"Apa maksudmu 'sudahlah'?" Rowan kini menatap Venus dengan iba. "Kalau dia cuma ngomong sesuatu, itu masih bisa dimaafkan. Tapi kalau dia sampai menindasmu, itu nggak bisa dibiarkan begitu saja."Tiga ratus juta itu benar-benar memberikan efek yang luar biasa. Aku menarik napas panjang dan berkata, "Apa kamu nggak pernah mikir, mungkin dia nggak begini sebelum kamu masuk. Tapi setelah kamu masuk, semuanya berubah.""Venus bukan tipe orang seperti itu," balas Rowan dengan nada tegas.Pada saat ini, rencanaku sejak Venus masuk tadi akhirnya terwujud.Sorot mataku tampak tak berdaya saat menatap Rowan dengan penuh rasa iba. "Kalau begitu, kenapa kita nggak cek rekaman kamera pengawas saja?" Aku membuka tanganku. "Kebetulan, tempat ini ada kamera pengawas dan bisa merekam suara juga.""Kamu sudah nindas Venus, tapi masih punya nyali untuk ngusulin ngecek kamera pengawas?""Nggak perlu repot-repot, ini cuma masalah kecil."Dua suara yang berbeda terdengar secara bersamaan.Wajah Rowan penuh
Aku mengangguk. "Kalau ada hal yang janggal, pasti ada sesuatu di baliknya. Venus jelas nggak suka sama aku, tapi dia masih sengaja datang mendekat. Pasti ada alasannya.""Aku rasa kamu perlu istirahat beberapa hari," kata Evelyn sambil berdiri. "Besok biar aku yang menggantikanmu di kafe, gimana?"Aku ragu sejenak."Ujian sudah dekat, Inez. Sudah sejauh mana persiapanmu?" tanya Evelyn dengan nada serius saat melihatku tidak langsung setuju. "Kalau kamu nggak mulai serius belajar, kamu yakin bisa lulus?"Aku memikirkannya sejenak. Evelyn benar."Selain itu, aku nggak mungkin menggantikanmu secara cuma-cuma," lanjut Evelyn. Nada seriusnya langsung berubah menjadi candaan. "Aku sudah lihat saldomu, lho. Yang melihat, harus dapat bagian. Traktir aku makan besar!""Sepakat," jawabku sambil berdiri dengan semangat. "Ayo pergi."Keesokan harinya, Evelyn menggantikan aku di kafe, sementara aku tetap di asrama menghabiskan waktuku untuk belajar. Ketika Evelyn kembali, langit sudah gelap."Inez
"Ya." Aku mengangguk sambil mengambil celemek dan mengenakannya. "Namaku Inez."Sambil berbicara, aku diam-diam mengamati ekspresi Mikael. Begitu mendengar namaku, refleksnya langsung menatapku sekilas sebelum tersenyum dan berkata, "Halo, aku Mikael."Sepanjang hari bekerja, aku menyadari sesuatu. Mikael bersikap ... terlalu ramah."Inez." Vonny mendekatiku dan berbicara dengan suara pelan, "Mikael ini ... lagi-lagi terpikat sama kamu, ya?"Aku melirik punggung Mikael sambil tersenyum tipis dan tidak menjawab."Kamu ini terlalu menarik," ujar Vonny sambil terkekeh. "Entah berapa banyak karyawan paruh waktu yang datang ke kafe ini terpikat sama pesona dan kecantikanmu.""Serius, dong." Aku batuk kecil sambil berkata, "Ini kafe yang serius, bukan tempat yang menggunakan 'pesona dan kecantikan' untuk menarik orang. Mereka datang karena manajemen dan operasimu yang luar biasa, Vonny.""Baiklah, baiklah." Vonny mengibaskan tangannya dan tertawa sambil menjauh. "Kamu ini jago banget muji or
Para pengawal langsung bergerak dan para preman itu melarikan diri terbirit-birit. Namun, mereka terlambat. Dari lima preman, tidak ada satu pun yang berhasil lolos. Semuanya berhasil ditangkap dan dibawa kembali oleh pengawal Aiden."Kirim ke kantor polisi," perintah Aiden dengan suara dingin.Aku masih dalam keadaan terkejut. Aiden menarikku pergi dan memasukkanku ke kursi depan mobil."Takut, ya?" Nada bicara Aiden kali ini terdengar lembut. Dia mengeluarkan tisu untuk membersihkan noda di wajahku. "Sudah, sudah, semuanya baik-baik saja sekarang."Aku menatap Aiden dengan linglung. Butuh waktu lama sebelum aku bisa menenangkan diri.Mengingat betapa bodohnya tindakanku dan bahaya yang hampir saja menimpaku, aku merasa malu. Sambil tertawa kecil, aku bertanya, "Kenapa kamu ada di sini?""Hmph!" Melihatku sudah tenang, nada lembut Aiden langsung menghilang. "Kenapa aku ada di sini? Kalau aku nggak di sini, apa kamu bisa keluar dari tempat itu hidup-hidup hari ini?""Aku ...." Menyadar
Kenapa? Kita ini pacaran atas dasar suka sama suka. Kenapa Rowan harus merasa dirinya lebih hebat dan bisa seenaknya menghakimi serta menguji orang lain?Aku melirik ke dalam kafe dan melihat Mikael sedang mengerutkan alis sambil melihat ke arah Rowan. Dia sibuk membalas pesan di ponselnya. Sepertinya, dia sudah mulai bergerak.'Akhirnya tertarik,' pikirku dalam hati."Faktanya, kamu bukan gadis yang mata duitan," Rowan berkata dengan penuh semangat karena mengira aku mulai luluh. Ekspresinya langsung berubah menjadi lega dan bahagia. "Inez, asal kamu setuju, aku janji setelah lulus, aku akan menikahimu."Rowan membuka kotak cincin itu dengan perlahan. Di dalamnya terdapat cincin berlian dengan potongan yang sempurna.Aku merenung sejenak, berpikir apa yang harus kulakukan. Namun, sudut mataku tetap mencuri pandang ke arah Mikael di dalam kafe. Aku melihatnya meletakkan ponselnya dengan tergesa-gesa dan berjalan cepat ke arah luar kafe, seolah-olah baru saja menerima instruksi tertentu
Venus jelas-jelas datang dengan tergesa-gesa, terlihat dari napasnya yang terengah-engah saat tiba. Namun, dia tetap berpura-pura seolah-olah hanya kebetulan lewat.Sejak Venus muncul, pandangan Mikael sering kali melirik ke arah Venus. Aku sudah bisa menebak siapa "majikan" sebenarnya dari Mikael.Ketika tatapanku bertemu dengan mata Mikael, dia tampak agak gelisah dan langsung mengalihkan pandangan. Namun, dia tidak bisa menyembunyikan apa pun dariku."Rowan, Inez sudah punya pacar. Kita seharusnya memberikan selamat sama mereka dengan lapang dada," kata Venus sambil berjalan ke sisi Rowan dan menggandeng lengannya.Aku hanya menatap Venus dengan dingin tanpa mengatakan sepatah kata pun."Nggak mungkin," sanggah Rowan berkata sambil menggertakkan gigi dan menatap Mikael dengan marah. "Kamu nggak mungkin pacar Inez.""Kenapa nggak mungkin?" Mikael tersenyum, dan senyumannya begitu menjijikkan. "Kamu sekarang sudah punya pacar yang cantik dan anggun. Tapi jangan halangi Inez yang seper
"Siapa yang menyuruhmu?" Aku menyilangkan tangan di depan dada dan berusaha terlihat percaya diri. "Aku sudah bilang, orang yang bersalah harus tanggung jawab atas perbuatannya sendiri. Aku nggak butuh permintaan maafmu."Mikael menggertakkan giginya, lalu menunjuk pada Venus dan berkata, "Dia, dia yang ngasih aku uang untuk buat foto-foto palsu itu."Venus terkejut. Wajahnya langsung pucat pasi dan buru-buru menyangkal, "Kamu nuduh sembarangan!"Matanya sudah berkaca-kaca. Setelah berkata demikian, dia berbalik menatapku, "Inez, aku tahu kamu selalu membenciku, tapi kenapa kamu dan dia harus kerja sama untuk memfitnahku?"Aku mengangkat alis sedikit. Kenapa ceritanya ini malah jadi aku yang memfitnah dia? Dia mau berbalik menyerangku?Namun, aku punya cara untuk membuktikan kebenaran.Aku memalingkan kepala menatap Mikael dengan senyuman kecil di bibirku, "Mikael, sekarang Venus bilang aku fitnah dia, itu artinya dia bilang kamu yang buat fitnah.""Kalau kamu nggak punya bukti untuk m
Aku memutar mata, malas menanggapi siapa pun.Setelah kembali ke asrama, aku melihat Evelyn masih berbaring di tempat tidurnya.Mungkin karena aura kekesalanku terlalu kuat, Evelyn bangkit dari tempat tidurnya, lalu mendekatiku dan memandangku dengan saksama. "Kamu kenapa?""Nggak kenapa-kenapa." Aku menjatuhkan diri ke tempat tidur dengan Lelah dan menutup mata, seakan-akan merasa ingin segera meninggalkan dunia ini dengan damai.Evelyn berjalan mendekat dan menarikku dari tempat tidur. "Bangun, mana mungkin nggak ada apa-apa? Aura marahmu itu cukup buat membangkitkan iblis jahat dari kubur."Melihat tatapan Evelyn yang penuh perhatian, akhirnya aku bangkit dari tempat tidur dan mulai menceritakan semua yang terjadi hari ini.Emosiku yang menumpuk memang membutuhkan tempat untuk disalurkan dan Evelyn bisa menjadi pendengar setiaku dengan senang hati.Setelah menceritakan semua yang terjadi, aku mulai menyadari ada sesuatu yang aneh.Evelyn tampak sangat marah. "Ini gimana ceritanya bi
“Dasar berengsek!” Regan melangkah maju, lalu menampar Jonathan. “Sudah aku bilang berapa kali, ubah sikap hidung belangmu!”“Aku ….” Jonathan mengangkat kelopak matanya untuk menatapku. “Aku juga nggak tahu kalau dia itu adiknya Pak Aiden. Kalau Pak Aiden menikahi kakak, gimana kalau aku menikah dengan Bu Inez saja?”Ucapan yang dilontarkan Jonathan sangat mengejutkan. Hal itu membuat orang merasa benar-benar tidak berdaya, seakan-akan ingin menghajarnya. Namun, ketika kepikiran menghajarnya malah hanya akan berujung pada masalah hukum, semua orang pun mengurungkan niatnya untuk memukulnya.“Nggak boleh!” Empat suara terdengar serempak.“Kamu kira kamu siapa? Malah ingin menikahi adiknya Pak Aiden? Apa kamu bisa dibandingkan dengan kakakmu?” Kening Regan berkerut.“Jonathan, bisa nggak kamu berpikir dulu sebelum bicara?” Risca sungguh kehabisan kata-kata.“Inez memang bukan adik kandungku, tapi aku sangat menjaganya.” Tiba-tiba Aiden mendekatiku. “Aku berharap dia bisa bersama orang y
“Siapa yang membuat cewek cantik bersedih?”Aku menoleh. Ketika melihat orang yang berjalan kemari, tiba-tiba aku merasa hidupku semakin terpuruk lagi.Malah ada Jonathan di sini, dia bagai seekor burung merak yang sedang mengepakkan sayapnya saja. Dia melangkah maju dengan penuh percaya diri, lalu berhenti di hadapanku. “Kenapa cewek secantik kamu malah bersedih?”Aku menatap gerakan mesum Jonathan dengan risi, tapi dia spontan tersenyum.Sepertinya pembagian gen ketiga anak Keluarga Kusnadi tidak merata. Risca pandai bersosialisasi, cerdas, dan cekatan. Bahkan Andre yang selalu diremehkan oleh mereka berdua, sebenarnya juga cukup cerdik. Satu-satunya yang berbeda itu adalah Jonathan, dia tidak ada bedanya dengan orang bodoh.Anthony mendekatiku dan mengulurkan tangannya berniat menyentuh wajahku. Aku segera menghindar ke belakang. Tatapanku penuh dengan rasa jijik. “Pak Anthony, tolong jaga sikapmu.”Jonathan gagal menyentuhku. Dia menatap tangannya yang berhenti di udara dengan terk
“Tentu saja.” Regan berkata dengan santai, “Keluarga Kusnadi sudah lama berkecimpung di dunia bisnis dan berhasil menjadi yang terdepan di industri ini berkat kekuatan kami. Aku tahu selama ini Pak Aiden selalu membeli bahan langka dari Negara Arkava dengan harga tinggi. Tapi kebetulan sekali, Grup Kusnadi juga memiliki material itu.”Darren yang duduk di sebelahku tiba-tiba tertawa kecil dengan nada mengejek. “Omong kosong!”“Kenapa?” Aku baru saja memasuki Grup Faslim, masih belum berhubungan soal suplai bahan.“Material langka yang kita beli memang hanya dimiliki Negara Arkava. Material-material ini justru dibutuhkan dalam riset kami. Oleh karena itu, setiap tahun kami harus membeli bahan baku senilai ratusan miliar dari Negara Arkava.”“Sebanyak itu?” Aku merasa syok.“Sudah tergolong sedikit.” Darren menurunkan kelopak matanya. “Orang-orang Negara Arkava itu benar-benar nggak punya prinsip dalam berbisnis. Mereka sering ingkar janji. Harga yang mereka berikan kepada kita bahkan 10
Aiden menjadi bintang utama dalam perjamuan malam ini. Regan terus menyanjungnya. Dia bertanya soal bisnis Aiden, lalu bertanya soal kehidupan pribadi Aiden. Hanya saja, tidak sekali pun dia mengungkit soal kerja sama.Aku dan Darren duduk di ujung, di area yang tidak diperhatikan orang-orang. Semuanya sungguh sesuai dengan harapanku. “Pak Aiden, kamu juga sudah nggak muda lagi. Apa kamu sudah punya kekasih?” tanya Regan secara tiba-tiba.Aku langsung menghentikan gerakan tanganku yang sedang mengambil makanan. Aku ingin mendengar jawaban Aiden.Namun setelah menunggu beberapa saat, aku tidak dapat mendengar suara Aiden. Aku spontan mengangkat kepalaku ingin melihat ekspresinya.Siapa sangka, saat aku mengangkat kepalaku, kebetulan tatapanku berpapasan dengan tatapan Aiden. Pada saat itu, aku langsung menundukkan kepalaku. Pikiranku sangat kacau. Kenapa Aiden melihatku?Terlintas lagi masalah itu di benakku. Aku segera mengambil sepotong daging dan mengunyahnya, berlagak tidak mengeta
“Ergh ….” Kali ini Darren tidak mengedipkan matanya lagi. Dia mengeluarkan ponselnya, lalu menekan mode speaker. “Pak Aiden, apa … kamu sudah mendengarnya?”“Emm.” Terdengar suara tawa Aiden dari ujung telepon. “Nggak usah nyanyi ataupun nari, dia terlalu kaku. Nggak enak untuk dipandang.”Aku ….Aiden memang pintar dalam menyindir. Selalu saja bisa menusuk hatiku. Mulutnya memang berbisa sekali.“Nggak usah siapin apa-apa. Cukup datang menjemputku saja.” Setelah panggilan diakhiri, aku langsung melihat ke pria kurang ajar itu. “Darren!”Darren melepaskan headset bluetooth-nya, lalu segera melangkah mundur. “Semua ini bukan salahku. Aku sudah beri isyarat kepadamu. Kamu sendiri yang nggak tangkap.”Pada jam 7 esok pagi, aku sudah mempersiapkan diri untuk muncul di bandara Kota Manthana. Aku datang menjemput bosku dengan tidak puas.Aiden menggerek koper berwarna hitam, lalu melangkah kemari dengan santai.Ketika Aiden melewati sisiku, dia melepaskan kacamata hitamnya, lalu berkata, “S
Tatapanku tertuju pada diri Andre. Aku sedang berusaha mencari tahu bagaimana Andre yang sebenarnya.Mungkin tatapanku terlalu kelihatan. Tiba-tiba Andre menyembunyikan ekspresi percaya dirinya, melainkan menatapku dengan mencemberutkan wajahnya. “Inez, jangan-jangan … kamu merasa aku sangat menyeramkan?”“Kenapa?” Aku sungguh kaget dengan pemikiran Andre.“Emm ….” Andre bagai seorang pria yang sangat pemalu. Dia menggaruk kepalanya. “Kamu merasa aku itu bermuka 2.”Aku melihat sendiri bagaimana sosok Andre ditindas waktu itu. Jadi, aku pun merasa salut terhadap Andre.“Bagaimana mungkin?” Aku tersenyum tipis. “Aku hanya akan merasa kamu sangat pemberani.”Aku mengatakan dengan tulus, tetapi sepertinya Andre masih tidak percaya. Dia bertanya lagi, “Benarkah? Apa benar kamu merasa seperti itu? Inez, pemikiranmu sangat penting bagiku.”Lantaran sikap Andre terlalu ramah, aku pun merasa agak bingung. “Kenapa?”“Karena ….” Andre tersenyum dengan canggung. “Aku menganggapmu sebagai teman te
Senyuman di wajah Regan tidak kelihatan lagi. Dia menurunkan kelopak matanya. Setelah berpikir beberapa saat, dia mengangkat kepalanya untuk menatap kami. “Kalau begitu, aku terus terang saja sama kalian. Masalah ini masih bisa didiskusikan, tapi aku nggak ingin diskusi sama kalian. Kalau Pak Aiden bisa datang langsung ke sini dan aku bisa melihat ketulusan hati kalian, bisa jadi transaksi ini bisa dilanjutkan.”Sejak keluar dari ruangan Regan, suasana hatiku dan Darren terasa penat.“Untung saja ada kamu yang bertanya secara langsung, barulah kita tahu apa yang dia inginkan. Sebelumnya aku pernah berbicara beberapa kali dengan Pak Regan, tapi dia selalu mengalihkan pembicaraan. Aku juga nggak tahu bagaimana menghadapinya lagi.”Ini pertama kalinya aku merasa kegagalan dalam pekerjaanku. Suasana hatiku juga tidak bagus. “Si Regan ini memang licik sekali.”“Semuanya juga tahu, tapi apa lagi yang bisa kita lakukan?” Darren menghela napas panjang, lalu berkata dengan nada bercanda, “Kalau
Kedua mataku berkilauan. “Benarkah?”“Tentu saja benar.” Nada bicara Evelyn terdengar arogan. “Ibuku terus suruh aku pulang untuk mengunjunginya.”Saat penerbangan ke Kota Manthana, Darren menjelaskan secara ringkas mengenai kondisi di sana.“Sekarang satu-satunya yang bisa menyuplai bahan baku polimer yang kita butuhkan adalah Grup Kusnadi. Pemilik Grup Kusnadi, Regan Kusnadi, adalah target utama kunjungan kita kali ini.”Keluarga Kusnadi di Kota Manthana? Hatiku langsung berdebar. Tidakkah semuanya terlalu kebetulan?“Apa alasan rekan kerja sebelumnya nggak berhasil mendapatkan orderan?” tanya aku dengan nada menguji.“Kondisi agak rumit.” Darren mengerutkan sedikit keningnya. “Mengenai detailnya, aku juga belum mengatakannya dengan jelas, tapi ada yang bisa aku pastikan, Pak Regan sengaja persulit kita.”“Kenapa?” Aku merasa syok. “Bukannya kalau harganya cocok, transaksi bisa dijalankan?”“Dunia bisnis nggak segampang yang kamu kira.” Darren menghela napas. “Bahan baku polimer kita
“Kamu ….” Aku menatap ekspresi dingin di wajah Aiden. Tiba-tiba hatiku terasa penat. Aku juga tidak tahu ada apa dengan diriku, hanya saja aku malah ingin menangis.Aku membalikkan tubuhku berjalan meninggalkan ruangan Aiden. Aku berdiri di depan pintu sembari menarik napas dalam-dalam. Kemudian, aku melihat sekilas pintu ruangan yang sudah tertutup rapat.“Dasar manusia nggak punya hati!” sindir aku dengan nada sinis.Setelah kembali ke ruang kerjaku, suasana hatiku masih terasa tidak bagus. Hanya saja, rekan kerjaku malah kelihatan sangat bersemangat. “Astaga! Coba kalian lihat ada berita heboh apa hari ini!”“Apa?” Leila bagai takut ketinggalan berita saja, langsung berdiri di tempat.“Grup Canata bangkrut!”“Apa?” Kali ini, aku tidak bisa bersikap tenang lagi. Aku segera berjalan ke belakang Ariana, lalu menatap ke layar komputernya.“Grup Canata terungkap menjual produk nggak memenuhi standar. Selain itu, Lucas dari Grup Canata, membangun bisnisnya dengan dukungan istrinya. Sekara