Beranda / Semua / Pura-Pura Buta / Bab 111 - Bab 120

Semua Bab Pura-Pura Buta: Bab 111 - Bab 120

140 Bab

38

POV Shanum  "Num, kamu kenapa? Wajahnya masam gitu?" Aku hanya menggelengkan kepala sembari menyunggingkan senyum.  Bunda masih menatapku lekat seolah tidak percaya dengan respon yang kuberikan  "Nggak kenapa, Bun. Sumpek aja, bete tugas dari dosen banyak. Mintanya referensi buku yang ada di perpus. Capek, Shanum harus bolak-balik ke perpus buat nyari bukunya," jelasku agar Bunda tidak curiga. Sepertinya wajahku tidak bisa berbohong. Bunda tahu keadaan anaknya kalau sedang tidak baik.  Bukan fisik yang tidak baik, tapi hati. Mungkin ini yang ditakutkan Ayah saat anaknya menjalin hubungan intens dengan lawan jenis. Hati tak karuan rasa. Belum juga setahun, sudah banyak rintangan yang menghadang hubungan kami. Bisakah hubungan melangkah sampai ke pelaminan? Fakta calon suami mantan badboy, selalu mengundang rasa curigaku padanya. Ditambah teror dari s
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-01-23
Baca selengkapnya

39

 Ada yang aneh. Apa maksudnya dengan tidak ada di tempat? Apa semua penghuni rumah ini sudah pergi? Kemana perginya mereka sepagi ini?   "Kakek Atma tidak ada? Om Yudha dan Tante Anya juga tidak ada?" tanyaku masih di balik pagar yang tertutup. Aku dibiarkannya berdiri di luar pagar tidak diizinkannya masuk.  "Iya, mereka tidak ada di tempat. Ada pesan dan sama Mbak siapa?" ulangnya lagi karena aku belum memperkenalkan diri.  "Saya Shanum, kalau begitu siapa yang berada di dalam? Apakah …." Aku terjeda mencoba mengingat nama seseorang.  "Wawan, apa Pak Wawan ada di rumah?" Kalau ada saya perlu bicara dengannya," pintaku.  Sekuriti dengan tag nama Didin di depan dadanya menggeleng. "Pak Wawan tidak ada juga. Kalau boleh tahu ada hubungan siapa Mbak dengan orang rumah? Kalau ada pesan katakan
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-01-23
Baca selengkapnya

40

POV Alan.  Lelah rasanya menjelaskan tapi tidak dipercaya. Para petinggi kampus mencercaku dengan banyak pertanyaan, tapi tidak ada satupun yang mempercayaiku. Di sini juga ada Elisa dan Cheng. laki-laki berwajah oriental itu memandang sinis ke arahku. Dia bahkan lebih mempercayai wanita bermulut iblis itu daripada aku yang selalu membantunya mendekati wanita tersebut. Apa dia tidak bisa berpikir logis, untuk apa aku ingin memperkosa Elisa kalau aku sendiri malah mendekatkan mereka? Benar kata orang kalau cinta itu memang buta, seharusnya dari awal aku menjauhi Elisa yang selalu bersikap agresif padaku. Kukira memang sudah begitu caranya berinteraksi, ternyata itu hanya berlaku padaku saja.    Mataku fokus ke Elisa. Dia selalu tersenyum jahat kala mencuri tatap padaku tanpa disadari mereka. Seharusnya kurekam atau kufoto saja wajah iblisnya itu. Sayangnya nanti malah aku yang kena getahnya. Bahkan
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-01-24
Baca selengkapnya

41

Cheng berusaha menenangkan emosi Elisa. "Saya harap keputusan yang kalian ambil nanti benar, berikan keadilan untuk temanku ini. Kasihan dia, kalian bisa lihat sendiri bagaimana keadaannya sekarang." Semua serempak memindai keadaan Elisa. Satu kata, menyedihkan. Meskipun kutahu itu sandiwara tapi mereka lebih bersimpati padanya dengan mengejek dan menghujatku.  "Percayalah pada kami dan kamu Alan, untuk sementara ini tidak diizinkan pulang dari kampus sebelum masalah ini berhasil diselesaikan. Tunggulah keputusan dari kami."   "Maksudnya?" "Kamu, kami tahan sebentar di sini agar tidak kabur atau melarikan diri. Ini lebih baik daripada penjara sungguhan."  Dengan pasrah kuanggukkan kepala. Mau bagaimana lagi. Mau menolak juga tidak mungkin. Lalu setelahnya mereka saling berbisik tanpa dapat kudengar, aku digiring oleh salah satu dosen untuk mengikuti langkah
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-01-24
Baca selengkapnya

42

POV Alan.  Aku dituntun kembali ke kantor rektorat untuk menerima keputusan. Sepanjang jalan menuju ke sana, banyak mahasiswa memandang sinis padaku, terutama dari kaum hawa. Mereka tentu lebih mendukung Elisa ketimbang aku yang tertuduh dalam kasus ini.  Kaget. Itu yang kurasakan saat pertama kali memasuki ruangan ini untuk kesekian kalinya. Di sana sudah banyak orang. Ada keluargaku dan mahasiswa lainnya yang ikut menyaksikan, itu artinya sidang putusan kali ini dibuka secara umum.   "Alan-ku sayang," seru Mami sembari memelukku erat.   "Uh …, anakku. Kamu sudah makan?" Kuanggukkan kepala mengiyakan. "Tidurnya gimana, nyenyak? Wajahmu kenapa? Mereka memukul kamu, Lan? Mami nggak rela anak mami diperlakukan kejam seperti ini." Beruntun Mami bertanya dengan muka sendu, dan berprasangka sendiri tentang keadaanku sekarang. 
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-01-24
Baca selengkapnya

43

"Sayang …!" Mami merangsek memelukku lagi.   "Sudah kuduga kalau anakku cuma dijebak, dasar perempuan sundal!"   Perempuan yang diumpat Mami itu sudah tidak ada di ruangan ini, dia sudah pergi.  "Mi," tegur Papi yang sudah berdiri di samping Mami.   "Sudah, sekarang kita pulang ke apartemen kamu." Kakek datang dan langsung memberi perintah. Wajahnya datar, pasti sangat marah padaku.   Pihak kampus mengizinkanku pulang karena terbukti tidak bersalah.  ***  "Kek, Pi, Mi. Makasih kalian susah repot datang kemari." Kuletakkan empat buah cangkir berisi kopi diatas meja di ruang tengah ke hadapan mereka.  Sekarang kami sudah berada di apartemenku. Duduk bersantai sambil menikmati secangkir kopi
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-01-24
Baca selengkapnya

44

POV Shanum     "Halo?" Suara di ujung telepon masih memanggilku. Kututup mulut untuk meredam suara rintihan tangis yang tetiba menyerang. Aku tak bisa, aku tak kuasa hingga suara sedu sedan akhirnya terdengar sampai ke seberang sana.     "Shanum? Kamu nangis?" Ada kepanikan dari nada suaranya.     Kumatikan segera telepon tersebut dan merangsek ke pelukan Ayah. Dadaku sesak menghimpit. Seseorang yang telah lama kurindukan akhirnya muncul walau hanya lewat telepon.     "Tenang, tarik napas, hembuskan," ucap Ayah memberi saran untukku. Dielusnya punggung belakang dengan lembut. Tangisku malah semakin pecah.     "Num, masih mau bicara?" tanya Nenek dengan memperlihatkan layar menyala, panggilan video dari nomor yang sama.     Aku yang masih sesegukan menganggukkan kepala.  
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-01-25
Baca selengkapnya

45

POV Shanum  Aku berjalan pelan mendekati meja Tante Anya--maminya Alan.   "Ehem."  Permisi, assalamualaikum," sapaku dengan lebih keras setelah suara dehaman yang barusan tidak membuat mereka melirik ke arahku.  Ibu-ibu yang berjumlah empat orang ditambah satu sang permaisuri--maminya alan itu serempak menoleh ke arahku, sang sumber suara. Mereka juga serempak menghentikan tawa dan obrolan mereka. Menelisik penampilanku dari atas ke bawah. Mereka juga kompak mengamatiku dengan mata yang menyipit. Saat diperhatikan begitu dan menjadi pusat perhatian, maka tegakkan badan dan jangan menunduk agar orang yang ingin meremehkan diri kita tidak semena-mena. Beri senyum yang ramah untuk memberi kesan yang baik. Itu adalah petuah yang diajarkan Nenek.  "Oh, kamu sudah datang?"  "Iya, Tan
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-01-25
Baca selengkapnya

46

POV Alan  "Iya, ini masih di kampus. Mami jangan suka keluyuran, ntar Papi marah," balasku saat Mami menghubungiku pagi ini. Katanya rindu, tapi menghubungi cuma sesekali. Malah aku yang sering menghubunginya terlebih dahulu. Mami memang masih sama seperti dulu, suka jalan dan shopping. Pulang ke rumah saat menjelang malam dan itulah yang sering memicu pertengkaran dengan Papi.  "Kamu ini nggak jauh beda sama papimu itu, sok nasihatin Mami. Padahal kamu pun juga begitu." Mami menggerutu. Aku hanya terkekeh di ujung telepon.  Mami bilang lagi ada di restoran Jepang sedang berkumpul dengan teman arisannya. Sudah sering juga kuingatkan agar jangan terlalu sering berkumpul yang tidak penting seperti itu, karena isinya hanya untuk mempamerkan kekayaan dan gaya hidup. Lebih baik ikut pengajian atau majelis taklim agar ada manfaatnya. Apalagi di usia Mami yang sudah tidak muda lagi. Kadang
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-01-25
Baca selengkapnya

47

POV Alan   "Assalamualaikum." Kusapa Shanum lewat video call yang kulakukan lebih dulu. Kami bergantian, terkadang aku atau dia.    "Waalaikum salam." Wajahnya ceria dengan senyum merekah membalas salamku.   "Lagi ngapain?" Aku tidak boleh gegabah membahas foto yang dikirim Mami. Setidaknya jangan memancing masalah yang belum ada.    "Santai aja. Rebahan dan sekarang lagi v-callan ma kamu," sahutnya masih dengan senyum terkembang. Artinya moodnya lagi baik. Kulihat di tangannya sedang memegang sebuah buku.   "Membaca?" tebakku.    "Iya." Sambil menunjukkan buku yang ada di tangannya. Buku resep masakan.   "Buku resep masakan? masih suka masak sama Yudhis?" Ini kesempatanku membahas Yu
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-01-26
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
91011121314
DMCA.com Protection Status