Tiffany mau tak mau mencoba satu per satu gaun itu sampai Edric menemukan yang disukainya. Saat mencoba sebuah gaun hitam yang memikat, dia dapat melihat jelas tatapan Edric yang bertambah dalam dan gelap, juga mengandung pemujaan yang tidak dapat disembunyikan.Di dalam walk-in closet ini, terdapat satu bagian dinding yang dipasang dengan cermin. Pada saat ini, Edric bangkit dari sofa, berjalan ke belakang Tiffany, lalu membantunya merapikan bagian belakang gaunnya.Bagian pinggang gaun itu berlubang, sedangkan bagian belakangnya terbuka dan membentuk huruf V mendalam sehingga memperlihatkan punggungnya yang putih nan mulus. Bagian depan gaun ini terlihat cukup konservatif, tetapi tetap menunjukkan lekuk tubuhnya yang sempurna.Edric melingkarkan sebelah tangannya ke pinggang ramping Tiffany dan menekan bagian perutnya. Jakunnya yang bergerak terlihat sangat seksi. Dia memuji dengan pelan, “Sayang, kamu makin cantik saja.”Tiffany bertemu pandang dengan Edric melalui cermin dan sangat
Tiffany mengerutkan keningnya, lalu membuka pintu kamar. “Sup ginseng apa?”Ana tersenyum dan menjawab, “Ini sup obat yang dikasih Pak Lukman dan Bu Lucy. Katanya, sup ini bisa memperkuat ginjal, melancarkan aliran darah, dan menghangatkan rahim. Yang putih untuk Nyonya, sedangkan yang hitam untuk Tuan.”Di atas nampan, terdapat dua mangkuk berwarna putih dan hitam. Setelah tutup mangkuknya dibuka, terlihat jelas bahwa isinya menggunakan bahan obat yang berbeda. Aroma samar yang sedikit amis langsung menyerbak ke hidung. Tiffany memang tidak menyukai baunya, tetapi dia juga paham bahwa rasa amis itu mungkin hanya sugesti dari pikirannya saja. Dia pun menjawab, “Letakkan saja dulu di samping. Nanti, aku baru minum.”Lukman dan Lucy berharap Tiffany dan Edric lebih cepat punya anak. Oleh karena itu, mereka baru mengantar sup obat seperti ini. Namun, dia tidak memiliki pemikiran seperti itu. Nanti, dia akan diam-diam membuang sup obat itu.Ana masih berdiri di tempat. Dia berujar sambil
Mata Tiffany langsung bergetar dan seluruh tubuhnya juga menegang. Tubuhnya sama sekali tidak bisa rileks dan menunjukkan perlawanan yang jelas.Edric sepertinya juga merasakannya, tetapi gairahnya malah meningkat. Tangannya mulai beraksi lagi untuk menggoda dan menyenangkan tubuh Tiffany.Tiba-tiba, Tiffany merasa perutnya sakit. Kemudian, dia merasakan aliran panas di bawah tubuhnya. Dia segera tersadar dan mendorong Edric. Kemudian, dia menunduk dan berkata dengan malu, “Mas, aku datang bulan.”Ekspresi Edric langsung menjadi sangat suram. “Kapan?”“Ini baru saja.” Tiffany menggigit bibirnya dan langsung kembali ke kamar tanpa menjelaskan lebih banyak. Setelah mengeceknya di kamar mandi, ternyata dia memang datang bulan. Dia pun buru-buru mandi lagi.“Kenapa datang lebih cepat? Ini baru akhir bulan. Bukannya biasa haidmu datangnya di tanggal 2?”Suara yang tiba-tiba datang itu langsung mengejutkan Tiffany. Dia menoleh ke arah datangnya suara dan melihat Edric sedang berdiri di depan
Edric masih mengernyit dan kerutan di keningnya malah makin dalam. Dia menatap Tiffany dengan khawatir.Tiffany pun menggigit bibirnya, lalu melingkarkan tangannya ke leher Edric dan menariknya turun. Kemudian, dia langsung menciumnya. Kali ini, Edric baru bersedia mengalah.“Kalau begitu, istirahat yang baik ya. Kalau memang nggak tahan lagi, pulang saja dulu.”Tiffany memejamkan matanya dan menjawab dengan nada lelah, “Oke.”Setelah Edric pergi, Tiffany langsung mengirim pesan pada Krystal.[ Aku sudah antarkan orangnya ke acara ini. Sekarang, bisa manfaatkan kesempatan ini atau nggak tergantung kamu sendiri. ]Krystal sudah mempersiapkan diri dan segera membalas.[ Oke. ]Krystal mengambil tangkapan layar pembicaraan mereka dan memindahkannya ke folder aman, lalu menghapus semua riwayat obrolan mereka. Kemudian, dia berjalan keluar dari sudut yang gelap dan menyusul pria hebat yang sangat didambakan, tetapi tidak bisa didapatkannya itu.“Pak Edric.” Di bawah sorotan kamera, Krystal
Holden Salim?Tiffany pun mengerutkan keningnya. Dia tidak mengenal pria di hadapannya, tetapi namanya terdengar sangat familier. Di kehidupan sebelumnya, Holden merupakan pendatang baru yang sukses di ibu kota. Perusahaan di bawah kelolanya memiliki kekuatan yang tidak dapat diremehkan. Bahkan Edric juga pernah mengungkit tentangnya. Sepertinya, Holden berkecimpung di industri perhiasan. Sebuah pemikiran tiba-tiba muncul di benak Tiffany. Dia pun menatap Holden dengan penuh waspada.Holden memiliki tubuh yang tegap dan proporsional, hidung mancung, dan senyuman yang penuh teka-teki. Namun, dia malah memberikan kesan yang sangat sopan.Tiffany berhenti mengamati Holden. Dia merasa Holden mungkin bukan kebetulan bertemu dengannya di balkon, melainkan memang sudah mengincarnya dari awal.“Ada urusan apa Pak Holden mencariku?”Holden menyadari kewaspadaan Tiffany dan berusaha membuat nada bicaranya terdengar lebih santai. “Dengar-dengar, kamu lagi cari kerja. Apa kamu tertarik untuk berg
Tiffany malas menambal riasannya lagi dan langsung keluar dari kamar mandi. Di pintu masuk, dia berpapasan dengan Krystal yang datang untuk menambal riasan. Krystal terlebih dahulu menyapa, “Nyonya, kamu masih belum pulang?”Tiffany merasa Krystal seharusnya sudah melihat pesan WhatsApp yang dikirimnya kepada Edric. Oleh karena itu, dia baru sengaja bertanya seperti itu.Tiffany tidak menjawab.Melihat hal ini, Krystal pun mengangkat dagunya dan berkata dengan sombong, “Kalau aku berhasil malam ini, Nyonya nggak akan nyesal?”Tiffany pun tertawa. Dia berbalik untuk membelakangi Krystal, lalu berujar, “Ingat kirim fotonya kepadaku. Kalau nggak, aku nggak akan percaya.”Krystal mengira Tiffany sedang memprovokasinya. Dia pun memicingkan mata dan mencibir, “Oke. Aku pasti akan ambil foto yang sangat jelas. Yang penting, Nyonya jangan cari masalah denganku saja setelahnya.”Kali ini, Tiffany langsung berjalan pergi. Dia malas berdebat dengan Krystal. Seseorang berkemampuan atau tidak terga
Ketika terbangun di pagi hari, Tiffany tidak melihat Edric. Seprai di sampingnya juga terasa dingin. Entah Edric tidak tidur di dalam kamar atau bangun pagi. Intinya, dia sangat gembira dan tenang. Setelah mandi, dia hendak langsung keluar tanpa sarapan.Ana buru-buru mengejarnya dan berpesan, “Tuan bilang dia ada urusan di perusahaan, makanya nggak tunggu Nyonya bangun. Dia juga berpesan Nyonya harus cepat pulang kalau mau keluar. Jangan buat Tuan khawatir.”“Emm,” sahut Tiffany setelah menghentikan langkahnya.Tiffany memiliki mobil sendiri. Jadi, hari ini dia menyetir sendiri. Tanpa terasa, dia sudah tiba di bawah perusahaan Holden. Dia menatap gedung tinggi itu melalui jendela mobil. Tatapannya yang awalnya masih ragu pun berangsur-angsur menjadi yakin. Selanjutnya, dia menelepon Holden.Holden baru mengangkat di deringan ketiga.“Pak Holden, aku Tiffany. Aku mau bergabung dengan perusahaanmu.”Holden tertegun sejenak, lalu menyahut dengan semangat, “Aku lagi di perusahaan. Kamu da
Edric menjawab dengan santai, “Kebetulan lewat dan melihatmu. Apa yang kamu lakukan di sini?”Tiffany merasa agak serbasalah. Dia tidak ingin menimbulkan masalah untuk Holden, apalagi membuat Edric menekan perusahaan Holden. Dia pun menjelaskan dengan suara kecil, “Aku datang untuk tanda tangan kontrak kerja. Namanya Holden Salim. Kelak, dia itu atasanku.”“Kalian kenal dari mana?” Edric mengubah posisi duduknya sehingga terlihat makin malas. Ekspresinya masih belum berubah dan masih menunjukkan kehangatan. Dia menambahkan, “Kok aku nggak pernah dengar kamu mengungkitnya?”Begitu mendengar ucapan Edric, Tiffany langsung merinding. Dia menjelaskan dengan hati-hati, “Aku dapat kartu namanya semalam. Kebetulan, perusahaannya juga sejalan dengan bidangku. Aku mau kembali kejar mimpiku di dunia desain perhiasan.”Tiffany tidak menyembunyikan apa pun. Sebab, Edric akan selalu memiliki cara untuk menyelidiki masa lalunya dengan Holden. Dia sengaja bersikap manja pada Edric dan berkata dengan
Tiffany memalingkan wajah dengan tenang. “Bu Krystal, kalau kamu memang nggak punya kemampuan, aku juga nggak bisa membantumu lagi.”Orang yang tidak bisa diandalkan seperti Krystal tidak perlu dipaksa untuk terus bertahan.Mendengar itu, wajah Krystal langsung menjadi lebih pucat. Dalam beberapa hari ini, dia akhirnya menyadari bahwa dia sama sekali tidak memiliki tempat dalam hati Edric. Dulu, dia masih mengira dirinya lebih unggul daripada Tiffany yang hanya mengandalkan pria.Sekarang, Krystal sudah melihat semuanya dengan sangat jelas. Dia tidak sebanding dengan Tiffany. Bagi Edric, dia hanyalah bawahan yang lumayan cakap. Jika dia kehilangan kemampuannya dalam pekerjaan, Edric pasti tidak akan membiarkannya tetap bekerja sebagai sekretarisnya.“Bu Tiffany, kamu yang duluan ajak aku untuk kerja sama. Kamu nggak bisa campakkan aku begitu saja tanpa menyelesaikan apa pun,” ucap Krystal dengan suara bergetar.Hanya saja, Tiffany tidak merasa Krystal adalah kartu utamanya. Kartu utama
Tiffany membalas sambil tersenyum, “Oke.”Angie menjalankan mobilnya, lalu meninggalkan tempat itu. Sebelum mobilnya berjalan jauh, sebuah mobil berhenti di dekat Tiffany dan menyalakan lampu beberapa kali, seolah-olah sedang memberi isyarat.Dari kejauhan, Angie melihat melalui kaca spion bahwa Tiffany naik ke dalam mobil mewah itu. Alisnya langsung mengerut dan tatapannya terlihat suram. Angie mengenali mobil itu. Itu adalah mobil yang digunakan oleh Edric saat keluar dari rumah Keluarga Wibowo bersama mereka.Setibanya di Vila Taringa, Tiffany langsung ditarik masuk ke kamar mandi oleh Edric. Tiffany masih berada dalam periode menstruasi sehingga ada banyak hal yang tidak bisa dilakukan. Namun, Edric tidak memaksanya. Dia hanya meminta Tiffany untuk membantunya mandi.Pria itu bersandar di tepi bak mandi. Tubuhnya telanjang bulat. Pinggangnya yang kokoh dan otot perutnya yang sempurna juga terpampang di hadapan Tiffany.Tidak bisa dipungkiri, Edric memang memiliki penampilan yang sa
Tiffany merasa linglung akibat ciuman itu. Tubuhnya mulai melemah hingga kaki dan tangannya terasa lemas. Matanya yang berkaca-kaca menatap pria di depannya.Edric paling tidak tahan melihat tatapan Tiffany yang seperti itu. Dia terkesan seperti telah menindas Tiffany. Dia pun menunduk dan mencengkeram pinggang rampingnya, lalu menekan kedua tangan Tiffany ke atas kepala. Dia berucap, “Ayo jawab.”Tiffany menggigit bibirnya erat-erat. Dia merasa malu dengan cara Edric yang memperlakukannya tanpa ampun. Dia pun membalas, “Aku cuma nggak mau orang berpikir aku dapatkan kerja sama ini karena koneksi.”Edric mencengkeram dagunya dengan tatapan tajam, seolah ingin melihat apakah dia sedang berbohong. Setelah beberapa saat, dia kembali mencium Tiffany dengan ganas dan mengisap setiap napasnya. Tangannya juga tidak diam dan lanjut menjelajahi kulitnya yang lembut.Tiffany yang hanya bisa menggerakkan tangannya pun mendorong dada Edric yang terus mendekat. Apa pria ini sudah gila? Apa Edric ti
Tiffany menjelaskan, “Bu Regina, kulitmu yang putih nan bersih dan tubuhmu yang tinggi sangat cocok dengan rubi. Di sisi lain, mutiara akan mempercantik gaun ungu yang kamu pilih untuk malam itu. Nggak mencolok, tapi tetap menunjukkan kelas dan statusmu.”Setelah mendengar penjelasan itu, Regina baru menatap Tiffany dengan tatapan penuh kekaguman. Di atas meja pendek di hadapannya, ada gambar gaun malam yang akan dia kenakan. Hanya Tiffany yang memperhatikannya selama setengah jam terakhir.Mata Regina tiba-tiba menunjukkan sedikit kejutan. Dia bertanya, “Bukannya kamu ...?”Tiffany yang tidak ingin Angie mengetahui hubungannya dengan Keluarga Hanson menanggapi dengan tenang, “Bu Regina, aku desainer dari Eternal, Tiffany. Aku datang bersama Bu Angie.”Regina yang cerdas segera memahami situasinya. Hubungan antara Keluarga Hanson dan Keluarga Wibowo di dunia bisnis sudah sangat erat. Jika Tiffany ingin menyembunyikan identitasnya, Regina merasa tidak masalah untuk membantunya.Regina p
“Tiffany, kenapa bengong di situ? Ayo naik,” panggil Angie dari sisi lain.Tiffany tersadar dari lamunannya, lalu mengalihkan pandangannya dan mengikuti Angie. Kemudian, atasannya itu menjelaskan, “Lift di sana cuma untuk tamu VIP. Lift kita ada di sisi ini.”Penjelasan ini jelas bertujuan agar Tiffany tidak salah langkah dan menyinggung tuan rumah.Setelah naik, mereka tiba di lantai yang penuh cahaya terang. Saat ini, Tiffany baru menyadari bahwa ternyata banyak perusahaan-perusahaan desain lain yang hadir. Semua tamu dikumpulkan di sebuah ruang tamu.Pada saat ini, Angie membawa Tiffany mencari tempat duduk yang tidak mencolok, tetapi juga tidak terlalu di sudut. Angie memberi tahu, “Bu Regina akan berulang tahun ke-40 bulan depan. Dia mau tampil memukau di acara ulang tahunnya. Makanya, perhiasan ini sangat penting baginya. Kalau kita bisa dapatkan proyek ini, komisinya paling nggak akan capai 9 digit.”Angie melanjutkan dengan suara serius, “Semua orang di sini mutar otak untuk b
“Bu Angie pasti sudah punya keputusan sendiri. Aku baru bergabung dengan perusahaan dan belum sepenuhnya paham sama sistem desain di Eternal. Dalam waktu sesingkat ini, aku belum bisa lihat perbedaannya,” jawab Tiffany dengan tenang.Mata Angie agak memicing dan sorot tajam di matanya perlahan mereda. Dia tahu Tiffany tidak ingin menyinggung siapa pun. Jadi, dia memutuskan untuk tidak mengungkap hal itu lebih lanjut.Angie memberi tahu, “Rancangan desain perhiasan ini adalah permintaan istri Pak Arnold dari Grup Seresa. Tapi, hingga kini kami belum berhasil ciptakan desain yang sesuai dengan keinginannya. Makanya, proyek ini terus tertunda.”“Karena kamu sudah mampu menunjukkan beberapa poin yang bikin rancangan ini terlihat unik, aku serahkan desain ini padamu. Apa kamu sanggup?” tanya Angie.Tiffany yang baru masuk ke perusahaan sudah diberi tugas nyata, apalagi tugas yang berhubungan dengan Grup Seresa. Apabila istri Arnold puas, reputasi Tiffany di dunia desain pasti akan memelesat
Tiffany menyadari bahwa rekan-rekannya hanya menunjukkan ekspresi iba terhadap Sanny, lalu kembali fokus pada pekerjaan masing-masing.Ketika Sanny menyebut Angie sebagai “nenek sihir”, tidak ada reaksi besar dari orang yang lain. Mereka bahkan terlihat setuju. Kesan ini mirip seperti memberi guru sebuah julukan di masa sekolah.Sanny meregangkan lehernya, lalu berucap, “Perkenalkan diri dulu, aku Sanny.”Tiffany kembali duduk di kursinya. Dia membuka dokumen dan menjawab singkat, “Tiffany.”Sanny meliriknya dengan pandangan sinis, lalu mengejek, “Aku tahu siapa kamu. Kamu yang masuk ke sini lewat jalur orang dalam tanpa wawancara, 'kan?”“Biar kuingatkan, nggak peduli seberapa kuat koneksimu, di departemen desain Eternal terutama di bawah kendali Angie, cuma kemampuan yang dianggap penting. Kalau kamu nggak punya bakat, lebih baik minta pindah sendiri daripada mempermalukan diri di sini,” tambah Sanny.Tangan Tiffany yang sedang membolak-balik dokumen berhenti sejenak, tetapi dia tida
Setelah setengah jam berlalu, Edric kembali ke kamar tidur dengan rambut yang sudah kering. Kali ini, dia tidak langsung memeluk Tiffany, melainkan hanya menunduk.Edric berucap dengan nada yang sulit ditebak, “Oke, Sayang. Aku bisa kasih kamu ruang pribadi, tapi kamu juga harus ingat siapa dirimu. Jaga jarak dengan pria lain selain aku.”Tiffany yang belum terlelap mendengar kalimat itu dengan sangat jelas. Di sisi lain, Edric menepuk ranjang di sampingnya. Suaranya mengandung perintah yang tak bisa dibantah ketika menambahkan, “Sini, mendekatlah.”Setelah bertahun-tahun berada di sisinya, Tiffany tahu tindakan ini disengaja. Edric hanya ingin melihat dia menurut dan tunduk di bawah kuasanya. Kebiasaan buruk ini tak pernah berubah dari kehidupan sebelumnya hingga sekarang.Tiffany sangat memahami sifatnya. Dia tahu Edric telah memberikan kelonggaran. Apabila dia masih keras kepala, dia tidak akan bisa menanggung konsekuensinya.Setelah berpikir begitu, Tiffany akhirnya bergerak mendek
Edric tiba-tiba mendekat. Napasnya membawa aroma samar alkohol. Dia membalas, “Gimana kalau aku bilang itu bukan karena nggak sengaja?”Tiffany memandangnya, lalu menyadari bahwa jarak mereka terlalu dekat. Sorot mata pria itu begitu tajam. Garis tegas rahangnya menambah kesan dingin dan penuh tekanan. Seolah-olah pada saat itu, yang terlihat di matanya hanyalah hasrat untuk menguasai.Jantung Tiffany berdebar keras. Dia membuka mulut, tetapi suaranya terdengar sangat lemah dan rapuh ketika berucap, “Nggak mungkin.”Mendengar itu, Edric pun mengernyit. Dia meraih dan mendudukkan Tiffany di pangkuannya, lalu bertanya, “Kamu begitu percaya padaku?”Tiffany membeku di tempat. Piama tipis yang dikenakannya terasa seperti selembar kertas transparan yang sama sekali tidak memberikan perlindungan baginya.Baru bergerak sedikit, panas dari tubuh Edric terasa makin mendesak dan membuatnya tidak berani bergerak. Tiffany pun menunduk dan berusaha menghindari tatapan mengintimidasi itu.“Ya,” jawa