Setelah pesawat mendarat, aku langsung bersiap-siap untuk menghadiri pesta.Gaun yang dipilihkan oleh Aiden untukku adalah gaun kuning berbahan satin dengan hiasan mutiara di bagian bahu. Namun, yang paling mencolok bukan hiasan itu.Gaun ini sangat pas dengan ukuran tubuhku sehingga menggambarkan lekukan tubuhku dengan jelas. Garis dadaku juga terlihat sangat mencolok. Penata rias juga menambahkan kalung berlian di leherku dengan ujungnya yang mengarah ke belahan dada.Ini pertama kalinya aku mengenakan gaun seperti ini sehingga merasa sangat tidak terbiasa."Sudah siap?" Aiden membuka pintu dan masuk.Penata rias menata rambutku sesaat dengan sisir, lalu menyahut, "Sudah, Pak."Ketika mendengar suara Aiden, aku langsung merasa canggung dan ingin bersembunyi. Ini sangat memalukan, tetapi aku tidak bisa mundur lagi dan hanya bisa memberanikan diri.Saat berikutnya, aku bisa melihat sekelebat gelombang emosi yang tebersit di mata Aiden. Kemudian, dia segera menahan emosi itu dan mengama
Setibanya di depan hotel, Aiden turun dari mobil. Kemudian, dia berjalan ke arahku untuk membukakan pintu mobil.Orang-orang yang awalnya menunggu untuk mengobrol dengan Aiden, langsung berkumpul setelah melihat kami."Bu, siapa namamu?"Aku berdiri di tengah kerumunan, mencium aroma parfum yang berbeda-beda. Campuran aroma ini menciptakan bau yang sangat menyengat, membuatku hampir bersin."Aku Inez." Aku tersenyum."Bu Inez, apa hubunganmu dengan Pak Aiden?""Ya, aku lihat Pak Aiden sangat perhatian padamu.""Dulu pendamping Pak Aiden selalu turun sendiri dari mobil."Orang-orang itu berdiskusi dan berspekulasi tentang hubungan kami tanpa ragu sedikit pun."Aku ... aku cuma wanita yang disewa Aiden," sahutku dengan jujur.Suasana menjadi hening sejenak. Beberapa saat kemudian, terdengar tawa ringan yang memecahkan kecanggungan. "Kamu ini pintar sekali bercanda."Aku hanya bisa terdiam. Lagi pula, tidak akan ada yang percaya bahwa Aiden memberiku 40 juta untuk menemaninya menghadiri a
Beberapa saat kemudian, Aiden mendengus dingin. "Nggak bisa menilai situasi, asal bicara, nggak layak memikul tanggung jawab besar."Kalimat yang keluar dari mulut Aiden terdengar begitu dingin dan penuh sindiran. Rowan akhirnya menyadari bahwa orang-orang di sekitar hanya terdiam. Itu sebabnya, dia terlihat seperti bintang utama di acara ini, bahkan bintang utama yang ditertawakan.Rowan terdiam sesaat, lalu wajahnya tiba-tiba memerah. Tatapannya penuh dengan kekesalan. Dia marah karena malu!Rowan masih berdiri di tempatnya, sementara Aiden mengangkat gelas anggurnya sedikit. "Selamat bersenang-senang, semuanya."Musik yang menenangkan mengalun, suasana pesta kembali meriah. Semua orang tampak senang, kecuali Rowan yang tidak bisa menilai situasi itu.Acara selesai. Aku hampir melupakan kejadian dengan Rowan tadi. Di pesawat pulang ke Kota Shaka, Aiden tiba-tiba memulai pembicaraan, "Jadi, kamu tanya Keluarga Permono akan hadir atau nggak, karena Rowan sudah mengundangmu ya?"Suasana
Lydia adalah ibuku, satu-satunya keluarga yang kumiliki di dunia ini. Jika dia bersalah, aku bersedia menanggung setengah dari kesalahannya. Oleh karena itu, selama bertahun-tahun, perasaan rendah diri dan menyesal selalu menguasai hatiku.Kali ini, keheningan lebih panjang dari biasanya. Saat pesawat hampir mendarat, Aiden tiba-tiba bertanya, "Kamu sudah mau lulus kuliah. Setelah lulus, apa rencanamu?"Mendengar itu, aku menjadi bersemangat. Sebagai generasi muda yang akan segera terjun ke dunia kerja, aku sangat menantikan kehidupan di luar sana."Rencanaku adalah mengirim CV ke beberapa perusahaan besar dan juga mengikuti bursa kerja, lalu memilih perusahaan yang tepat untukku.""Apa ... ada Grup Faslim di antara perusahaan yang kamu pilih?"Aku menggeleng. "Nggak ada."Untuk memastikan tidak ada Grup Faslim dalam daftar, aku menghabiskan cukup banyak waktu dan usaha.Namun, setelah mendengarnya, Aiden langsung terlihat masam. "Kamu terlalu naif."Kemarahan yang mendadak ini membuat
"Tapi ...." Suaraku penuh dengan keputusasaan. "Evelyn, hubungan antara aku dan Aiden sangat rumit. Aku nggak ingin dianggap hanya mengandalkan koneksi.""Kamu memang masih terlalu muda," ucap Evelyn. "Di zaman sekarang, punya koneksi justru bisa dianggap sebagai kemampuan.""Kalau Aiden mengungkapkan identitasmu, di perusahaan mana pun kamu akan dianggap menggunakan koneksi, jadi lebih baik bekerja di Grup Faslim. Setidaknya dengan adanya Aiden di sana, orang-orang akan lebih hati-hati dalam berkomentar."Aku berpikir sejenak, memang yang Evelyn katakan masuk akal."Aku tahu kemampuanmu. Meskipun bekerja di Grup Faslim, kamu pasti bisa membuktikan dirimu dengan kemampuanmu dan membuat orang lain menghormatimu, 'kan?"Tadi Aiden membuatku merasa rendah diri, sekarang Evelyn menghibur dan memujiku. Ucapannya ini membuatku merasa jauh lebih percaya diri."Evelyn, terima kasih banyak. Kamu selalu bisa mengembalikan kepercayaan diriku," ucapku dengan tulus."Jadi, nggak ada yang perlu dikh
Aiden melawan Keluarga Permono demi aku? Dipikirkan saja sudah terasa tidak masuk akal."Aku serius, Inez." Rowan tiba-tiba mendekat dan berusaha meraih tanganku, tetapi aku menghindar. "Ayahku sudah menyelidikinya. Semua ini karena Aiden melawan Keluarga Permono. Selain kamu, aku nggak bisa menemukan alasan lain lagi."Rowan memohon dengan penuh harap, "Inez, aku sudah nggak punya jalan lain. Tolong bantu aku."Saat melihat Rowan yang tampak menyedihkan, aku merasakan perasaan aneh di dalam hatiku. Dulu pria ini mempermainkanku dengan sombong, sekarang dia menunjukkan sisi yang menyedihkan saat aku menjauhinya.Perasaan ini benar-benar membuatku merasa tidak nyaman, baik secara fisik maupun emosional."Kenapa Aiden melawan Keluarga Permono demi aku?" Aku menatap Rowan."Karena kamu adalah putri Keluarga Faslim," jawab Rowan dengan heran karena aku menanyakan pertanyaan yang begitu dasar."Heh!" Aku tersenyum dingin. "Untukku adik tirinya yang nggak punya hubungan darah dan saling memb
"Apa kamu keluarga pasien?" tanya suster sambil menatapku.Aku menggeleng. "Kami cuma kenalan. Kalau ada urusan penting, telepon saja ayahnya.""Inez." Tiba-tiba, Rowan yang berada di ambulans bangkit dan berkata dengan emosional, "Kamu menipuku, kamu tega menipuku.""Pasien baik-baik saja, 'kan?" tanyaku tanpa menggubris perkataan Rowan.Suster mengangguk. "Seharusnya cuma kehilangan terlalu banyak darah. Mungkin butuh transfusi darah. Kalau kamu keluarganya, silakan ikut kami ke rumah sakit.""Aku bukan keluarganya." Aku kembali membantah, "Kalian hubungi saja keluarganya. Aku masih punya urusan lain dan harus pergi."Tanpa peduli bagaimana Rowan berteriak, aku tetap berbalik dan kembali ke kampus.Sepanjang perjalanan, aku terus memikirkan ucapan Rowan yang mengatakan bahwa Aiden melawan Keluarga Permono demi diriku. Pemikiran ini sangat konyol, hanya Rowan yang bisa mengatakannya.Aku tidak menyadari ada banyak mahasiswa yang menunjuk-nunjuk sambil mengomentariku. Hingga aku melewa
Di ruang kantor, Orlando dan Jovan sama-sama ada di sana. Jovan terlihat sopan dan ramah, sedangkan Orlando terlihat murung.Sebelumnya saat pemilihan siswa berprestasi di kampus, hanya ada dua orang yang masuk final, yaitu aku dan putri Orlando. Saat itu, aku yang menang. Saat itu juga, sepertinya Orlando mulai membenciku.Setelah menyapa mereka, Jovan selaku rektor maju dan tersenyum. "Duduk saja."Aku mengangguk dan duduk. Jovan berucap dengan tersenyum, "Inez, kamu pasti sudah tahu apa yang terjadi. Kami memanggilmu karena ingin mendengar penjelasanmu."Sikap Jovan sangat baik. Aku mulai menjelaskan, "Aku benar-benar minta maaf karena membawa masalah besar untuk kampus. Tapi, masalah Rowan yang menyayat pergelangan tangannya nggak seperti yang tersebar di internet."Jovan mengangguk ringan. "Kalau begitu, tolong jelaskan kejadian yang sebenarnya."Aku menceritakan semua yang terjadi. Jovan lantas mengernyit. "Biasanya Rowan anak yang cukup rasional. Kenapa tiba-tiba melakukan hal s
“Dasar berengsek!” Regan melangkah maju, lalu menampar Jonathan. “Sudah aku bilang berapa kali, ubah sikap hidung belangmu!”“Aku ….” Jonathan mengangkat kelopak matanya untuk menatapku. “Aku juga nggak tahu kalau dia itu adiknya Pak Aiden. Kalau Pak Aiden menikahi kakak, gimana kalau aku menikah dengan Bu Inez saja?”Ucapan yang dilontarkan Jonathan sangat mengejutkan. Hal itu membuat orang merasa benar-benar tidak berdaya, seakan-akan ingin menghajarnya. Namun, ketika kepikiran menghajarnya malah hanya akan berujung pada masalah hukum, semua orang pun mengurungkan niatnya untuk memukulnya.“Nggak boleh!” Empat suara terdengar serempak.“Kamu kira kamu siapa? Malah ingin menikahi adiknya Pak Aiden? Apa kamu bisa dibandingkan dengan kakakmu?” Kening Regan berkerut.“Jonathan, bisa nggak kamu berpikir dulu sebelum bicara?” Risca sungguh kehabisan kata-kata.“Inez memang bukan adik kandungku, tapi aku sangat menjaganya.” Tiba-tiba Aiden mendekatiku. “Aku berharap dia bisa bersama orang y
“Siapa yang membuat cewek cantik bersedih?”Aku menoleh. Ketika melihat orang yang berjalan kemari, tiba-tiba aku merasa hidupku semakin terpuruk lagi.Malah ada Jonathan di sini, dia bagai seekor burung merak yang sedang mengepakkan sayapnya saja. Dia melangkah maju dengan penuh percaya diri, lalu berhenti di hadapanku. “Kenapa cewek secantik kamu malah bersedih?”Aku menatap gerakan mesum Jonathan dengan risi, tapi dia spontan tersenyum.Sepertinya pembagian gen ketiga anak Keluarga Kusnadi tidak merata. Risca pandai bersosialisasi, cerdas, dan cekatan. Bahkan Andre yang selalu diremehkan oleh mereka berdua, sebenarnya juga cukup cerdik. Satu-satunya yang berbeda itu adalah Jonathan, dia tidak ada bedanya dengan orang bodoh.Anthony mendekatiku dan mengulurkan tangannya berniat menyentuh wajahku. Aku segera menghindar ke belakang. Tatapanku penuh dengan rasa jijik. “Pak Anthony, tolong jaga sikapmu.”Jonathan gagal menyentuhku. Dia menatap tangannya yang berhenti di udara dengan terk
“Tentu saja.” Regan berkata dengan santai, “Keluarga Kusnadi sudah lama berkecimpung di dunia bisnis dan berhasil menjadi yang terdepan di industri ini berkat kekuatan kami. Aku tahu selama ini Pak Aiden selalu membeli bahan langka dari Negara Arkava dengan harga tinggi. Tapi kebetulan sekali, Grup Kusnadi juga memiliki material itu.”Darren yang duduk di sebelahku tiba-tiba tertawa kecil dengan nada mengejek. “Omong kosong!”“Kenapa?” Aku baru saja memasuki Grup Faslim, masih belum berhubungan soal suplai bahan.“Material langka yang kita beli memang hanya dimiliki Negara Arkava. Material-material ini justru dibutuhkan dalam riset kami. Oleh karena itu, setiap tahun kami harus membeli bahan baku senilai ratusan miliar dari Negara Arkava.”“Sebanyak itu?” Aku merasa syok.“Sudah tergolong sedikit.” Darren menurunkan kelopak matanya. “Orang-orang Negara Arkava itu benar-benar nggak punya prinsip dalam berbisnis. Mereka sering ingkar janji. Harga yang mereka berikan kepada kita bahkan 10
Aiden menjadi bintang utama dalam perjamuan malam ini. Regan terus menyanjungnya. Dia bertanya soal bisnis Aiden, lalu bertanya soal kehidupan pribadi Aiden. Hanya saja, tidak sekali pun dia mengungkit soal kerja sama.Aku dan Darren duduk di ujung, di area yang tidak diperhatikan orang-orang. Semuanya sungguh sesuai dengan harapanku. “Pak Aiden, kamu juga sudah nggak muda lagi. Apa kamu sudah punya kekasih?” tanya Regan secara tiba-tiba.Aku langsung menghentikan gerakan tanganku yang sedang mengambil makanan. Aku ingin mendengar jawaban Aiden.Namun setelah menunggu beberapa saat, aku tidak dapat mendengar suara Aiden. Aku spontan mengangkat kepalaku ingin melihat ekspresinya.Siapa sangka, saat aku mengangkat kepalaku, kebetulan tatapanku berpapasan dengan tatapan Aiden. Pada saat itu, aku langsung menundukkan kepalaku. Pikiranku sangat kacau. Kenapa Aiden melihatku?Terlintas lagi masalah itu di benakku. Aku segera mengambil sepotong daging dan mengunyahnya, berlagak tidak mengeta
“Ergh ….” Kali ini Darren tidak mengedipkan matanya lagi. Dia mengeluarkan ponselnya, lalu menekan mode speaker. “Pak Aiden, apa … kamu sudah mendengarnya?”“Emm.” Terdengar suara tawa Aiden dari ujung telepon. “Nggak usah nyanyi ataupun nari, dia terlalu kaku. Nggak enak untuk dipandang.”Aku ….Aiden memang pintar dalam menyindir. Selalu saja bisa menusuk hatiku. Mulutnya memang berbisa sekali.“Nggak usah siapin apa-apa. Cukup datang menjemputku saja.” Setelah panggilan diakhiri, aku langsung melihat ke pria kurang ajar itu. “Darren!”Darren melepaskan headset bluetooth-nya, lalu segera melangkah mundur. “Semua ini bukan salahku. Aku sudah beri isyarat kepadamu. Kamu sendiri yang nggak tangkap.”Pada jam 7 esok pagi, aku sudah mempersiapkan diri untuk muncul di bandara Kota Manthana. Aku datang menjemput bosku dengan tidak puas.Aiden menggerek koper berwarna hitam, lalu melangkah kemari dengan santai.Ketika Aiden melewati sisiku, dia melepaskan kacamata hitamnya, lalu berkata, “S
Tatapanku tertuju pada diri Andre. Aku sedang berusaha mencari tahu bagaimana Andre yang sebenarnya.Mungkin tatapanku terlalu kelihatan. Tiba-tiba Andre menyembunyikan ekspresi percaya dirinya, melainkan menatapku dengan mencemberutkan wajahnya. “Inez, jangan-jangan … kamu merasa aku sangat menyeramkan?”“Kenapa?” Aku sungguh kaget dengan pemikiran Andre.“Emm ….” Andre bagai seorang pria yang sangat pemalu. Dia menggaruk kepalanya. “Kamu merasa aku itu bermuka 2.”Aku melihat sendiri bagaimana sosok Andre ditindas waktu itu. Jadi, aku pun merasa salut terhadap Andre.“Bagaimana mungkin?” Aku tersenyum tipis. “Aku hanya akan merasa kamu sangat pemberani.”Aku mengatakan dengan tulus, tetapi sepertinya Andre masih tidak percaya. Dia bertanya lagi, “Benarkah? Apa benar kamu merasa seperti itu? Inez, pemikiranmu sangat penting bagiku.”Lantaran sikap Andre terlalu ramah, aku pun merasa agak bingung. “Kenapa?”“Karena ….” Andre tersenyum dengan canggung. “Aku menganggapmu sebagai teman te
Senyuman di wajah Regan tidak kelihatan lagi. Dia menurunkan kelopak matanya. Setelah berpikir beberapa saat, dia mengangkat kepalanya untuk menatap kami. “Kalau begitu, aku terus terang saja sama kalian. Masalah ini masih bisa didiskusikan, tapi aku nggak ingin diskusi sama kalian. Kalau Pak Aiden bisa datang langsung ke sini dan aku bisa melihat ketulusan hati kalian, bisa jadi transaksi ini bisa dilanjutkan.”Sejak keluar dari ruangan Regan, suasana hatiku dan Darren terasa penat.“Untung saja ada kamu yang bertanya secara langsung, barulah kita tahu apa yang dia inginkan. Sebelumnya aku pernah berbicara beberapa kali dengan Pak Regan, tapi dia selalu mengalihkan pembicaraan. Aku juga nggak tahu bagaimana menghadapinya lagi.”Ini pertama kalinya aku merasa kegagalan dalam pekerjaanku. Suasana hatiku juga tidak bagus. “Si Regan ini memang licik sekali.”“Semuanya juga tahu, tapi apa lagi yang bisa kita lakukan?” Darren menghela napas panjang, lalu berkata dengan nada bercanda, “Kalau
Kedua mataku berkilauan. “Benarkah?”“Tentu saja benar.” Nada bicara Evelyn terdengar arogan. “Ibuku terus suruh aku pulang untuk mengunjunginya.”Saat penerbangan ke Kota Manthana, Darren menjelaskan secara ringkas mengenai kondisi di sana.“Sekarang satu-satunya yang bisa menyuplai bahan baku polimer yang kita butuhkan adalah Grup Kusnadi. Pemilik Grup Kusnadi, Regan Kusnadi, adalah target utama kunjungan kita kali ini.”Keluarga Kusnadi di Kota Manthana? Hatiku langsung berdebar. Tidakkah semuanya terlalu kebetulan?“Apa alasan rekan kerja sebelumnya nggak berhasil mendapatkan orderan?” tanya aku dengan nada menguji.“Kondisi agak rumit.” Darren mengerutkan sedikit keningnya. “Mengenai detailnya, aku juga belum mengatakannya dengan jelas, tapi ada yang bisa aku pastikan, Pak Regan sengaja persulit kita.”“Kenapa?” Aku merasa syok. “Bukannya kalau harganya cocok, transaksi bisa dijalankan?”“Dunia bisnis nggak segampang yang kamu kira.” Darren menghela napas. “Bahan baku polimer kita
“Kamu ….” Aku menatap ekspresi dingin di wajah Aiden. Tiba-tiba hatiku terasa penat. Aku juga tidak tahu ada apa dengan diriku, hanya saja aku malah ingin menangis.Aku membalikkan tubuhku berjalan meninggalkan ruangan Aiden. Aku berdiri di depan pintu sembari menarik napas dalam-dalam. Kemudian, aku melihat sekilas pintu ruangan yang sudah tertutup rapat.“Dasar manusia nggak punya hati!” sindir aku dengan nada sinis.Setelah kembali ke ruang kerjaku, suasana hatiku masih terasa tidak bagus. Hanya saja, rekan kerjaku malah kelihatan sangat bersemangat. “Astaga! Coba kalian lihat ada berita heboh apa hari ini!”“Apa?” Leila bagai takut ketinggalan berita saja, langsung berdiri di tempat.“Grup Canata bangkrut!”“Apa?” Kali ini, aku tidak bisa bersikap tenang lagi. Aku segera berjalan ke belakang Ariana, lalu menatap ke layar komputernya.“Grup Canata terungkap menjual produk nggak memenuhi standar. Selain itu, Lucas dari Grup Canata, membangun bisnisnya dengan dukungan istrinya. Sekara