Setelah kembali terdiam sekitar satu sampai dua menit, Jerry pun berkata dengan suara pelan, "Wanda, keluarlah. Aku akan menceritakan semuanya padamu. Aku juga punya alasan tersendiri."Aku menggelengkan kepalaku. Sambil menangis, aku pun berkata, "Aku sudah nggak percaya lagi padamu. Jerry, ceritakan dulu padaku. Kalau memang kamu punya alasan tersendiri, mungkin aku bisa memaafkanmu."Kata-kata ini, aku sendiri saja tidak memercayainya.Namun, Jerry sepertinya memercayainya. Atau, mungkin dia yakin jika aku tidak bisa melarikan diri.Jerry sepertinya bersandar di pintu dan berkata dengan enggan, "Nggak masalah untuk memberitahumu. Bagaimanapun, kamu nggak bisa lari. Wanda, kamu terlalu waspada. Awalnya, aku berencana menyerahkanmu setelah Tahun Baru. Tapi, konflik antara Yenny dan dirimu semalam membuatku nggak tenang. Ditambah lagi, ekspresimu di rumah pamanku tadi pagi juga nggak biasa. Kalau nggak, mungkin kamu masih bisa menjalani kehidupan yang baik selama beberapa hari lagi."D
Aku mencengkeram erat batu bata di tanganku, lalu berdeham dan berkata, "Jerry, aku nggak tahu berapa banyak kebenaran dari yang kamu katakan itu. Tapi, meski itu benar, tetap saja nggak bisa jadi alasan untuk menyakiti orang lain.""Apa kamu nggak pernah dengar, ketika menyelesaikan perselisihan, seseorang nggak boleh melibatkan pihak ketiga? Apa kamu nggak pernah dengar, utang ayah harus dibayar anaknya?" balas Jerry.Aku tertawa dan berkata kepadanya dengan sinis, "Kalau begitu, dari apa yang kamu katakan, ayah Tania juga sudah menyakiti ibumu?""Kamu kenal Tania? Pantas saja menurutku reaksimu aneh. Hehehe. Tapi, itu nggak masalah. Tania pantas mendapatkannya."Kakiku tanpa sadar menggesek lantai. "Oh? Kenapa dia pantas mendapatkannya? Aku khawatir dia cuma seorang gadis malang yang jatuh ke tanganmu.""Dia membunuh Susanku, membunuh Susanku. Aku sudah bilang padanya, kalau aku nggak menyukainya. Aku sudah punya orang yang kusukai. Tapi, wanita jahat ini, dia justru membunuh Susan.
Aku mengeluarkan ponselku dengan cemas. Dua puluh sembilan menit sudah berlalu.Yudha, kenapa kalian belum datang?Mungkin, kenangan dan cerita ini membuat Jerry merasa sangat kesal hingga mulai menggedor pintu dengan keras. "Wanda, buka pintunya! Kalau kamu nggak mau membuka pintunya, aku akan mendobraknya!"Aku menelan ludah. "Jerry, dari apa yang kamu katakan, berarti kita ini saudara tiri?""Saudara omong kosong. Aku nggak mau bersaudara dengan orang munafik sepertimu. Wanda, cepat buka pintunya. Jangan bicara omong kosong denganku."Aku sengaja berkata dengan suara keras, "Pantas saja sudah berpacaran selama tiga tahun, kamu nggak mau menciumku. Aku sempat mengira kalau kamu itu homo.""Wanda, kamu memang sama hinanya dengan mereka. Apa kamu benar-benar membutuhkan seorang pria? Bagaimana dengan pria yang kutemukan ini untukmu?"Suara Jerry menjadi tajam dan agak berubah. Dia juga menggedor pintu lebih keras lagi.Aku langsung merasa ketakutan.Pada titik ini, Bu Astri tiba-tiba b
Bersamaan dengan suara "brak", pintu didobrak dengan keras hingga terbuka.Pria di atasku bergumam, "Jerry, keluar. Paman sudah baik-baik saja sekarang. Kamu bisa masuk lagi setelah aku menangani wanita jalang busuk ini. Jangan khawatir, uangnya pasti …."Aku melihat ke arah pintu dengan tertegun.Aku hampir menangis saat melihat orang yang datang itu.Yudha dan yang lainnya akhirnya datang.Seorang petugas polisi beberapa kali menendang pria itu agar menjauh dari diriku. Kemudian, dia mengulurkan tangan untuk membantuku berdiri. "Nggak apa-apa, nggak apa-apa. Jangan takut, kami di sini."Setelah merasa takut dan panik yang begitu hebat, emosiku pun akhirnya meledak.Aku tidak bisa menahan diri lebih lama lagi dan langsung melompat ke pelukan polisi itu sambil berteriak, "Huwaaa!".Polisi itu tampak tertegun. Kemudian, dia menepuk-nepuk punggungku dengan kaku. "Jangan nangis, jangan nangis."Aku tidak bisa mendengar apa pun. Perasaan seperti hidup kembali setelah mengalami musibah memb
Malam itu, setelah selesai memberikan keterangan, aku duduk di bangku luar kantor polisi menunggu Kak Tina.Kak Tina tidak tenang meninggalkanku sendirian. Dia mengatakan bahwa malam ini dia akan tidur bersamaku di hotel.Haris mendudukkan pantatnya di sampingku. "Kamu … jangan takut, jangan sedih."Aku perlahan menoleh dan menatapnya.Baru setelah beberapa lama, aku pun berkata dengan lembut, "Oke, aku nggak akan takut. Dengan adanya kalian, aku merasa tenang. Aku juga nggak sedih."Haris menatapku dengan tidak percaya.Aku tersenyum tipis. "Jangan nggak percaya begitu. Semua kekecewaan dan kesedihan yang kurasakan kepada Jerry telah habis lebih dari setahun yang lalu, dan benar-benar habis oleh rusaknya kepribadiannya yang dilakukannya berkali-kali. Sejujurnya, aku masih sangat berterima kasih kepada Yudha. Kalau dia nggak menggangguku untuk meyakinkanku, aku mungkin nggak tahu siapa sebenarnya Jerry dan mungkin hari ini aku sudah terjual olehnya."Haris menepuk pundakku. "Oke, nggak
Lima hari kemudian, aku kembali ke Kota Andar dengan ditemani oleh Haris, sementara Tania diantar oleh Kak Tina kembali ke rumahnya di Kota Bimar.Haris membawaku terlebih dahulu ke kantor polisi setempat, lalu bersama seorang polisi setempat, kami pergi ke rumahku.Mereka juga membawa pergi ayahku.Ibuku sangat terkejut.Saat aku dengan mata merah menceritakan semua yang terjadi, ibuku juga ikut berlinang air mata. "Syukurlah, syukurlah, Wanda bisa kembali. Kalau nggak, aku juga nggak tahu bagaimana bisa bertahan hidup. Manusia bernama Zainal itu ternyata seperti itu cara dia memutuskan hubungan. Benar-benar lebih buruk dari binatang. Aku harus menceraikannya."Baru pada saat itulah ibuku menceritakan sesuatu yang telah dipendamnya selama lebih dari dua puluh tahun.Ternyata, ketika ibu baru mengandungku, ibu mendapati ayahku berselingkuh. Bahkan, perselingkuhan itu sudah berlangsung beberapa tahun dan wanita itu lebih dulu hamil dibanding ibu.Ibuku begitu marah hingga ingin menggugu
Pada tanggal 15 Desember.Kami naik pesawat, kemudian berganti naik kereta, dilanjutkan dengan naik bus, lalu naik becak.Terakhir, kami berjalan kaki hampir sepuluh kilometer.Akhirnya, aku dan Jerry berdiri di depan rumah Jerry.Aku memegangi lututku dan napasku tersengal-sengal saat mengamati rumah Jerry.Rumah Jerry tidak kumuh seperti yang kubayangkan. Rumah Jerry hanyalah rumah bergaya kuno dengan dikelilingi paviliun di keempat sisinya, yaitu di sisi selatan, timur, barat, utara, dan ada halaman di tengahnya. Rumah ini khas rumah-rumah di daerah utara dan terlihat agak tua.Memikirkan rumah-rumah yang jarang-jarang di desa yang barusan kulewati, rumah Jerry ini termasuk cukup bagus."Ayo, kita masuk." Jerry meraih tanganku dan memasuki rumah. Sambil berjalan, dia berteriak, "Bu, aku pulang. Lihat, siapa yang kubawa ke sini."Begitu kata-kata Jerry tersebut terucap, seseorang bergegas keluar dari dalam rumah dan berlari ke arah kami dengan tergesa-gesa. "Aduh, Jerry sudah pulang.
"Wanda, kalian lagi ngobrolin apa?" Jerry menghampiriku dan bertanya sambil tersenyum padaku.Aku tersenyum canggung. "Aku mau menyapanya. Tapi, dia nggak peduli padaku."Jerry melirik gadis kecil itu sekilas dan berkata dengan dingin, "Nggak usah dihiraukan. Dia itu bisu, nggak bisa ngomong."Aku tertegun dan menatap gadis kecil itu dengan penuh simpati.Gadis kecil itu melirik ke arah kami saat mendengar kata-kata tersebut. Tatapan sinis melintas di matanya. Kemudian, dia kembali menundukkan kepalanya.Tanpa sadar, aku melihat ke arah Jerry. Namun, sepertinya Jerry tidak melihat tatapan mata gadis itu. Dia malah meraih tanganku untuk masuk ke rumah.Aku terdiam sesaat dan tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya dengan lembut, "Jerry, siapa gadis itu?"Jerry merasa ragu-ragu untuk sesaat, lalu berkata dengan tidak sabar, "Dia itu adikku. Otaknya bermasalah sejak kecil, Jadi, nggak usah dipedulikan. Ayo, kita masuk. Ibu nggak mengizinkanku untuk membantunya dan memintaku untuk men
Lima hari kemudian, aku kembali ke Kota Andar dengan ditemani oleh Haris, sementara Tania diantar oleh Kak Tina kembali ke rumahnya di Kota Bimar.Haris membawaku terlebih dahulu ke kantor polisi setempat, lalu bersama seorang polisi setempat, kami pergi ke rumahku.Mereka juga membawa pergi ayahku.Ibuku sangat terkejut.Saat aku dengan mata merah menceritakan semua yang terjadi, ibuku juga ikut berlinang air mata. "Syukurlah, syukurlah, Wanda bisa kembali. Kalau nggak, aku juga nggak tahu bagaimana bisa bertahan hidup. Manusia bernama Zainal itu ternyata seperti itu cara dia memutuskan hubungan. Benar-benar lebih buruk dari binatang. Aku harus menceraikannya."Baru pada saat itulah ibuku menceritakan sesuatu yang telah dipendamnya selama lebih dari dua puluh tahun.Ternyata, ketika ibu baru mengandungku, ibu mendapati ayahku berselingkuh. Bahkan, perselingkuhan itu sudah berlangsung beberapa tahun dan wanita itu lebih dulu hamil dibanding ibu.Ibuku begitu marah hingga ingin menggugu
Malam itu, setelah selesai memberikan keterangan, aku duduk di bangku luar kantor polisi menunggu Kak Tina.Kak Tina tidak tenang meninggalkanku sendirian. Dia mengatakan bahwa malam ini dia akan tidur bersamaku di hotel.Haris mendudukkan pantatnya di sampingku. "Kamu … jangan takut, jangan sedih."Aku perlahan menoleh dan menatapnya.Baru setelah beberapa lama, aku pun berkata dengan lembut, "Oke, aku nggak akan takut. Dengan adanya kalian, aku merasa tenang. Aku juga nggak sedih."Haris menatapku dengan tidak percaya.Aku tersenyum tipis. "Jangan nggak percaya begitu. Semua kekecewaan dan kesedihan yang kurasakan kepada Jerry telah habis lebih dari setahun yang lalu, dan benar-benar habis oleh rusaknya kepribadiannya yang dilakukannya berkali-kali. Sejujurnya, aku masih sangat berterima kasih kepada Yudha. Kalau dia nggak menggangguku untuk meyakinkanku, aku mungkin nggak tahu siapa sebenarnya Jerry dan mungkin hari ini aku sudah terjual olehnya."Haris menepuk pundakku. "Oke, nggak
Bersamaan dengan suara "brak", pintu didobrak dengan keras hingga terbuka.Pria di atasku bergumam, "Jerry, keluar. Paman sudah baik-baik saja sekarang. Kamu bisa masuk lagi setelah aku menangani wanita jalang busuk ini. Jangan khawatir, uangnya pasti …."Aku melihat ke arah pintu dengan tertegun.Aku hampir menangis saat melihat orang yang datang itu.Yudha dan yang lainnya akhirnya datang.Seorang petugas polisi beberapa kali menendang pria itu agar menjauh dari diriku. Kemudian, dia mengulurkan tangan untuk membantuku berdiri. "Nggak apa-apa, nggak apa-apa. Jangan takut, kami di sini."Setelah merasa takut dan panik yang begitu hebat, emosiku pun akhirnya meledak.Aku tidak bisa menahan diri lebih lama lagi dan langsung melompat ke pelukan polisi itu sambil berteriak, "Huwaaa!".Polisi itu tampak tertegun. Kemudian, dia menepuk-nepuk punggungku dengan kaku. "Jangan nangis, jangan nangis."Aku tidak bisa mendengar apa pun. Perasaan seperti hidup kembali setelah mengalami musibah memb
Aku mengeluarkan ponselku dengan cemas. Dua puluh sembilan menit sudah berlalu.Yudha, kenapa kalian belum datang?Mungkin, kenangan dan cerita ini membuat Jerry merasa sangat kesal hingga mulai menggedor pintu dengan keras. "Wanda, buka pintunya! Kalau kamu nggak mau membuka pintunya, aku akan mendobraknya!"Aku menelan ludah. "Jerry, dari apa yang kamu katakan, berarti kita ini saudara tiri?""Saudara omong kosong. Aku nggak mau bersaudara dengan orang munafik sepertimu. Wanda, cepat buka pintunya. Jangan bicara omong kosong denganku."Aku sengaja berkata dengan suara keras, "Pantas saja sudah berpacaran selama tiga tahun, kamu nggak mau menciumku. Aku sempat mengira kalau kamu itu homo.""Wanda, kamu memang sama hinanya dengan mereka. Apa kamu benar-benar membutuhkan seorang pria? Bagaimana dengan pria yang kutemukan ini untukmu?"Suara Jerry menjadi tajam dan agak berubah. Dia juga menggedor pintu lebih keras lagi.Aku langsung merasa ketakutan.Pada titik ini, Bu Astri tiba-tiba b
Aku mencengkeram erat batu bata di tanganku, lalu berdeham dan berkata, "Jerry, aku nggak tahu berapa banyak kebenaran dari yang kamu katakan itu. Tapi, meski itu benar, tetap saja nggak bisa jadi alasan untuk menyakiti orang lain.""Apa kamu nggak pernah dengar, ketika menyelesaikan perselisihan, seseorang nggak boleh melibatkan pihak ketiga? Apa kamu nggak pernah dengar, utang ayah harus dibayar anaknya?" balas Jerry.Aku tertawa dan berkata kepadanya dengan sinis, "Kalau begitu, dari apa yang kamu katakan, ayah Tania juga sudah menyakiti ibumu?""Kamu kenal Tania? Pantas saja menurutku reaksimu aneh. Hehehe. Tapi, itu nggak masalah. Tania pantas mendapatkannya."Kakiku tanpa sadar menggesek lantai. "Oh? Kenapa dia pantas mendapatkannya? Aku khawatir dia cuma seorang gadis malang yang jatuh ke tanganmu.""Dia membunuh Susanku, membunuh Susanku. Aku sudah bilang padanya, kalau aku nggak menyukainya. Aku sudah punya orang yang kusukai. Tapi, wanita jahat ini, dia justru membunuh Susan.
Setelah kembali terdiam sekitar satu sampai dua menit, Jerry pun berkata dengan suara pelan, "Wanda, keluarlah. Aku akan menceritakan semuanya padamu. Aku juga punya alasan tersendiri."Aku menggelengkan kepalaku. Sambil menangis, aku pun berkata, "Aku sudah nggak percaya lagi padamu. Jerry, ceritakan dulu padaku. Kalau memang kamu punya alasan tersendiri, mungkin aku bisa memaafkanmu."Kata-kata ini, aku sendiri saja tidak memercayainya.Namun, Jerry sepertinya memercayainya. Atau, mungkin dia yakin jika aku tidak bisa melarikan diri.Jerry sepertinya bersandar di pintu dan berkata dengan enggan, "Nggak masalah untuk memberitahumu. Bagaimanapun, kamu nggak bisa lari. Wanda, kamu terlalu waspada. Awalnya, aku berencana menyerahkanmu setelah Tahun Baru. Tapi, konflik antara Yenny dan dirimu semalam membuatku nggak tenang. Ditambah lagi, ekspresimu di rumah pamanku tadi pagi juga nggak biasa. Kalau nggak, mungkin kamu masih bisa menjalani kehidupan yang baik selama beberapa hari lagi."D
Dengan erangan tertahan, pria itu memegangi kepalanya dan perlahan ambruk ke lantai.Tanganku yang memegang batu bata bergetar saat aku menurunkannya."Apa yang terjadi?" Mungkin karena suara jatuhnya pria itu agak terlalu keras, sehingga membuat Bu Astri bertanya dari luar.Aku terkejut dan langsung berteriak. Kemudian, aku juga membalikkan kursi dengan mudahnya.Tidak ada lagi suara di luar sana.Aku memandangi pria yang tergeletak di lantai itu, menarik napas dalam-dalam, lalu berjalan perlahan ke pintu untuk menguncinya.Kemudian aku kembali, mencari-cari di sekitar, dan akhirnya memotong penutup sofa menjadi potongan-potongan dengan menggunakan mata anak panah. Lalu, aku mengikat pria itu dengan erat dengan menggunakan potongan-potongan penutup sofa tersebut dan menyumpal mulutnya dengan kain.Aku sedikit merasa lega setelah menyelesaikan semua itu.Aku mengeluarkan ponsel cadangan dari lapisan terdalam pakaianku dan menelepon seseorang. Setelah dua dering, Yudha pun menjawab tele
Aku bersembunyi di toilet dan buru-buru mengirim pesan, sebelum kembali ke rumah utama.Agar Jerry tidak curiga, aku tidak berani menunjukkan sikap yang berbeda sedikit pun.Saat makan, Jerry makan dengan lahap dan minum beberapa gelas lagi.Dalam perjalanan pulang, aku memegangi Jerry yang agak mabuk dan berkata dengan ragu-ragu, "Jerry, aku rindu rumah.""Rindu rumah? Anak baik, sebentar lagi kamu nggak perlu memikirkan rumah." Tatapan Jerry yang tertuju padaku membuatku menggigil.Aku berpura-pura tidak mengerti. Aku menundukkan mataku dan berkata, "Jerry, bagaimana kalau aku pulang saja? Ayah dan ibu yang merayakan tahun baru di rumah pasti sangat merindukanku."Jerry langsung mencengkeram tanganku kuat-kuat. "Mana bisa seperti itu? Butuh banyak usaha untuk sampai ke sini."Aku langsung merasa kecewa."Anak baik, nggak lama lagi, nggak lama lagi …."Aku kembali menggigil tertiup angin dingin. Jalanku menjadi makin sulit.Semoga saja, semoga saja ….Aku menghela napas dalam hati.Be
Aku pun berkata dengan ragu-ragu, "Aku nggak kenal dia. Mana mungkin aku minta pembalut padanya? Aku juga nggak bisa ngomong pakai bahasa daerah sini. Bagaimana kalau kamu saja yang mintakan untukku?"Jerry melambaikan tangannya. "Aku ini laki-laki. Mana mungkin berani minta pembalut padanya? Aku akan mengantarmu ke sana. Bicaralah padanya. Dia bisa mengerti yang kamu katakan."Aku mengepalkan tanganku kuat-kuat dan tidak merasakan sakit saat kuku-kuku tanganku menancap ke telapak tanganku.Jerry menuntunku keluar dari pintu dan pamannya buru-buru memanggilnya, "Jerry, kamu mau ke mana?""Mengantarnya ke toilet," jawab Jerry.Pamannya Jerry langsung tertawa terbahak-bahak. "Kenapa kamu mengikuti wanita pergi ke toilet? Biar dia pergi sendiri."Jerry merasa ragu-ragu untuk sesaat. "Tapi ….""Apa yang kamu takutkan? Dia nggak akan bisa kabur. Di pintu depan ada anjing, pintu lainnya juga sudah tertutup rapat." Pamannya Jerry melambaikan tangan dengan acuh tak acuh.Jerry pun berhenti di