Home / Fiksi Remaja / Struggle Of Love / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Struggle Of Love: Chapter 11 - Chapter 20

22 Chapters

10. Bersama

Henry menggeleng sambil masih mengejar Kevin di belakang. Dia sempat terkejut saat tahu jika Kevin memiliki sifat seperti itu saat berhadapan dengan ayahnya. Henry kira, lelaki selugu dan sepolos Kevin tidak akan punya tindakan melawan kepada orangtuanya.“Eits!” ucap Henry saat menahan daun pintu yang melayang ke arah wajahnya karena Kevin menutupnya dengan keras tanpa melihat ke belakang. “Pelan-pelan, dong! Kalau muka kena pintu, bisa berubah, nih,” katanya, membuat Kevin yang tadinya merengut kesal jadi tersenyum.“Lah, salah siapa ngikutin saya?” balas Kevin sambil kembali menarik pintu, membiarkan Henry masuk dan menutupnya dengan pelan untuk kali ini. Dia lalu melangkah ke arah ranjang dan duduk di sampingnya sambil melihat Henry yang tampak takjub.“Sekarang gue enggak bakal ragu lagi kalau lo emang keturunan ningrat yang kayanya tujuh turunan, Vin,” ucap Henry, dia menyentuh lemari putih yang tampak mengil
Read more

11. Senjata Makan Tuan

“Vin, ada yang mau gue omongin sama lo,” kata Henry, membuat Kevin yang tadi sudah ingin masuk ke kamar harus berhenti dan menoleh ke arahnya dengan tatapan penasaran. Di koridor itu tidak ada suara apa pun, sunyi seperti tidak ada kehidupan.“Apa, Henry? Ini udah malam. Kalau mau ngo—““Gue sebenernya,” potong Henry sambil berusaha berjalan mendekat, memaksa otot-otot di leher Kevin menegang. Dia lalu menoleh pada pintu kamar yang sudah terbuka sedikit, berkedip beberapa kali dan menatap wajah Kevin lagi dengan serius.Namun, saat Henry akan kembali berkata, seseorang datang dari arah tangga dengan wajah penuh tanda tanya, yang ternyata adalah sosok Lesti berpakaian tidur warna biru muda. Dia menatap Kevin dan Henry bergantian.“Kalian belum tidur?” tanya Lesti, berjalan ke samping Henry, lalu berdiri antara mereka sambil sesekali menarik tali pakaian tidurnya lebih kencang.“Ibu? Kenapa
Read more

12. Melarikan Diri

“Kalau rencana pertama gagal, lo bisa lanjut ke rencana kedua. Gue punya sesuatu di sini,” ucap Steven sambil menggerakkan kedua tangannya di depan dada, seolah-olah dirinya adalah seorang pesulap yang sedang merapalkan mantra. Tepat ketika Kevin berkedip, di tangan Steven ada sebuah botol yang tidak Kevin kenali bentuk dan mereknya.“Minuman? Saya harus minum itu biar dia mau sama saya? Semacam pelet cinta?” tanya Kevin polos. Wajahnya yang putih bersih tanpa bekas jerawat semakin bersinar saat cahaya matahari menerpanya dari arah jendela. Namun, Steven yang kesal dengan reaksi Kevin barusan hanya menggeleng.“No. Lo kira kita hidup di zaman apaan? Pakai pelet segala. Udah enggak zaman kali, Mas Bro. Gue punya koktail.”“Hah? Apa itu? Cock tail? Buntut ayam?” tanya Kevin, mencoba mengartikan per kata ucapan Steven barusan. Pikirannya mengacu pada cock berarti ayam dan tail
Read more

13. Mencari Kebenaran

Kevin bolos sekolah karena dia tidak bawa seragamnya saat kabur dari rumah kemarin. Beruntungnya, masih ada rumah yang mau menampungnya untuk bermalam saat hujan mengguyur Bandung malam hari. Siapa lagi kalau bukan Henry, sosok penyelamat yang jadi tempat pulang satu-satunya di saat rumah aslinya menjadi sebuah ancaman.Saat kedatangan Kevin malam-malam di indekosnya, Henry jelas kaget. Namun, dia tidak banyak bertanya karena sudah tahu apa yang menjadi akar masalah di kehidupan Kevin. Jika bukan soal perjodohan, pasti perihal bisnis, pikir Henry.Sayangnya, Henry tidak tahu jika masalah sebenarnya, perihal kedekatan dirinya dengan Kevin yang membuat Galang risi.Pagi harinya, saat Henry akan berangkat kerja di tempat disain grafisnya, Kevin masih terlelap dengan tenang di kasur tipis indekos. Lelaki bermata cokelat madu itu tampak damai berada di tempat tinggal keduanya. Henry diam-diam meraih ponsel Kevin yang tergeletak di sampingnya.“Hidup lo e
Read more

14. Kembali

Kevin benar-benar kesal kepada Audry karena sudah membawanya ke tempat terkutuk seperti itu. Dia nyaris saja kehilangan ciuman pertamanya oleh orang yang bahkan baru dikenalnya beberapa menit di pesta ulang tahun orang lain.Dia tidak mengatakan sepatah kata pun sampai Audry turun dari taksi daring. Kevin lalu turun setelahnya ketika mobil sewaan itu sampai di indekos Henry tepat jam sepuluh malam. Malam ini dia masih akan tidur di sana sampai setidaknya beberapa hari ke depan.Seketika saja saat dia mencapai gerbang indekos, rasa bersalah mulai muncul. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi Henry ketika dirinya menjemput Kevin di alun-alun tadi sore, tapi dia tidak ada di sana menunggunya.Kevin mengendap-endap di depan indekos yang lain, lalu berhenti ketika tepat berdiri di depan indekos Henry. Lampunya mati dan pintunya dikunci.“Apa Henry belum pulang? Tapi, ke mana dia malam-malam begini?” gumamnya. Pesan WA-nya masih belum dibalas
Read more

15. Hancur

Kevin tidak pernah menyangka jika semua akan menjadi seperti ini. Dia pikir, dengan pulangnya dia ke rumah akan membuat suasana menjadi lebih baik. Ayahnya tidak akan membahas perihal larangannya berteman dengan Henry.Dia mendorong pintu kamarnya dengan kencang, membuat daun pintu itu membentur dinding di belakangnya, menghasilkan suara yang bergema di lorong lantai dua. Kevin marah sekali kepada Galang. Kekuatan pada otot-ototnya sekarang sudah jauh lebih kuat untuk dia gunakan sebagai alat perusak lemari di kamarnya.“Saya enggak pernah dapat kebebasan!” teriaknya sambil meninju cermin berukuran besar yang ada di lemari itu dengan sekali tarikan napas. Kevin sedikit meringis ketika serpihan kaca melukai punggung tangannya, menggoreskan luka yang tidak sebanding dengan sakit di hatinya yang terus terasa menyakitkan.“Kevin!” teriak Henry, membuat Kevin menoleh dengan wajah yang sudah habis disapu air mata. Lelaki berkacamata itu menundu
Read more

16. Cerita Pendek

Beberapa menit setelah kepergian Audry, Kevin tidak merasakan lagi keberadaanya di balik pintu itu. Setelah merasa semua kembali sunyi, dia memutuskan untuk pindah ke ranjang, mengistirahatkan tubuhnya yang semakin terasa lemas.Namun, ketika dia akan melangkah, matanya tertuju pada secarik kertas yang tergeletak di bawah pintu, bersisian dengan barang-barang yang dia lempar secara acak kemarin. Dia mulai penasaran dengan kertas itu dan berjalan menghampirinya.“Kertas? Surat dari Audry?” gumamnya sambil meraih kertas itu dengan tangan kirinya, lalu matanya yang cokelat memindai tulisan tangan di dalamnya. “Hah? Ini cerpen?” katanya lagi semakin bingung.Tulisan itu berisi seperti ini :Kevin, aku bukan penulis. Jadi, maaf kalau tulisanku ini berantakan. Kamu pasti enggak akan kuat bacanya, tapi aku mohon baca sampai akhir. Oke, jadi begini.Di suatu tempat yang enggak jauh-jauh amat, ada seorang anak kecil yang
Read more

17. Penyesalan

“Bantu saya cari Henry, Audry. Saya mohon. Banyak hal yang harus saya katakan kepadanya,” ucap Kevin, tampak sangat sedih. Kehilangan Henry memberi dampak yang jauh lebih  menyakitkan di dalam hatinya. Meskipun dia tahu, kedua orangtuanya sangat kecewa dan lebih sakit hati olehnya.“Kita bisa bicarakan itu besok, Key. Sekarang, aku mau kamu datangi Om Galang dan bilang semuanya sama dia.”“Saya takut, Audry.” Kevin menggeleng.“Apa yang bikin kamu takut?” tanya Audry sambil mengernyitkan dahi. Mereka masih berdiri di koridor, tepat di depan pintu kamar Kevin. Sejak kepergian Lesti tadi, wanita itu masih belum kembali.“Ayah kecewa banget sama saya, begitu juga Ibu. Saya enggak mau bikin mereka makin sakit hati dengan—““Itu, kan cuma pikiran kamu aja. Mereka itu orangtuamu. Baik-buruknya kamu, mereka akan menerima. Percayalah,” potong Audry kesal. Baginya, Kevin terl
Read more

18. Mengungkap Sesuatu

Mendadak saja Kevin merasakan kesedihan yang mendalam. Dadanya yang semula terasa ringan, tiba-tiba menjadi sesak dan penuh. Dia bahkan sampai tidak kuasa mengendarai motornya, Sepanjang jalan, dia hanya menatapi aspal yang terus tergilas roda motor kuningnya.Pikirannya terbang pada Henry yang sekarang menghilang tanpa jejak. Ada rasa sakit yang menjalar di dadanya ketika dia ingat kenangan bersamanya. Tentang bagaimana mereka memulai semuanya, menjalani hari-hari sulit di tempat pelatihan, sampai menjadi sepasang kekasih yang singkat.Ketika Audry mengajaknya bicara, Kevin tanpa sadar menitikan air matanya. Entah karena debu jalanan atau angin dari udara kota yang kotor, tapi matanya terasa sangat perih.“Kamu yakin orang itu tahu sesuatu?” tanya Audry sambil menoleh pada kaca spion kiri, menatap Kevin yang masih saja melamun. Dia mengembuskan napasnya pelan, lalu menurunkan kecepatan motornya dan menepi.Menyadari kendaraan yang dinaikinya
Read more

19. Pergi Hilang dan Lupakan

Percakapan mereka terhenti saat seseorang mendorong pintu kaca, membuat semua menoleh ke arah pintu dan mendapati seseorang berdiri di sana. Kevin mengernyit heran saat orang itu masuk.“Kirain kafenya tutup,” ucap orang itu sambil mendekat, lalu berdiri di depan mereka berempat. Orang itu adalah pelanggan yang datang sepulang kerja dan ingin menikmati minuman di kafe Steven.“Kafenya buka, Kak. Silakan pilih meja yang mana, pelayan kami akan menyiapkan semuanya,” balas Steven sambil menepuk tangannya satu kali, membuat seorang pelayan datang menyerahkan menu ke orang itu.Rendi, lelaki vokalis itu berdeham, membuat semua orang kembali menoleh kepadanya. “Jadi, kita bisa lanjut soal Henry?” tanyanya.“Bawa kami ke sana sekarang,” kata Steven, lalu berdiri dari duduknya untuk mendatangi salah satu pelayan dan memberitahukan sesuatu soal penjagaan kafe selama dirinya tidak ada.Audry dan Kevin ikut berd
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status