Vina baru saja menghidangkan empat mangkuk bakso kepada pelanggan, saat gerobak ayahnya memasuki halaman. Vina heran. Rasanya belum terlalu sore. Tetapi ayahnya sudah pulang. Padahal terlihat di stealing, kalau bahan dagangan ayahnya masih banyak. Biasanya ayahnya baru akan pulang ke rumah pada pukul tujuh malam. Paling cepat pun pukul enam sore. Atau jangan-jangan memang sudah sore?
Penasaran Vina melongok ke ruang tamu. Memindai jam dinding di sana. Pukul empat lewat lima menit. Berarti ia tidak salah. Ayahnya memang kembali lebih cepat. Dan saat ia memperhatikan kondisi gerobak lebih teliti, ia segera menghampiri ayahnya. Gerobak ayahnya lecet-lecet, dan agak melesak ke dalam. Bahan-bahan bakso di stealing juga saling bercampur-baur. Satu dugaan melintas dalam benak Vina. Ketika ia melihat tubuh ayahnya luka dan beset-beset seperti tergesek aspal, dugaannya kian menguat.
"Ayah kenapa? Jatuh ya?" Vina meletakkan bakinya sembarang. Ia
Vina menjerit kecil saat membaca email masuk di ponselnya. Ia mendapatkan email dari PT Karya Gemilang Putra. Perusahaan ini adalah perusahaan besar yang diidam-idamkan setiap pekerja. Termasuk dirinya juga. Sebenarnya ia cuma iseng-iseng mengirimkan surat lamaran ke perusahaan ini. Siapa yang menyangka kalau ia diberi kesempatan untuk melakukan interview besok pagi. Ia merasa sangat beruntung.Vina juga sangat bersyukur karena jam interviewnya itu pagi hari. Dengan begitu tidak mengganggu jualannya. Paling ia akan meminta tolong ayahnya untuk berbelanja dan meracik bahan-bahan bakso. Jadi saat ia pulang nanti, ia tinggal berjualan saja."Kamu kenapa, Vina? Kok cengar cengir sendirian? Ini berapa Vin?" Pak Ramli yang baru saja pulang berjualan mengacungkan dua jarinya. Menggoda putrinya yang senyam-senyum sendirian di depan ponselnya. Warung putrinya sudah sepi. Bahan-bahan bakso di stealing juga sudah ludes. Itu artinya dagangan putri
Vina mengendarai gerobak bakso ayahnya sedikit lebih kencang. Ia takut terlambat ke warung Kanaya. Janjinya pada Kanaya adalah pukul empat sore. Dan saat ini waktu telah menunjukkan pukul empat sore lewat lima belas menit. Perkiraan waktunya salah. Ternyata mengendarai motor dengan gerobak di sampingnya sangat jauh berbeda dengan mengendarai motor biasa. Selain itu, ia harus mengantarkan pesanan bakso ke beberapa pelanggan ayahnya terlebih dahulu. Belum lagi terkadang di jalan ia berhenti apabila ada pembeli yang memanggilnya. Lumayan juga, ia jadi bisa menghabiskan sisa-sisa bakso di gerobaknya.Ia mengendarai gerobak bakso ayahnya ini karena ingin menjual sisa bakso di gerobak dan di rumah. Karena baksonya tinggal sedikit, ia memutuskan untuk menjualnya secara berkeliling saja. Digabung dengan sisa bakso ayahnya. Sambil jalan ke warung Kanaya, menyambi berjualan juga. Jadi ayahnya bisa langsung beristirahat. Tidak perlu menjual baksonya yang di rumah lag
Vina mengigit lidahnya sendiri sebelum mengucapkan salam. Saat ini ia berada di depan pintu rumahnya. Memikirkan alasan apa yang akan ia berikan, apabila kedua orang tuanya menanyakan keadaannya. Penampilannya saat ini tidak begitu baik. Kaosnya robek karena tarikan Alana, dan wajahnya juga luka-luka oleh cakaran kuku. Dan yang paling kentara adalah tangannya yang luka-luka dan melepuh. Kepulangannya dalam keadaan seperti ini pasti akan mengundang keheranan kedua orang tuanya.Masalah kaos, ia telah mengakalinya. Saat ini ia telah mengenakan jaket parasut milik Narti. Salah seorang staff Jihan yang membantu-bantu di warung. Narti dengan bijak meminjaminya jaket, saat melihat kaosnya robek cukup besar.Mengenai punggung tangannya yang melepuh, ia bisa mengarang bebas dan mengatakan kalau ia tidak sengaja menumpahkan kuah bakso. Alasannya masih masuk akal. Orang yang berjualan bakso tentu saja sesekali bisa ketumpahan kuah bakso. Yang ia bin
Setengah berlari Vina memasuki kafe. Ia sudah terlambat setengah jam dari waktu yang ia janjikan pada Alana. Hari ini warungnya sangat ramai. Dan ia tidak mungkin meninggalkan rezekinya begitu saja. Istimewa ia sangat membutuhkan uang sekarang-sekarang ini.Vina melayangkan pandangan ke seantero kafe. Mencari-cari sosok Alana di antara para pengunjung kafe yang ramai. Vina menarik napas lega saat melihat sosok ringih Alana duduk di sudut kafe. Sedikit terhalang oleh meja yang berisi serombongan anak-anak muda yang sepertinya baru pulang kerja."Maaf saya terlambat. Sudah lama menunggu, Bu Lana?" Vina menyapa Alana sopan. Ia belum menarik kursi. Ia hanya berdiri di sisi meja. Menunggu Alana menyadari kehadirannya dan mempersilahkannya duduk.Alana tidak menjawab pertanyaannya. Ia hanya duduk bengong dengan pandangan lurus ke depan. Tatapannya kosong. Jangankan menotice sapaannya. Alana bahkan sama sekali tidak
"Berdiri! Kamu ikut dengan saya!"Vina yang masih dalam posisi bersimpuh di jalan raja, menatap horor pada Rajata. Ya Rajata mendatanginya setelah tubuh bersimbah darah Alana dimasukkan ke dalam mobil ambulan. Sejurus kemudian mobil ambulan melesat membelah jalan raya, dengan raungan sirene membahana."Saya tidak tahu apa-apa. Saya tidak bersalah! Saya... saya... tidak tahu kalau Bu Alana akan bunuh diri. Saya sudah berusaha mengejarnya. Tapi Bu Alana larinya sangat kencang. Saya tidak berhasil mencegahnya. Tapi saya sudah berusaha. Sungguh, saya sudah berusaha!" Vina merepet. Dalam keadaan kalut ia berusaha menjelaskan semuanya. Ia tidak mau Rajata salah paham lagi. Sudah terlalu banyak kesalahpahaman di antara mereka bertiga. Dan ia tidak mau menambahinya dengan kesalahpahaman baru lagi."Ya, saya bisa melihat seberapa keras usahamu. Saking kerasnya, kamu tega menonton tewasnya Alana secara live di depan matamu!" umpat R
Vina celingukan. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri terlebih dahulu, sebelum berjalan keluar. Setelah merasa keadaan aman, ia segera berlari menuju taksi online yang menunggunya di halaman. Seperti inilah kehidupannya sekarang. Sudah dua minggu ini, ia selalu ketakutan setiap akan keluar rumah. Ancaman Rajata akan membuatnya menggantikan keponakannya yang belum sempat dilahirkan, membuatnya bergidik. Makanya ia sangat berhati-hati sekarang. Kalau tidak ada keperluan yang benar-benar mendesak, ia tidak akan keluar rumah. Kewajiban belanja pagi harinya pun, telah ia alihkan pada ayahnya. Ia takut kalau Rajata akan menghadangnya tiba-tiba. Sudah dua minggu ini, ia di rumah saja.Hanya saja sore ini, ia terpaksa keluar. Mbak Jihan, pemilik warung Goyang Lidah, ingin berbicara empat mata dengannya. Vina menduga ini ada kaitannya dengan tidak berjualannya lagi Mbak Kanaya. Setelah melahirkan Juang, Mbak Kanaya keteteran mengatur waktu. Lagi pula sekarang keadaan fi
Di kala senja semakin tua, Vina melangkahkan kaki di sepanjang pasir putih. Sesekali ia memungut kerang-kerang cantik yang tersapu ombak hingga ke bibir pantai. Ia mengumpulkan kerang-kerang cantik itu dalam satu plastik putih. Saat ini kerang-kerang cantik yang ia kumpulkan telah penuh dalam plastik. Rencananya ia akan menguntai kerang-kerang itu sesampainya di rumah. Demi membunuh rasa bosan, ia harus terus mencari kesibukan.Lelah berjalan, Vina menjatuhkan diri ke hamparan pasir yang lembut. Ia menikmati keindahan senja seraya memeluk lututnya sendiri. Menatap lara ombak yang datang dan pergi silih berganti.Sudah seminggu ini ia terdampar di Pulau Nusa. Pulau yang masih perawan dan sangat cantik. Dulu ia pernah selintas mendengar tentang pulau ini. Kalau tidak salah pulau ini menjadi rebutan para investor, yang ingin menjadikannya pulau wisata komersil. Namun usaha para investor itu selalu gagal, karena ditentang keras oleh seoran
"Kami minta maaf ya Pak Raja. Kami sama sekali tidak tahu kalau Mbak Vina keluar malam-malam begini."Pak Mustiarep berkali-kali meminta maaf pada majikannya. Di sampingnya istri dan anaknya juga melakukan hal yang sama. Sungguh mereka semua tidak menduga kalau Vina akan keluar rumah malam-malam sendirian."Saya--"Vina menghentikan kalimatnya saat melihat Rajata mengangkat tangannya. Padahal ia ingin mengatakan pada Rajata, kalau Pak Mustiarep sekeluarga tidak bersalah dalam hal ini. Dirinya sendiri yang ingin kabur. Vina takut kalau Rajata akan menghukum keluarga Pak Mustiarep, karena dianggap lalai dalam menjaganya. Vina kasihan melihat keluarga kecil yang tidak tahu apa-apa ini dihukum, padahal mereka tidak salah apa-apa."Tidak apa-apa, Pak Arep, Bu Sainah. Vina bilang tadi kalau ia tidak bisa tidur. Makanya ia mencari kantuk dengan berjalan-jalan ke pantai sendiriann. Iya 'kan, Vin?" Raja
Dua puluh bulan kemudian. Vina meraih sehelai gaun berwarna magenta berlengan balon dan dari lemari. Beserta hanger yang ia lekatkan ke dada, Vina mematut gaun tersebut di depan cermin. Pagi ini Rajata akan bebas setelah menjalani masa hukuman selama dua puluh bulan penjara. Sebenarnya Rajata divonis dua puluh empat bulan penjara dipotong masa tahanan. Rajata bebas lebih cepat karena mendapat remisi umum. Yaitu pemotongan masa tahanan dalam rangka memperingati hari kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus. Ketentuan remisi ini adalah, Narapidana yang masa hukumannya enam sampai dua belas bulan, memperoleh satu bulan pengurangan. Sedangkan narapidana dua belas bulan atau lebih, memperoleh dua bulan pengurangan. Setelah di potong masa tahanan dan lain sebagainya, hari ini Rajata akan menghirup udara sebagai manusia bebas. Untuk itu Vina akan tampil semempesona mungkin untuk melengkapi kebahagiaan Rajata. Bagaspati Bagaskara, sudah lebih dulu Vina dandani. Bagas mengenakan paduan
Keringat menguar dari segenap pori-pori Vina, ketika ia dipapah masuk ke dalam mobil oleh ayahnya dan Mang Pardi. Setelah perekonomiam ayahnya pulih, Mang Pardi memang kembali menjadi supir ayahnya. Vina mencoba bernapas pendek-pendek sesuai yang diajarkan oleh dokter Lita sebelumnya. Vina berusaha bersikap tenang agar ayahnya dan Lita tidak panik. Padahal dirinya sendiri juga panik dan ketakutan. Ia belum pernah melahirkan sebelumnya. Perutnya yang sakit ditambah dengan suasana yang kacau seperti ini semakin menciutkan nyalinya. "Apa yang kamu rasakan, sekarang, Nak? Bayinya sudah akan lahir ya?" Pak Ramli panik ketika melihat Vina terus meremas lengannya dengan napas terengah-engah. Ekspresi wajah putrinya seperti menahan kesakitan yang amat sangat. "Rasa--rasanya perut Vina bergolak, Yah. Cucu A--ayah sedang mengamuk, ingin segera melihat dunia." Walau perutnya mulas luar biasa, Vina masih berupaya bercanda. Suci yang duduk tepat di sebelah Vina meringis. Sahabatnya ini memang l
Vina bermimpi. Ia tengah berlari-lari di pantai Pulau Nusa sebelum ombak besar menggulungnya ke dalam pusaran tak berdasar."Bangun, perempuan sombong!" Vina tersentak dan seketika gelagapan ketika air dingin menyiram wajahnya.Ini bukan mimpi. Ia diculik oleh Tante Rena cs.Vina mengerjap-ngerjapkan mata dan memindai sekeliling. Ia tidak mengenali tempat ini. Sepertinya para komplotan orang sinting ini telah memindahkan lokasi eksekusi ketika ia pingsan saat melihat penembakan Arman.Arman? Di mana Arman? Vina memindai sekeliling namun ia tidak mendapati jejak Arman di mana pun."Jasad Arman sedang on the way ke sini. Nah itu dia!" Tante Rena seperti bisa membaca pikirannya. Ketika Tante Rena meneriakkan kata itu dia, Vina tercekat. Aria, anak Hendro dan Sarah terlihat menggotong-gotong tubuh tidak berlumuran
Setengah jam sebelumnya.Suci tengah mendengar pemaparan Rajata tentang loyalitas karyawan terhadap perusahaan, kala notifikasi ponselnya bergetar. Suci mengabaikannya. Pasti itu adalah pesan dari ibunya. Karena waktu hampir menunjukkan pukul sembilan malam, sementara ia belum pulang ke rumah. Biasanya ia pulang kantor paling lambat pukul setengah tujuh malam.Suci memang lupa mengabarkan ibunya tentang rapat dadakan ini. Suasana tegang karena pemecatan tidak hormat terhadap Putri, Frans, Rani dan Daniel membuat seluruh staff tegang. Mereka takut kalau-kalau mereka juga ikut dipecat. Empat orang yang diberhentikan secara tidak hormat tadi siang adalah orang-orang yang membantu Aria dalam melakukan kecurangan. Frans dan Daniel adalah staff bagian keuangan. Sementara Putri dan Rani adalah sekretaris dan asisten Aria.Setelah memecat keempat staff tersebut Rajata langsung menggelar rapat dadakan. Rajata mengeval
"Man, kayaknya kita sudah berjalan lebih dari lima belas menit. Tapi tidak ada apa-apa di sekitar jalan ini. Sebaiknya kita pulang saja, Man."Vina mulai merasa ada yang tidak beres. Indra keenamnya mengatakan ada sesuatu yang salah di sini. Rasanya mustahil ada restaurant mewah di tengah-tengah perkebunan sawit begini. Sepanjang jalan yang mereka lewati hanya jalanan gelap nan sepi. Tidak ada tanda-tanda kehidupan apalagi rumah-rumah penduduk. Entah Rajata yang salah membagikan lokasi atau Arman lah yang salah jalan. Yang pasti Vina mulai tidak nyaman dengan keadaan ini."Sabar sebentar ya, Bu? Sebentar lagi kita sudah sampai pada tujuan. Maafkan saya ya, Bu?" desah Arman lirih. Kesedihan terdengar dari nada suaranya yang lesu.Vina mengernyitkan kening. Arman bilang apa? Sebentar lagi mereka akan sampai pada tujuan? Itu artinya Arman tahu tempat yang akan mereka tuju. Lantas mengapa Arman sepanjang jalan ta
"Jadi bagaimana Pak Aria? Bapak memilih di penjara atau melepaskan saham Bapak pada PT Karya Inti Mandiri ini pada Pak Raja?"Hotman Marpaung Sarjana Hukum, memberikan ultimatum pada Aria. Saat ini dirinya bertindak sebagai pengacara Rajata, mewakili perusahaan. Aria telah terbukti melakukan korupsi dan switch pada perusahaan. Aria menggunakan uang perusahaan untuk kepentingan dirinya sendiri, serta meminta komisi pada perusahaan yang ia menangkan. Aria bekerjasama dengan Putri dan staff keuangan untuk menggelapkan sejumlah besar dana perusahaan."Ini semua akal bulus lo kan, Ja? Lo pengen melenyapkan gue dari perusahaan, makanya lo mengarang bebas seperti ini!" Aria mengamuk. Ia kalah selangkah dari Rajata. Ia terlalu santai hingga akhirnya lengah. Dan si Rajata brengsek ini menyerangnya dari segala arah."Akal bulus?" Rajata mengernyitkan kening. Ia pura-pura berpikir keras sebelum melemparkan sebuah file d
Vina meletakkan sendok dan garpu. Sebagai gantinya ia memindai Tante Rena dan Sarah dari atas ke bawah. Ia sudah sering mendengar sepak terjang Tante Rena. Namun ia sama sekali tidak pernah melihat sosoknya.Untuk ukuran perempuan berusia awal empat puluhan Tante Rena ini terlihat awet muda. Nyaris seperti kakak adik dengan Sarah. Tidak heran karena usia mereka hanya berpaut tujuh belas tahun. Ditambah Tante Rena sangat fashionable, ia nyaris terlihat seumuran dengan Sarah."Nama saya Davina Bagaskara. Jangan memanggil saya dengan sebutan hai hei hai hei begitu. Sakit kuping saya mendengarnya."Rajata terkekeh. Tante Rena jumpa imbang kali ini. Vina ini berbeda dengan ibu dan juga adik perempuannya yang cenderung penakut dan labil. Sehingga mereka berdua gampang sekali dipengaruhi. Dulu setiap kali Tante Rena memamerkan keberhasilannya memikat ayahnya, ibunya paling hanya menangis pilu. Sementara Alana kecil
"Mas, coba jawab dengan jujur. Apa Mas tidak punya perasaan apa-apa setelah Mbak Sarah mengungkapkan soal kepergiannya dulu."Setelah berkendara hampir lima belas menit lamanya, Vina mengungkapkan apa yang berkecamuk di dalam hatinya. Ia sudah tidak tahan diam-diaman seperti ini."Tidak, Vin. Mungkin kalau dulu Sarah langsung mengatakan alasannya, saya bisa sedikit memahaminya. Karena Sarah toh tidak bisa memilih dari rahim siapa ia dilahirkan," jawab Rajata dengan pandangan lurus ke depan. Lalu lintas sore ini lumayan padat."Sedikit memahami," Vina mengangguk-anggukkan kepalanya. Pura-pura mengerti padahal ia kesal atas jawaban Rajata."Itu artinya Mas akan menerima Mbak Sarah kalau dulu ia berterus terang tentang jati dirinya. Begitu ya, Mas?" cecar Vina lagi. Ia tidak puas dengan jawaban ambigu Rajata."Tidak seperti itu juga analoginya, Vin. Memahami bukan
Vina yang masih termenung dengan ponsel di tangan, kaget saat ponselnya kembali bergetar. Firasatnya mengatakan kalau Sarah kembali menghubunginya. Mungkin sarah ingin memamerkan keberhasilannya memikat Rajata."Ha--""Vina, ini saya. Dokter Lita dalam perjalanan menjemputmu. Kamu siap-siap ya? Sebentar lagi ia pasti akan sampai.""Menjemputku ke mana, Mas?""Ke rumah, Sarah. Saya akan menjelaskan semuanya nanti. Pokoknya kamu ke sini saja dulu."Telepon kemudian ditutup saat terdengar suara manja Sarah menawarkan minuman. Benak Vina memikirkan kejanggalan dalam masalah ini. Rajata ke rumah Sarah. Namun Rajata juga memintanya menyusul ke sana. Kalau Rajata memang ingin menjalin hubungan kembali dengan Sarah, untuk apa Rajata memintanya datang bukan? Rajata pasti mempunyai rencana lain. Vina jadi penasaran karenanya.Vina bergegas ke kamar untuk me