi
last updateLast Updated : 2022-12-14
Read more

Pertanyaan tak terduga

“Ndoro Ratih, ndoro Sumi siuman.” Ucap pelayan dari dalam.Kalimat itu lebih menyejukkan dari pada kata lainnya. Ratih tak lagi peduli dengan Prapto dan Bima. Berlari masuk, dia ingin melihat Sumi, dan memastikan sendiri dengan mata kepalanya kalau Sumi baik-baik saja.Prapto menghela napas lalu menoleh ke Bima, “Mungkin memang ada yang salah di antara kita. Benar kata Ratih, tak seharusnya kita bertingkah seperti anak kecil, jadi pulanglah. Kuanggap ulahmu ke istriku hanya kecelakaan. Jangan membuatku semakin marah karena di sini kamulah yang salah, Bima.”Baru saja akan membela diri, Prapto sudah melangkah pergi, Bima pun kembali menutup mulutnya.“Aden Bima, silakan diminum.” Lek Tejo yang paling berani. Dia tahu berkelahi sangat melelahkan, jadi dia membawakan minum untuk Bima, selaku tamu di rumah besar ini.Bima menoleh, “Aku tidak membutuhkannya, Lek Tejo.” Dia juga beranjak mendekati kudanya. Akan pulang saja karena tahu tak berguna di sini.Lek Tejo tersenyum, “Ndoro Ratih su
last updateLast Updated : 2022-12-14
Read more

Dua permintaan

Baru saja Ratih mendorong pintu dan ingin segera masuk.“Ndoro Ratih, ndoro Iis dan ndoro Fitri sudah datang.”Pelayan datang dan membuatnya terkejut untuk ke dua kalinya, “Aku akan ke luar. Siapkan saja kamar mbak Iis dan mbak Fitri.” Perintah Ratih yang diangguki pelayan itu. Langsung ke depan, tersenyum saat bertemu dengan dua wanita yang lebih hebat darinya, “Mbak Iis, Mbak Fitri, sangat rindu rasanya.” Ratih memeluk keduanya, Fitri tetap hangat, sedangkan Iis lebih ramah dari yang dulu.“Mana mbak Sumi?” tanya Iis.“Mbak Sumi sedang sakit.” Ratih mengajak ke duanya ke kamar Sumi, “Ngapunten, tapi jangan berisik, aku akan menjelaskannya setelah kita ke luar dari kamar mbak Sumi.”Iis dan Fitri saling lempar pandang. Keduanya ingin bertanya, tapi Ratih yang keburu masuk, hanya menyisakan diam. “Mbak Sumi?” Iis lebih terkejut, Sumi perutnya terbuka dengan luka dibubuhi daun berwarna hitam pekat.Sumi tersenyum, dia baru saja menghabiskan bubur yang tak enak itu, “Iis, Fitri, kalian
last updateLast Updated : 2022-12-15
Read more

Kelam menjelang

***Prapto terbangun. Tak menyangka ternyata dia tertidur di kamar putranya, semalam memang putranya agak rewel, mungkin lelah atau bahkan kaget dengan kejadian yang beruntun sejak beberapa hari yang lalu. Dilihatnya Ratih tidur di ranjang yang sama dengannya, Prapto tersenyum, dengan lancang mencuri ciuman di pipi Ratih, baru ke luar setelahnya.Di luar masih gelap. Prapto ingat kalau ingin mengajak Sumi menikmati embun yang belum kering pagi ini. Mungkin di taman samping sambil menunggu matahari bersinar malu, akan menyenangkan, ditambah dengan beberapa obrolan kecil, Prapto pun terkekeh membayangkan semuanya.“Bantu aku.” Prapto mengajak pekerja pria yang sedang sibuk menata bekal untuk dibawa ke kebun. Ke duanya mengangkat kursi panjang, setelah memastikan semua pas di tempat, barulah Prapto masuk. Dia akan membangunkan Sumi dan mengajaknya menunggu pagi.Prapto mengerutkan kening, tak biasa Sumi tidur tanpa lampu, dan kamar ini menjadi terlalu gelap. “Sumi? Kau sudah bangun? Saya
last updateLast Updated : 2022-12-17
Read more

Hidup baru

Senyum yang merekah. Tak ada ketakutan sedikit pun di wajah itu. Bukan tangisan lagi, tapi malah liur yang terus menetes disertai dengan isapan di pergelangan tangannya, cukup membuat Prapto kembali terkesima. Wajah yang dulu sangat dia inginkan, apa tega dia membuangnya begitu saja? Prapto pun menangis, dia memeluk putranya erat, “Maafkan Romo, Tole. Maafkan Romomu yang goblok ini. Maafkan Romomu.” Prapto terus menangis, menciumi putranya yang kian tertawa terbahak-bahak.“Tole—“ Ratih terkesiap memandang apa yang ada di kamar Prapto. Suaminya bangun, bercanda dengan putranya setelah sekian lama, Ratih tak ingin mengganggu, hanya diam sambil menyeka air mata haru yang membasahi pipi.“Apa yang kau lakukan di situ?!” bentak Prapto membuat Ratih menjingkat, “Putraku menangis, dia lapar, beri dia susu atau apa pun.” Prapto kembali bermain dengan putranya.Ratih segera duduk di samping putranya yang dipangku Prapto, nasi lembek dan tongkol goreng yang dia bawa, segera dijumput dan disodo
last updateLast Updated : 2022-12-19
Read more

Tambah gaduh

‘Siti, Aden Prapto.’ Kalimat itu terus menggema di telinga Prapto. Padahal sudah malam dan dia terus saja merasa pekerja itu masih bicara di dekat telinganya saat ini.“Mas Prapto?” Ratih datang dengan putranya yang sudah mulai mengantuk, “Kenapa langsung masuk tadi?" Tanyanya sambil merebahkan putranya di ranjang.Prapto yang berdiri di balik jendela, tersenyum dan duduk di ranjang, “Aku sedang berpikir, sepertinya besok aku akan ke pasar.” Ikut mengusap kepala putranya, membuat putranya yang sudah mengantuk, jadi memejamkan mata, siap tidur.“Aku senang kalau Mas mau ke pasar lagi. Mas, mau kupijit?” Ratih menawarkan diri. Lama Prapto tak dia manjakan. Sejujurnya, dia pun juga rindu dengan Prapto dan semua sentuhan dari Prapto juga.Prapto mengangguk, dia merebahkan diri di bawah putranya dengan berbantal pangkuan Ratih, “Dengan membuat diriku sibuk, semuanya akan lebih ringan, bagaimana menurutmu?” Prapto memejamkan mata, pijatan itu melebihi kata nyaman, cukup lama dia tak memanja
last updateLast Updated : 2022-12-20
Read more

Perang dingin

Basah. Cipratan air yang terlalu tinggi membuat tak hanya wajah Prapto yang basah, tapi juga rambut sisi depan ikut meneteskan air, dan kini ditambah dengan ludahan dari Ratih juga. Tepat mengenai pipi kiri. Itu adalah penghinaan baginya. ‘Plak!’ Ditamparnya wajah itu. Begitu berani Ratih menginjak harga dirinya dan Prapto tak akan lagi memaafkan Ratih kali ini.Ratih malah terkekeh, “Sakit bukan dihina seperti itu?” tanyanya, “Lalu ...bagaimana denganku yang kau cerca dengan semua kalimat buruk yang kau tuduhkan?!” Memekik agar Prapto mendengar dengan jelas ucapannya. Setelah diam beberapa detik, Ratih mengedarkan pandangannya, mengambil kembali gayung yang teronggok di lantai dan menyodorkannya ke Prapto, “Guyur! Pukul! Kalau semua bisa membuatmu puas dengan menyiksaku seperti itu, lakukan saja. Tubuhku masih sangat kuat hanya untuk menerima semua sakit darimu yang bertubi-tubi.” Ratih menyeringai, “Lalukan, Mas Prapto.” tantangnya.Prapto tak menjawab. Dia melepas cekalan tangannya
last updateLast Updated : 2022-12-21
Read more

Peluru terakhir

“Apa yang membuatmu tertawa sampai seperti itu?” Prapto membuka pintu. Membuat dua wanita dengan beda ekspresi, kini membelalak menatapnya. “Aden Prapto, saya permisi dulu.” Pelayan itu segera menunduk hormat. Tak ada yang menjawab. Dia pun berjalan ke arah pintu. Ratih masih membatu di tempatnya. “Sumi bunuh diri karena Ratih?” ucap Prapto tepat saat pelayan itu berjalan di sampingnya. Membuat langkah cepat berhenti bergerak, sedangkan dirinya menyeringai menatap pelayan itu tajam, “Kenapa harus Ratih saja yang tahu? Aku juga ingin tahu. Bagaimana bisa Sumi bunuh diri dan kau tidak mengatakannya padaku? Seolah sama ...kau membiarkan Sumi mati begitu saja.” “Tidak!” pelayan itu menunjuk Ratih, “Harusnya wanita itu yang tanggung jawab.” “Apa maksudmu?!” Prapto tak sabar. Mungkin dengan membentak pelayan itu tak akan buang banyak waktu. Pelayan itu pun membuang muka. Menatap lampu dari minyak tanah yang cahayanya berpendar ke seluruh ruang, “Saat itu ...” “Jangan berisik. Aku tida
last updateLast Updated : 2022-12-25
Read more
PREV
1
...
456789
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status