"Apa kamu keluarga pasien?" tanya suster sambil menatapku.Aku menggeleng. "Kami cuma kenalan. Kalau ada urusan penting, telepon saja ayahnya.""Inez." Tiba-tiba, Rowan yang berada di ambulans bangkit dan berkata dengan emosional, "Kamu menipuku, kamu tega menipuku.""Pasien baik-baik saja, 'kan?" tanyaku tanpa menggubris perkataan Rowan.Suster mengangguk. "Seharusnya cuma kehilangan terlalu banyak darah. Mungkin butuh transfusi darah. Kalau kamu keluarganya, silakan ikut kami ke rumah sakit.""Aku bukan keluarganya." Aku kembali membantah, "Kalian hubungi saja keluarganya. Aku masih punya urusan lain dan harus pergi."Tanpa peduli bagaimana Rowan berteriak, aku tetap berbalik dan kembali ke kampus.Sepanjang perjalanan, aku terus memikirkan ucapan Rowan yang mengatakan bahwa Aiden melawan Keluarga Permono demi diriku. Pemikiran ini sangat konyol, hanya Rowan yang bisa mengatakannya.Aku tidak menyadari ada banyak mahasiswa yang menunjuk-nunjuk sambil mengomentariku. Hingga aku melewa
Di ruang kantor, Orlando dan Jovan sama-sama ada di sana. Jovan terlihat sopan dan ramah, sedangkan Orlando terlihat murung.Sebelumnya saat pemilihan siswa berprestasi di kampus, hanya ada dua orang yang masuk final, yaitu aku dan putri Orlando. Saat itu, aku yang menang. Saat itu juga, sepertinya Orlando mulai membenciku.Setelah menyapa mereka, Jovan selaku rektor maju dan tersenyum. "Duduk saja."Aku mengangguk dan duduk. Jovan berucap dengan tersenyum, "Inez, kamu pasti sudah tahu apa yang terjadi. Kami memanggilmu karena ingin mendengar penjelasanmu."Sikap Jovan sangat baik. Aku mulai menjelaskan, "Aku benar-benar minta maaf karena membawa masalah besar untuk kampus. Tapi, masalah Rowan yang menyayat pergelangan tangannya nggak seperti yang tersebar di internet."Jovan mengangguk ringan. "Kalau begitu, tolong jelaskan kejadian yang sebenarnya."Aku menceritakan semua yang terjadi. Jovan lantas mengernyit. "Biasanya Rowan anak yang cukup rasional. Kenapa tiba-tiba melakukan hal s
Setelah mendengar ucapan Evelyn, tatapan Orlando langsung dipenuhi amarah. "Apa yang kamu katakan? Kita nggak mungkin diam saja karena sebelumnya sudah ada rumor, 'kan? Masa kita membiarkan reputasi kampus hancur begitu saja?""Tapi, kalau Inez melapor polisi dan masalah ini diselidiki, bukankah dia akan terbukti nggak bersalah?" balas Evelyn.Amarah Orlando hampir meledak. Dia mengernyit sambil melirik Evelyn. "Pokoknya masalah ini harus diselesaikan dengan caraku. Biar kuperingatkan, kalau kamu berani membuat onar, kamu juga akan dihukum."Evelyn hendak membalas, tetapi aku buru-buru menariknya untuk menghentikannya. Aku tidak bisa membiarkannya terlibat dalam masalah ini."Aku bisa mengatasi masalah ini sendiri," ucapku sambil menahan Evelyn agar dia tidak berbicara sembarangan."Kalau nggak ada cara lagi, panggil saja orang tuamu kemari. Kami bisa diskusi," ujar Jovan yang sedari tadi hanya diam.Aku mengangguk. Meskipun merasa kesal, aku tetap mengucapkan terima kasih dan membawa
"Kita ke rumah sakit, cari Rowan." Tatapanku tegas. "Asalkan Rowan bersedia mengungkapkan kebenarannya, masih ada peluang untuk membalikkan situasi."Evelyn menemaniku ke rumah sakit."Inez, akhirnya kamu menjengukku." Tatapan Rowan tampak terkejut sekaligus gembira. Namun, ekspresinya menjadi arogan, seperti teringat pada sesuatu. "Huh! Sudah kubilang kamu harus balikan denganku, tapi kamu nggak mau dengar. Sekarang kamu merasakan akibatnya sendiri, 'kan?"Aku lantas mengernyit. Seketika, aku menyesal datang ke rumah sakit. Sambil menatap Rowan, aku bertanya, "Kamu yang menyebarkan video itu?"Rowan tampak kaget. "Mana mungkin! Begitu video itu tersebar, orang-orang memang mengkritikmu, tapi ada juga yang menghujatku. Kenapa aku harus merusak reputasiku sendiri?"Aku membuka mulutku, tetapi pada akhirnya tidak berbicara."Kamu kemari untuk balikan denganku ya?" tanya Rowan.Aku menggeleng. "Cuma kita berdua yang tahu tentang kejadian itu. Apa kamu bisa mengklarifikasinya? Video itu je
Mendengar ucapan Aiden, aku langsung terdiam. Kemudian, aku tertawa canggung. "Rupanya kamu sudah tahu.""Ya." Aiden berucap dengan suara rendah, "Kukira kamu bakal bertahan mati-matian dan membiarkan hidupmu hancur. Sepertinya, kamu nggak sebodoh itu ya."Aku anggap saja itu pujian dari Aiden. Aku bertanya, "Jadi, kamu bisa bantu aku nggak? Aku nggak bisa membuktikan diri sendiri dan pihak universitas menyuruhku memanggil orang tua."Dalam hati, aku mencela diriku sendiri. Menyuruh Aiden hadir sama saja dengan memanfaatkan reputasi dan kekayaan Aiden. Namun, aku tidak bisa membiarkan diri sendiri terpojok ataupun hancur."Bisa dong." Aiden berhenti sejenak. "Tapi, ada syaratnya."Meskipun Aiden juga mengajukan syarat, aku sama sekali tidak merasa kesal mendengarnya. Sebaliknya, aku langsung menebak syarat apa yang akan dia ajukan."Pokoknya aku nggak akan balik ke rumah Keluarga Faslim." Sikapku sangat tegas. "Kalau aku harus pulang untuk mendapatkan bantuanmu, lebih baik aku cari car
"Kamu tunggu saja nanti," ancam Rowan. Kemudian, dia mengakhiri panggilan.Aku sibuk menyiapkan berkas untuk melamar pekerjaan, jadi tidak sempat memikirkan hal ini lagi.Keesokan pagi, aku menerima telepon dari pihak kampus. Aku mengira Aiden sudah datang.Ketika aku tiba di ruang kantor dengan terburu-buru, aku terkejut melihat orang yang duduk di sana adalah Rowan. Alisku berkerut, firasat buruk muncul dalam hatiku."Memang dia pelakunya." Rowan berdiri di samping Jovan sambil menunjukku dengan sedih. "Paman, dia bicara terlalu kasar padaku. Makanya, aku ingin bunuh diri."Wajah Jovan seketika menjadi suram. Aku tersenyum dingin dalam hati. Rowan ini benar-benar tidak bisa menilai situasi. Bagaimana bisa dia memanggil Jovan dengan sebutan paman di sini?"Inez, kamu ... jelaskan dulu," ujar Jovan dengan susah payah."Apa lagi yang perlu dijelaskan?" Orlando maju dan berkata dengan tegas, "Bukti dan saksi sudah jelas. Kemarin aku sudah memberimu waktu untuk mencari bukti. Apa kamu sud
Rowan juga melangkah maju dengan ketakutan dan menyapa, “Ha ... halo, Pak Aiden.”Aiden merapikan pakaiannya, lalu menatap Jovan. “Halo, Pak Jovan. Aku wali Inez. Aku datang untuk mengurus pengunduran dirinya dari kampus.”Begitu mendengar ucapan Aiden, Jovan pun panik. “Mengundurkan diri dari kampus? A ... apa? Nggak perlu undurkan diri dari kampus kok. Ini cuma salah paham kecil.”“Tapi, waktu aku jalan masuk tadi, aku jelas-jelas dengar ... kepala jurusan ini bilang Inez harus dikeluarkan dari kampus.” Aiden menatap Orlando dengan tatapan dingin.Orlando langsung terkejut dan buru-buru melambaikan tangannya sambil berkata, “Nggak, nggak! Pak Aiden, kamu salah dengar. Masalah ini ... cuma salah paham.”Jovan dan Orlando saling memandang untuk sejenak. Setelah itu, Jovan melangkah maju dan berujar, “Pak Aiden, masalah ini ... pada dasarnya bukan masalah besar. Pihak kampus cuma perlu klarifikasi masalah ini. Kalau memang nggak bisa, kita bisa lapor polisi!”Jovan tersenyum menyanjung
Aku juga merasa sangat terkejut. Aku tahu Aiden memiliki kekuasaan yang besar, tetapi aku tidak menyangka Aiden begitu ... memesona.“Begini saja.” Jovan akhirnya memberanikan diri untuk berdiri, lalu berjalan ke hadapan Aiden. “Pak Aiden, masalah ini timbul karena kelalaian kampus. Pak Orlando hampir memfitnah Inez tanpa mencari tahu kebenaran masalahnya dulu. Kami akan turunkan jabatannya. Mengenai rumor itu, pihak kampus akan unggah video aslinya ke situs kampus untuk gantikan Inez klarifikasi masalahnya. Bagaimana menurutmu?”“Aku setuju!” jawabku sambil mengangguk.Aku hanya ingin mengklarifikasi rumor itu dan terlepas dari opini publik, bukan mau Aiden menggantikanku menyerang semua orang. Aku juga khawatir rumor ini akan melibatkan Aiden. Orang dengan status setingginya tidak boleh terlibat dalam rumor tak masuk akal itu.“Oke.” Aiden berdiri, lalu mengangguk hormat pada kedua petinggi kampus itu dan berkata, “Kami pamit dulu.”Ketika melewati Rowan, Aiden menghentikan langkahn
“Dasar berengsek!” Regan melangkah maju, lalu menampar Jonathan. “Sudah aku bilang berapa kali, ubah sikap hidung belangmu!”“Aku ….” Jonathan mengangkat kelopak matanya untuk menatapku. “Aku juga nggak tahu kalau dia itu adiknya Pak Aiden. Kalau Pak Aiden menikahi kakak, gimana kalau aku menikah dengan Bu Inez saja?”Ucapan yang dilontarkan Jonathan sangat mengejutkan. Hal itu membuat orang merasa benar-benar tidak berdaya, seakan-akan ingin menghajarnya. Namun, ketika kepikiran menghajarnya malah hanya akan berujung pada masalah hukum, semua orang pun mengurungkan niatnya untuk memukulnya.“Nggak boleh!” Empat suara terdengar serempak.“Kamu kira kamu siapa? Malah ingin menikahi adiknya Pak Aiden? Apa kamu bisa dibandingkan dengan kakakmu?” Kening Regan berkerut.“Jonathan, bisa nggak kamu berpikir dulu sebelum bicara?” Risca sungguh kehabisan kata-kata.“Inez memang bukan adik kandungku, tapi aku sangat menjaganya.” Tiba-tiba Aiden mendekatiku. “Aku berharap dia bisa bersama orang y
“Siapa yang membuat cewek cantik bersedih?”Aku menoleh. Ketika melihat orang yang berjalan kemari, tiba-tiba aku merasa hidupku semakin terpuruk lagi.Malah ada Jonathan di sini, dia bagai seekor burung merak yang sedang mengepakkan sayapnya saja. Dia melangkah maju dengan penuh percaya diri, lalu berhenti di hadapanku. “Kenapa cewek secantik kamu malah bersedih?”Aku menatap gerakan mesum Jonathan dengan risi, tapi dia spontan tersenyum.Sepertinya pembagian gen ketiga anak Keluarga Kusnadi tidak merata. Risca pandai bersosialisasi, cerdas, dan cekatan. Bahkan Andre yang selalu diremehkan oleh mereka berdua, sebenarnya juga cukup cerdik. Satu-satunya yang berbeda itu adalah Jonathan, dia tidak ada bedanya dengan orang bodoh.Anthony mendekatiku dan mengulurkan tangannya berniat menyentuh wajahku. Aku segera menghindar ke belakang. Tatapanku penuh dengan rasa jijik. “Pak Anthony, tolong jaga sikapmu.”Jonathan gagal menyentuhku. Dia menatap tangannya yang berhenti di udara dengan terk
“Tentu saja.” Regan berkata dengan santai, “Keluarga Kusnadi sudah lama berkecimpung di dunia bisnis dan berhasil menjadi yang terdepan di industri ini berkat kekuatan kami. Aku tahu selama ini Pak Aiden selalu membeli bahan langka dari Negara Arkava dengan harga tinggi. Tapi kebetulan sekali, Grup Kusnadi juga memiliki material itu.”Darren yang duduk di sebelahku tiba-tiba tertawa kecil dengan nada mengejek. “Omong kosong!”“Kenapa?” Aku baru saja memasuki Grup Faslim, masih belum berhubungan soal suplai bahan.“Material langka yang kita beli memang hanya dimiliki Negara Arkava. Material-material ini justru dibutuhkan dalam riset kami. Oleh karena itu, setiap tahun kami harus membeli bahan baku senilai ratusan miliar dari Negara Arkava.”“Sebanyak itu?” Aku merasa syok.“Sudah tergolong sedikit.” Darren menurunkan kelopak matanya. “Orang-orang Negara Arkava itu benar-benar nggak punya prinsip dalam berbisnis. Mereka sering ingkar janji. Harga yang mereka berikan kepada kita bahkan 10
Aiden menjadi bintang utama dalam perjamuan malam ini. Regan terus menyanjungnya. Dia bertanya soal bisnis Aiden, lalu bertanya soal kehidupan pribadi Aiden. Hanya saja, tidak sekali pun dia mengungkit soal kerja sama.Aku dan Darren duduk di ujung, di area yang tidak diperhatikan orang-orang. Semuanya sungguh sesuai dengan harapanku. “Pak Aiden, kamu juga sudah nggak muda lagi. Apa kamu sudah punya kekasih?” tanya Regan secara tiba-tiba.Aku langsung menghentikan gerakan tanganku yang sedang mengambil makanan. Aku ingin mendengar jawaban Aiden.Namun setelah menunggu beberapa saat, aku tidak dapat mendengar suara Aiden. Aku spontan mengangkat kepalaku ingin melihat ekspresinya.Siapa sangka, saat aku mengangkat kepalaku, kebetulan tatapanku berpapasan dengan tatapan Aiden. Pada saat itu, aku langsung menundukkan kepalaku. Pikiranku sangat kacau. Kenapa Aiden melihatku?Terlintas lagi masalah itu di benakku. Aku segera mengambil sepotong daging dan mengunyahnya, berlagak tidak mengeta
“Ergh ….” Kali ini Darren tidak mengedipkan matanya lagi. Dia mengeluarkan ponselnya, lalu menekan mode speaker. “Pak Aiden, apa … kamu sudah mendengarnya?”“Emm.” Terdengar suara tawa Aiden dari ujung telepon. “Nggak usah nyanyi ataupun nari, dia terlalu kaku. Nggak enak untuk dipandang.”Aku ….Aiden memang pintar dalam menyindir. Selalu saja bisa menusuk hatiku. Mulutnya memang berbisa sekali.“Nggak usah siapin apa-apa. Cukup datang menjemputku saja.” Setelah panggilan diakhiri, aku langsung melihat ke pria kurang ajar itu. “Darren!”Darren melepaskan headset bluetooth-nya, lalu segera melangkah mundur. “Semua ini bukan salahku. Aku sudah beri isyarat kepadamu. Kamu sendiri yang nggak tangkap.”Pada jam 7 esok pagi, aku sudah mempersiapkan diri untuk muncul di bandara Kota Manthana. Aku datang menjemput bosku dengan tidak puas.Aiden menggerek koper berwarna hitam, lalu melangkah kemari dengan santai.Ketika Aiden melewati sisiku, dia melepaskan kacamata hitamnya, lalu berkata, “S
Tatapanku tertuju pada diri Andre. Aku sedang berusaha mencari tahu bagaimana Andre yang sebenarnya.Mungkin tatapanku terlalu kelihatan. Tiba-tiba Andre menyembunyikan ekspresi percaya dirinya, melainkan menatapku dengan mencemberutkan wajahnya. “Inez, jangan-jangan … kamu merasa aku sangat menyeramkan?”“Kenapa?” Aku sungguh kaget dengan pemikiran Andre.“Emm ….” Andre bagai seorang pria yang sangat pemalu. Dia menggaruk kepalanya. “Kamu merasa aku itu bermuka 2.”Aku melihat sendiri bagaimana sosok Andre ditindas waktu itu. Jadi, aku pun merasa salut terhadap Andre.“Bagaimana mungkin?” Aku tersenyum tipis. “Aku hanya akan merasa kamu sangat pemberani.”Aku mengatakan dengan tulus, tetapi sepertinya Andre masih tidak percaya. Dia bertanya lagi, “Benarkah? Apa benar kamu merasa seperti itu? Inez, pemikiranmu sangat penting bagiku.”Lantaran sikap Andre terlalu ramah, aku pun merasa agak bingung. “Kenapa?”“Karena ….” Andre tersenyum dengan canggung. “Aku menganggapmu sebagai teman te
Senyuman di wajah Regan tidak kelihatan lagi. Dia menurunkan kelopak matanya. Setelah berpikir beberapa saat, dia mengangkat kepalanya untuk menatap kami. “Kalau begitu, aku terus terang saja sama kalian. Masalah ini masih bisa didiskusikan, tapi aku nggak ingin diskusi sama kalian. Kalau Pak Aiden bisa datang langsung ke sini dan aku bisa melihat ketulusan hati kalian, bisa jadi transaksi ini bisa dilanjutkan.”Sejak keluar dari ruangan Regan, suasana hatiku dan Darren terasa penat.“Untung saja ada kamu yang bertanya secara langsung, barulah kita tahu apa yang dia inginkan. Sebelumnya aku pernah berbicara beberapa kali dengan Pak Regan, tapi dia selalu mengalihkan pembicaraan. Aku juga nggak tahu bagaimana menghadapinya lagi.”Ini pertama kalinya aku merasa kegagalan dalam pekerjaanku. Suasana hatiku juga tidak bagus. “Si Regan ini memang licik sekali.”“Semuanya juga tahu, tapi apa lagi yang bisa kita lakukan?” Darren menghela napas panjang, lalu berkata dengan nada bercanda, “Kalau
Kedua mataku berkilauan. “Benarkah?”“Tentu saja benar.” Nada bicara Evelyn terdengar arogan. “Ibuku terus suruh aku pulang untuk mengunjunginya.”Saat penerbangan ke Kota Manthana, Darren menjelaskan secara ringkas mengenai kondisi di sana.“Sekarang satu-satunya yang bisa menyuplai bahan baku polimer yang kita butuhkan adalah Grup Kusnadi. Pemilik Grup Kusnadi, Regan Kusnadi, adalah target utama kunjungan kita kali ini.”Keluarga Kusnadi di Kota Manthana? Hatiku langsung berdebar. Tidakkah semuanya terlalu kebetulan?“Apa alasan rekan kerja sebelumnya nggak berhasil mendapatkan orderan?” tanya aku dengan nada menguji.“Kondisi agak rumit.” Darren mengerutkan sedikit keningnya. “Mengenai detailnya, aku juga belum mengatakannya dengan jelas, tapi ada yang bisa aku pastikan, Pak Regan sengaja persulit kita.”“Kenapa?” Aku merasa syok. “Bukannya kalau harganya cocok, transaksi bisa dijalankan?”“Dunia bisnis nggak segampang yang kamu kira.” Darren menghela napas. “Bahan baku polimer kita
“Kamu ….” Aku menatap ekspresi dingin di wajah Aiden. Tiba-tiba hatiku terasa penat. Aku juga tidak tahu ada apa dengan diriku, hanya saja aku malah ingin menangis.Aku membalikkan tubuhku berjalan meninggalkan ruangan Aiden. Aku berdiri di depan pintu sembari menarik napas dalam-dalam. Kemudian, aku melihat sekilas pintu ruangan yang sudah tertutup rapat.“Dasar manusia nggak punya hati!” sindir aku dengan nada sinis.Setelah kembali ke ruang kerjaku, suasana hatiku masih terasa tidak bagus. Hanya saja, rekan kerjaku malah kelihatan sangat bersemangat. “Astaga! Coba kalian lihat ada berita heboh apa hari ini!”“Apa?” Leila bagai takut ketinggalan berita saja, langsung berdiri di tempat.“Grup Canata bangkrut!”“Apa?” Kali ini, aku tidak bisa bersikap tenang lagi. Aku segera berjalan ke belakang Ariana, lalu menatap ke layar komputernya.“Grup Canata terungkap menjual produk nggak memenuhi standar. Selain itu, Lucas dari Grup Canata, membangun bisnisnya dengan dukungan istrinya. Sekara