Share

Bab 3

Penulis: Elias
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-12 16:03:23
Pembawa acara terus mengimbau masyarakat untuk tidak lagi memasuki kawasan berbahaya tersebut agar terhindar dari insiden yang tidak diinginkan.

Ferdy duduk dengan penuh perhatian, "Lembah Liar ternyata ditutup?"

Ibu tampak seperti mengingat sesuatu, alisnya langsung mengernyit tajam.

Sampai akhirnya Ferdy bangkit dari sofa, lalu menepuk pahanya dengan bersemangat, "Wah, hebat! Jadi, perkemahan kita di Lembah Liar itu yang terakhir? Teman-temanku pasti iri berat. Mereka bahkan belum pernah ke sana, tapi sekarang malah sudah ditutup."

Ekspresi tegang Ibu pun perlahan mulai mereda "Cukup, sudah dewasa begini masih saja berisik seperti anak kecil. Ulang tahun nenekmu sudah dekat, kamu sudah milih hadiah belum?"

Ayah yang tadinya berwajah muram, kini terlihat lebih tenang. "Kali ini, kalian berdua harus pintar ngomong untuk menyenangkan hatinya."

Ferdy memasang wajah meremehkan, "Toh setiap tahun Shelly yang selalu milihin hadiah untukku dan Nenek pasti suka. Jadi, kalian nggak perlu repot-repot." Dia pun kembali menonton pertandingan sepak bola.

Mendengar namaku disebut, tatapan Ibu kembali dipenuhi rasa benci. Dia segera berbalik dan masuk ke kamarnya. Setelah duduk di tempat tidur sejenak, dia pura-pura santai sambil mengambil ponsel.

Ibu membuka percakapan denganku di aplikasi WhatsApp. Percakapan terakhir kami terasa seperti sudah sangat lama. Beberapa kalimat singkat yang dulu terlihat sepele, kini tampak begitu asing.

Raut wajahnya menyiratkan perasaan yang sulit diungkapkan. Dia menahan tombol rekam suara, lalu menggerutu selama belasan detik.

"Shelly, besok juga kamu harus pulang. Aku bisa izinkan kamu tinggal di rumah lagi. Kalau kamu tetap sembunyi, aku akan putus hubungan sama kamu!"

Setelah selesai, dia membuang ponselnya ke samping dan merebahkan diri untuk tidur. Aku berdiri di sisinya, ingin menangis tapi tidak ada air mata yang keluar.

Setengah tahun yang lalu saat aku lulus, Ayah dan Ibu absen dari acara wisudaku yang sudah mereka janjikan akan hadir, hanya karena Sierra mengalami luka kecil. Saat pulang, aku mengeluh pada mereka. Namun, mereka justru mengusirku dari rumah dengan alasan aku sudah dewasa dan bisa tinggal sendiri.

Aku takut jika Nenek tahu tentang ini, Ibu akan kena marah lagi. Oleh karena itu, aku merahasiakannya dari Nenek. Bahkan saat mencari pekerjaan, aku tidak berani menggunakan koneksi Nenek.

Ibu tahu, aku selalu mengharapkan pengakuan darinya dan Ayah seumur hidupku. Itulah kelemahanku. Hanya dengan ancaman putus hubungan, aku pasti akan segera muncul dan meminta maaf padanya.

Namun, kini, ancamannya tak lagi berpengaruh padaku. Karena aku sudah meninggal dua bulan lalu.

Ketika Ibu bangun, hari sudah menjelang senja. Saat dia melihat ponselnya, satu-satunya pesan yang masuk adalah dari sahabat baiknya, Bibi Lucy.

[ Von, seingatku keluarga kalian baru saja pergi ke Lembah Liar beberapa waktu lalu, ya? Semuanya baik-baik saja, 'kan? ]

[ Terus, gimana dengan Shelly? Aku coba telepon dia tapi nggak ada jawaban. ]

Melihat pesan dari Bibi Lucy, aku merasa terharu. Selama ini, selain Nenek, Bibi Lucy adalah salah satu dari segelintir orang yang peduli padaku. Di saat-saat sulit, aku selalu menjaga agar Nenek hanya tahu kabar baikku.

Ketika aku merasa sedih, hanya Bibi Lucy yang akan menepuk pundakku dan menghibur, "Ibumu cuma belum memahami perasaannya. Dia sebenarnya menyayangimu."

Aku selalu percaya pada ucapannya. Namun saat menjelang kematianku, aku terus mencoba menghubungi Ibu, tetapi semua panggilanku malah diabaikan. Saat itulah, aku baru menyadari bahwa di dunia ini ada yang disebut kebohongan dengan niat baik.

Mungkin karena tidak rela, arwahku masih tetap berada di dekat Ibu setelah aku meninggal. Sebenarnya aku tidak ingin begitu. Aku tidak ingin menyaksikan mereka hidup bahagia sebagai keluarga yang lengkap.

Ibu memijat pelipisnya dan membalas pesan Bibi Lucy.

[ Entah sudah mati di mana dia sekarang. Dua hari lagi ulang tahun neneknya, kamu ikut aku ke sana, ya? ]

Bibi Lucy cukup dekat dengan keluarga kami, sehingga dia pun langsung menyetujuinya. Dia bahkan mengatakan bahwa dia telah membawakan syal sutra buatan tangan yang sudah lama kuinginkan.

Gerakan mengetik Ibu sempat terhenti. Dia tahu, syal itu adalah pesananku dari Bibi Lucy sebagai hadiah untuknya. Di awal tahun, aku pernah menanyakan apa yang diinginkannya untuk Hari Ibu dan dia hanya memperlihatkan sebuah video yang sedang ditontonnya di ponsel. Aku langsung mengingatnya.

Bab terkait

  • Roh Jiwa Putri yang Teraniaya   Bab 4

    Keesokan harinya, keluargaku tetap tidak mendapat kabar dariku. Pagi-pagi sekali, Nenek datang langsung ke rumah."Nenek!" seruku dengan senang sambil melayang ke arahnya.Setelah meninggal, aku sering berharap bisa melihat Nenek lagi. Namun, jiwaku terikat oleh Ibu sehingga aku tak bisa pergi jauh. Untungnya, Nenek datang sendiri. Bisa melihatnya lagi membuatku merasa lebih tenang.Namun, sebelum aku bisa mendekati Nenek, Ferdy langsung menyambutnya dengan ceria, "Nenek!"Selama bertahun-tahun, Ferdy selalu mencoba mengambil hati Nenek dengan mengatasnamakan kedekatanku dengannya. Dengan bantuanku, Nenek sudah menerima Ferdy sebagai cucu meskipun tidak ada hubungan darah. Nenek juga tidak pernah bersikap terlalu formal terhadap cucu-cucunya.Dengan lembut, dia menggenggam tangan Ferdy dan mengajaknya duduk, "Sudah dewasa begini, masih saja berisik sekali. Mana kakakmu?""Kakak!" teriak Ferdy.Sierra langsung berlari keluar, "Nenek sudah datang!"Saat melihat Sierra, Nenek yang tadinya

  • Roh Jiwa Putri yang Teraniaya   Bab 5

    Dulu, Nenek takut Ibu akan menderita jika menikah dengan Ayah yang miskin, sehingga dia tidak menyetujui pernikahan mereka. Ibu pun melampiaskan dengan mabuk semalaman. Tak disangka, malam itu dia dilecehkan oleh sekelompok pemuda berandalan dan akhirnya hamil.Saat itu, Ibu masih muda dan sebetulnya punya pilihan hidup yang lebih baik. Namun, demi membuat Nenek merasa bersalah, dia memutuskan untuk tetap melahirkankuKetika aku berusia tiga tahun, Ibu tidak sengaja melihat bayangan Ayah di wajahku dan buru-buru melakukan tes DNA untuk memastikan. Hasilnya menunjukkan bahwa aku benar-benar anak kandung Ayah, bukan anak dari berandalan itu.Ibu sangat lega dan berhasil mempertahankan hubungannya dengan Ayah. Namun, di mata mereka berdua, aku tetap dianggap sebagai "noda" dalam kisah cinta mereka. Karena itulah, mereka meninggalkan diriku yang masih kecil ini untuk diasuh Nenek, sedangkan mereka sendiri bepergian jauh.Saat itu, Ayah baru saja bercerai dengan istri pertamanya dan Ferdy y

  • Roh Jiwa Putri yang Teraniaya   Bab 6

    Begitu menerima telepon itu, wajah Ibu langsung menjadi muram. "Dasar anak sialan, bisa nggak kamu jangan terus-terusan nyuruh Nenekmu untuk membuatku marah?"Namun, suara di seberang telepon terdengar berat, "Halo, apakah ini keluarga dari Shelly?"Mendengar suara pria, Ibu mengerutkan kening. "Ada apa? Kenapa kamu megang ponsel Shelly?" tanyanya dengan nada dingin."Kami menemukan identitas dan ponsel Shelly di sebuah rumah kontrakan. Mohon Anda datang ke kantor polisi untuk mengonfirmasi beberapa hal."Mendengar hal ini, ekspresi Ibu sedikit melembut. "Jadi benar, anak itu pindah rumah. Suka sekali buat masalah." Dia menutup telepon dan kembali makan dengan santai.Sierra menatapnya dengan mata berkilat, lalu bertanya, "Ibu, itu bukan Shelly ya?""Dia kehilangan ponselnya. Polisi cuma mau keluarga datang untuk mengambilnya kembali, nggak usah buru-buru. Kita selesaikan makan dulu," jawab Ibu acuh tak acuh.Sierra memasang ekspresi seolah-olah khawatir dan berkata dengan tergesa-gesa

  • Roh Jiwa Putri yang Teraniaya   Bab 7

    Di acara ulang tahun ke-60 Nenek, hanya keluarga dekat dan sahabat baik yang diundang. Di aula perayaan, Ayah dan Ibu terus mencari-cari keberadaanku. Bahkan Ferdy tampak agak terkejut, "Ayah, Ibu, Shelly benar-benar nggak datang? Jangan-jangan terjadi sesuatu padanya?"Sierra menepuk tangannya, "Jangan ngomong sembarangan, Shelly sudah dewasa. Apa yang mungkin terjadi padanya?"Ucapan itu langsung melegakan kedua orang tuaku. Ibu berkata, "Kalau si anak nggak tahu diri itu nggak datang, nanti para kerabat dan teman-teman bakal nyindir aku dan ayahmu lagi."Mendengar hal ini, aku hanya bisa tersenyum pahit. Rupanya begitu alasannya. Kukira mereka benar-benar khawatir padaku.Mengabaikan soal kehadiranku, Ibu menginstruksikan Sierra untuk memanfaatkan kesempatan ini. Dia meminta Sierra maju dengan membawa hadiah besar untuk memberikan selamat kepada Nenek. Di depan banyak orang, Nenek pasti tidak akan tega untuk menolak.Sierra menyetujui dengan antusias.Nenek dikenal sebagai sosok pen

  • Roh Jiwa Putri yang Teraniaya   Bab 8

    Di ruang interogasi.Ibu memeluk Sierra dengan erat. "Aku adalah wali anak ini. Kalau ada pertanyaan, tanyakan padaku saja. Sierra masih muda, jangan membuatnya ketakutan begini."Sierra meringkuk dalam pelukan Ibu, tubuhnya sedikit bergetar. Penampilannya tampak benar-benar menyedihkan dan tak berdaya. Seorang polisi menatap adegan ini dengan ekspresi sinis dan berkata, "Dua puluh enam tahun, sudah nggak muda lagi."Ibu menepuk punggung Sierra dengan lembut untuk menenangkannya, lalu menatap polisi, "Aku mengerti Anda sedang menjalankan tugas, tapi Sierra benar-benar nggak tahu apa-apa. Walaupun dia dan Shelly adalah saudara, mereka punya kehidupan masing-masing."Polisi lalu bertanya, "Kami mendapat laporan bahwa kemarin ada yang ditangkap karena berjudi di sebuah rumah kontrakan di Area A dan petugas menemukan beberapa barang milik Shelly di sana. Benar nggak Sierra yang pergi mengklaim barang-barang itu?"Ibu terdiam sesaat. "Ya, ponsel dan kartu identitasnya sudah kami serahkan ke

  • Roh Jiwa Putri yang Teraniaya   Bab 9

    Sierra terlihat sangat gelisah, kedua tangannya terkepal erat. Namun, dia tak bisa menghentikan polisi untuk melanjutkan penjelasan, "Ada beberapa riwayat komunikasi yang dihapus.""Hasil forensik menunjukkan bahwa Shelly meninggal karena dikubur hidup-hidup. Panggilan terakhirnya yang dialihkan ke ponsel Anda adalah panggilan darurat. Tapi, Anda sama sekali nggak mengangkatnya?"Mendengarnya, wajah Ibu seketika memucat, "Nggak mungkin! Hari itu aku memang menunggu teleponnya untuk meminta maaf, tapi dia sama sekali nggak menelepon!"Ibu buru-buru mengeluarkan ponselnya untuk membuktikan pada polisi, tetapi akhirnya menemukan catatan panggilan di kotak sampah. Rupanya, panggilan-panggilan tersebut telah ditolak saat ponsel Ibu ada di tangan Sierra.Ibu duduk terpaku di tempat, seolah-olah jiwanya telah menghilang.Sierra panik, mencoba menjelaskan, "Aku ... aku hanya marah padanya. Dia mendorongku, jadi aku nggak mau Ibu menjawab teleponnya. Aku bukan ingin dia celaka!""Dia lagi di al

  • Roh Jiwa Putri yang Teraniaya   Bab 10

    Mengetahui bahwa aku meninggal dengan begitu tragis, kondisi mental Ibu hampir hancur. Setiap hari, dia memeluk syal sutra yang kupesan khusus untuknya dengan air mata yang terus mengalir tanpa henti.Meskipun hatinya terluka, Ayah berusaha lebih tegar sebagai seorang pria. Dia merawat Ibu yang terpukul dan berusaha mempertahankan keluarga yang kini berantakan.Bibi Lucy datang untuk menghibur Ibu dan membicarakan tentang banyak hal yang sebelumnya tak pernah Ibu dengarkan dengan sabar."Kamu masih ingat waktu Shelly baru masuk SD? Dia mengikuti lomba menggambar di sekolah. Setelah selesai mengerjakan PR setiap malam, dia menggambar untuk membuat lukisan yang indah untukmu. Dia menggambar sampai larut malam tanpa merasa lelah dan akhirnya memenangkan hadiah.""Dia senang sekali dan langsung berlari pulang untuk menunjukkannya padamu. Dia sangat mencintaimu dan selalu memikirkanmu. Tapi di dinding rumahmu, hanya ada piala dan penghargaan milik dua anak lainnya, tak pernah ada tempat unt

  • Roh Jiwa Putri yang Teraniaya   Bab 1

    Lantaran tidak bisa menghubungiku dan didesak oleh nenek, keluargaku akhirnya mendatangi rumah kontrakan yang bobrok di desa dengan perasaan enggan.Ferdy menutup hidungnya. "Kenapa si pembawa sial itu tinggal di tempat begini? Ayah, Ibu, aku nggak mau masuk!""Oke, kalian berdua pulang saja dulu, biar Ayah dan Ibu saja yang masuk."Sierra memeluk tangan ibunya dengan manja, lalu berkata dengan wajah yang penuh perhatian, "Adikku ini benar-benar nggak tahu sopan santun. Telepon nggak diangkat, pesan nggak dibalas, sampai kalian berdua harus datang ke sini.""Kalau ketemu nanti pasti kuberi pelajaran!" Mata Ibu menyiratkan kebencian. Kemudian, dia menggandeng Ayah untuk masuk ke dalam.Setelah menaiki empat lantai tangga, mereka terengah-engah berdiri di depan pintu kamar 401. Begitu mengetuk pintu, seorang pria paruh baya bertelanjang dada membuka pintu. "Cari siapa?" tanyanya.Melihatnya, Ayah langsung marah besar, "Apa hubunganmu sama putriku? Kenapa kamu tinggal di sini?"Sambil mar

Bab terbaru

  • Roh Jiwa Putri yang Teraniaya   Bab 10

    Mengetahui bahwa aku meninggal dengan begitu tragis, kondisi mental Ibu hampir hancur. Setiap hari, dia memeluk syal sutra yang kupesan khusus untuknya dengan air mata yang terus mengalir tanpa henti.Meskipun hatinya terluka, Ayah berusaha lebih tegar sebagai seorang pria. Dia merawat Ibu yang terpukul dan berusaha mempertahankan keluarga yang kini berantakan.Bibi Lucy datang untuk menghibur Ibu dan membicarakan tentang banyak hal yang sebelumnya tak pernah Ibu dengarkan dengan sabar."Kamu masih ingat waktu Shelly baru masuk SD? Dia mengikuti lomba menggambar di sekolah. Setelah selesai mengerjakan PR setiap malam, dia menggambar untuk membuat lukisan yang indah untukmu. Dia menggambar sampai larut malam tanpa merasa lelah dan akhirnya memenangkan hadiah.""Dia senang sekali dan langsung berlari pulang untuk menunjukkannya padamu. Dia sangat mencintaimu dan selalu memikirkanmu. Tapi di dinding rumahmu, hanya ada piala dan penghargaan milik dua anak lainnya, tak pernah ada tempat unt

  • Roh Jiwa Putri yang Teraniaya   Bab 9

    Sierra terlihat sangat gelisah, kedua tangannya terkepal erat. Namun, dia tak bisa menghentikan polisi untuk melanjutkan penjelasan, "Ada beberapa riwayat komunikasi yang dihapus.""Hasil forensik menunjukkan bahwa Shelly meninggal karena dikubur hidup-hidup. Panggilan terakhirnya yang dialihkan ke ponsel Anda adalah panggilan darurat. Tapi, Anda sama sekali nggak mengangkatnya?"Mendengarnya, wajah Ibu seketika memucat, "Nggak mungkin! Hari itu aku memang menunggu teleponnya untuk meminta maaf, tapi dia sama sekali nggak menelepon!"Ibu buru-buru mengeluarkan ponselnya untuk membuktikan pada polisi, tetapi akhirnya menemukan catatan panggilan di kotak sampah. Rupanya, panggilan-panggilan tersebut telah ditolak saat ponsel Ibu ada di tangan Sierra.Ibu duduk terpaku di tempat, seolah-olah jiwanya telah menghilang.Sierra panik, mencoba menjelaskan, "Aku ... aku hanya marah padanya. Dia mendorongku, jadi aku nggak mau Ibu menjawab teleponnya. Aku bukan ingin dia celaka!""Dia lagi di al

  • Roh Jiwa Putri yang Teraniaya   Bab 8

    Di ruang interogasi.Ibu memeluk Sierra dengan erat. "Aku adalah wali anak ini. Kalau ada pertanyaan, tanyakan padaku saja. Sierra masih muda, jangan membuatnya ketakutan begini."Sierra meringkuk dalam pelukan Ibu, tubuhnya sedikit bergetar. Penampilannya tampak benar-benar menyedihkan dan tak berdaya. Seorang polisi menatap adegan ini dengan ekspresi sinis dan berkata, "Dua puluh enam tahun, sudah nggak muda lagi."Ibu menepuk punggung Sierra dengan lembut untuk menenangkannya, lalu menatap polisi, "Aku mengerti Anda sedang menjalankan tugas, tapi Sierra benar-benar nggak tahu apa-apa. Walaupun dia dan Shelly adalah saudara, mereka punya kehidupan masing-masing."Polisi lalu bertanya, "Kami mendapat laporan bahwa kemarin ada yang ditangkap karena berjudi di sebuah rumah kontrakan di Area A dan petugas menemukan beberapa barang milik Shelly di sana. Benar nggak Sierra yang pergi mengklaim barang-barang itu?"Ibu terdiam sesaat. "Ya, ponsel dan kartu identitasnya sudah kami serahkan ke

  • Roh Jiwa Putri yang Teraniaya   Bab 7

    Di acara ulang tahun ke-60 Nenek, hanya keluarga dekat dan sahabat baik yang diundang. Di aula perayaan, Ayah dan Ibu terus mencari-cari keberadaanku. Bahkan Ferdy tampak agak terkejut, "Ayah, Ibu, Shelly benar-benar nggak datang? Jangan-jangan terjadi sesuatu padanya?"Sierra menepuk tangannya, "Jangan ngomong sembarangan, Shelly sudah dewasa. Apa yang mungkin terjadi padanya?"Ucapan itu langsung melegakan kedua orang tuaku. Ibu berkata, "Kalau si anak nggak tahu diri itu nggak datang, nanti para kerabat dan teman-teman bakal nyindir aku dan ayahmu lagi."Mendengar hal ini, aku hanya bisa tersenyum pahit. Rupanya begitu alasannya. Kukira mereka benar-benar khawatir padaku.Mengabaikan soal kehadiranku, Ibu menginstruksikan Sierra untuk memanfaatkan kesempatan ini. Dia meminta Sierra maju dengan membawa hadiah besar untuk memberikan selamat kepada Nenek. Di depan banyak orang, Nenek pasti tidak akan tega untuk menolak.Sierra menyetujui dengan antusias.Nenek dikenal sebagai sosok pen

  • Roh Jiwa Putri yang Teraniaya   Bab 6

    Begitu menerima telepon itu, wajah Ibu langsung menjadi muram. "Dasar anak sialan, bisa nggak kamu jangan terus-terusan nyuruh Nenekmu untuk membuatku marah?"Namun, suara di seberang telepon terdengar berat, "Halo, apakah ini keluarga dari Shelly?"Mendengar suara pria, Ibu mengerutkan kening. "Ada apa? Kenapa kamu megang ponsel Shelly?" tanyanya dengan nada dingin."Kami menemukan identitas dan ponsel Shelly di sebuah rumah kontrakan. Mohon Anda datang ke kantor polisi untuk mengonfirmasi beberapa hal."Mendengar hal ini, ekspresi Ibu sedikit melembut. "Jadi benar, anak itu pindah rumah. Suka sekali buat masalah." Dia menutup telepon dan kembali makan dengan santai.Sierra menatapnya dengan mata berkilat, lalu bertanya, "Ibu, itu bukan Shelly ya?""Dia kehilangan ponselnya. Polisi cuma mau keluarga datang untuk mengambilnya kembali, nggak usah buru-buru. Kita selesaikan makan dulu," jawab Ibu acuh tak acuh.Sierra memasang ekspresi seolah-olah khawatir dan berkata dengan tergesa-gesa

  • Roh Jiwa Putri yang Teraniaya   Bab 5

    Dulu, Nenek takut Ibu akan menderita jika menikah dengan Ayah yang miskin, sehingga dia tidak menyetujui pernikahan mereka. Ibu pun melampiaskan dengan mabuk semalaman. Tak disangka, malam itu dia dilecehkan oleh sekelompok pemuda berandalan dan akhirnya hamil.Saat itu, Ibu masih muda dan sebetulnya punya pilihan hidup yang lebih baik. Namun, demi membuat Nenek merasa bersalah, dia memutuskan untuk tetap melahirkankuKetika aku berusia tiga tahun, Ibu tidak sengaja melihat bayangan Ayah di wajahku dan buru-buru melakukan tes DNA untuk memastikan. Hasilnya menunjukkan bahwa aku benar-benar anak kandung Ayah, bukan anak dari berandalan itu.Ibu sangat lega dan berhasil mempertahankan hubungannya dengan Ayah. Namun, di mata mereka berdua, aku tetap dianggap sebagai "noda" dalam kisah cinta mereka. Karena itulah, mereka meninggalkan diriku yang masih kecil ini untuk diasuh Nenek, sedangkan mereka sendiri bepergian jauh.Saat itu, Ayah baru saja bercerai dengan istri pertamanya dan Ferdy y

  • Roh Jiwa Putri yang Teraniaya   Bab 4

    Keesokan harinya, keluargaku tetap tidak mendapat kabar dariku. Pagi-pagi sekali, Nenek datang langsung ke rumah."Nenek!" seruku dengan senang sambil melayang ke arahnya.Setelah meninggal, aku sering berharap bisa melihat Nenek lagi. Namun, jiwaku terikat oleh Ibu sehingga aku tak bisa pergi jauh. Untungnya, Nenek datang sendiri. Bisa melihatnya lagi membuatku merasa lebih tenang.Namun, sebelum aku bisa mendekati Nenek, Ferdy langsung menyambutnya dengan ceria, "Nenek!"Selama bertahun-tahun, Ferdy selalu mencoba mengambil hati Nenek dengan mengatasnamakan kedekatanku dengannya. Dengan bantuanku, Nenek sudah menerima Ferdy sebagai cucu meskipun tidak ada hubungan darah. Nenek juga tidak pernah bersikap terlalu formal terhadap cucu-cucunya.Dengan lembut, dia menggenggam tangan Ferdy dan mengajaknya duduk, "Sudah dewasa begini, masih saja berisik sekali. Mana kakakmu?""Kakak!" teriak Ferdy.Sierra langsung berlari keluar, "Nenek sudah datang!"Saat melihat Sierra, Nenek yang tadinya

  • Roh Jiwa Putri yang Teraniaya   Bab 3

    Pembawa acara terus mengimbau masyarakat untuk tidak lagi memasuki kawasan berbahaya tersebut agar terhindar dari insiden yang tidak diinginkan.Ferdy duduk dengan penuh perhatian, "Lembah Liar ternyata ditutup?"Ibu tampak seperti mengingat sesuatu, alisnya langsung mengernyit tajam.Sampai akhirnya Ferdy bangkit dari sofa, lalu menepuk pahanya dengan bersemangat, "Wah, hebat! Jadi, perkemahan kita di Lembah Liar itu yang terakhir? Teman-temanku pasti iri berat. Mereka bahkan belum pernah ke sana, tapi sekarang malah sudah ditutup."Ekspresi tegang Ibu pun perlahan mulai mereda "Cukup, sudah dewasa begini masih saja berisik seperti anak kecil. Ulang tahun nenekmu sudah dekat, kamu sudah milih hadiah belum?"Ayah yang tadinya berwajah muram, kini terlihat lebih tenang. "Kali ini, kalian berdua harus pintar ngomong untuk menyenangkan hatinya."Ferdy memasang wajah meremehkan, "Toh setiap tahun Shelly yang selalu milihin hadiah untukku dan Nenek pasti suka. Jadi, kalian nggak perlu repot

  • Roh Jiwa Putri yang Teraniaya   Bab 2

    Nenek marah besar hingga terengah-engah, "Kenapa aku punya anak nggak berperasaan seperti kamu ini?""Aku pergi ke luar negeri selama dua bulan nggak ada kabar apa pun darinya. Di luar negeri, aku khawatir setiap hari dan setelah pulang pun aku nggak bisa menghubunginya. Pasti kalian yang buat dia merasa tertekan! Bukannya dia tinggal sama kalian? Cepat suruh dia angkat telepon!"Ibu terdiam sejenak, melirik Ayah di sampingnya.Dua bulan yang lalu, Ferdy tiba-tiba ingin berkemah di area terlarang di Lembah Liar. Meski tahu tempat itu berbahaya, aku berharap bisa mempererat hubungan dengan keluargaku melalui kegiatan tersebut. Bahkan, aku sudah meminta cuti khusus dari kantor.Tak disangka, Sierra terjatuh ke dalam air. Saat diselamatkan, dia langsung menuduhku telah mendorongnya.Ibu marah besar dan menamparku beberapa kali. Dia tidak mau mendengarkan penjelasanku dan meninggalkanku sendirian di alam liar. Mereka tidak tahu, hari itu aku tidak berhasil keluar dari hutan tersebut.Sudah

DMCA.com Protection Status