“Yoo Ill-ssi ... bagaimana kamu tahu tempat ini? Rasanya aku tidak pernah cerita,” tanya Windi heran ketika mereka telah berdiri di depan gedung itu.
Yoo Ill tidak menjawab, hanya tangannya yang bergerak ke arah badge yang tergantung di leher Windi.
“Maaf, sebelumnya aku tidak cerita sama kamu. Ini ... sebenarnya ... aku adalah salah satu penanggung jawab acara ini,” ujarnya seraya menunjukkan nama yang tertera di belakang badge.
“Event Manager : Han Yoo Ill, ini ... ini ... apakah benar kamu ?” tanya Windi tidak percaya.
“Ya, Rainbow Organizer adalah salah satu perusahaan ayahku. Sebagai sarana pelatihan, aku ditugaskan disini, dan bertanggung jawab dalam penyelanggaraan event ini. Tapi aku yang tidak bertanggung jawab justru menghilang tepat setelah pengumuman pemenang lomba blog dikeluarkan.”
Windi terdiam, mematung, karena shock
Mereka telah berada di kamar hotel. Windi membongkar tasnya, mencari setelan untuk dipakai tidur. Meski malam belum larut, tapi rasanya Windi ingin segera melepaskan semua kepenatannya ke alam mimpi, dan berharap besok pagi dia terbangun dalam keadaan segar tanpa ada rasa kecewa lagi. Yah, di satu sudut hatinya yang terdalam, Windi masih sangat menginginkan hubungannya dengan Yoo Ill akan membaik, dan berharap jika sebuah jalan yang spesial akan menjadi rute berikutnya. Tapi apakah itu mungkin ? “Jadi Yoo Ill itu Event Manager-nya, Win ?” tanya Fina tidak percaya. “Iya, kamu ga percaya kan? Sama, aku juga. Tapi begitu lihat ada nama dia di belakang badge yang kita pakai, aku ga ragu lagi. Terlebih lagi dia turut berbicara waktu konferensi pers kemarin. Sudah pasti dia orangnya,” jawab Windi sambil berjalan ke kamar mandi. “Tapi dia cerdik juga ya, Win. Lihat nih, di situs ini disebutkan, dia menemukan kamu ketika sedang melakukan kegiatan amal yang ru
Mobil yang membawa Windi melaju pelan membelah jalanan kota Seoul yang tampak indah di malam hari. Gedung-gedung tinggi dengan beraneka lampu warna-warni nampak begitu rapat satu sama lain, seolah tidak memberi celah bagi angin untuk bertiup di antaranya.Seoul yang dari luar terlihat begitu angkuh, tapi entah mengapa hati Windi merasa hangat di kota ini. Adakah takdir lain yang menghubungkanku dengan kota ini? Bisik batin Windi. Pertanyaan itu terus berputar-putar di ruang benak Windi.Di depan sebuah gerbang yang tinggi besar, mobil yang Windi tumpangi berhenti. Tanpa menunggu terlalu lama, gerbang itu terbuka, dan mereka pun masuk ke dalamnya.Pria bertubuh besar yang kemudian diketahui bernama Hyung Min membukakan pintu untuk Windi. Sementara Windi masih terperangah melihat kemegahan bangunan yang ada di hadapannya. Jika ingatannya tidak salah, rumah bergaya mediteranian itu pernah dilihatnya dalam salah satu drama y
Windi masih merasa tidak percaya dengan semua informasi yang ia dengar. Dia membuka amplop itu, kemudian membaca lembar demi lembar kertas yang berisikan laporan keuangan Han Group. Netra Windi terpaku pada lembaran yang berisikan informasi rekapitulasi dividen tahunan yang dikirim ke rekening atas nama ayahnya. Totalnya lebih dari 15 juta dollar. Jika di konversi ke rupiah dengan kurs 13.500 nilainya mencapai lebih dari 202 milyar rupiah. Kepala Windi langsung berdenyut membayangkan jumlah uang yang ia miliki saat ini. “Tidak mungkin, tidak mungkin,” bisik Windi sambil terus menggelengkan kepalanya. Tangannya bergetar hebat karena shock mengetahui dirinya mendadak kaya raya dalam semalam. “Tidak ada yang tidak mungkin, Windi." tukas Tn. Han. "Hidup itu ibarat bertani. Apa yang kamu tanam hari ini, itulah yang akan kamu tuai di hari berikutnya. Dan semua yang kamu terima hari ini adalah hasil dari benih yang di tanam ayahmu saat dulu. Meski pun ketika melakuk
Tn. Han tersentak. Tidak menyangka akan mendengar penolakan yang begitu lugas dari Yoo Ill. Dia mengerti jika hubungan mereka memang tidak pernah berjalan harmonis. Namun, ia juga tidak sepenuhnya siap dengan jawaban Yoo Ill yang terdengar begitu menyakitkan di telinganya.“Apa? Waeo? Oh ... itu pasti karena sikap ayah yang sudah keterlaluan selama ini, ya? Ya, ya, ayah mengerti. Ayah tidak akan memaksamu untuk memaafkan ayah sekarang ini. Hanya saja tolong beri ayah kesempatan untuk menjadi ayah yang baik ke depannya," ujar Tn. Han, mengambil kesimpulan dengan wajah muram.Meski kecewa dengan jawaban Yoo-ill, Tn. Han berusaha untuk tetap berbesar hati. Bagaimana pun ia sudah bertekad akan memulihkan hubungannya dengan putra satu-satunya itu. Tapi tetap saja, tengorokannya terasa tercekat. Seolah ada gumpalan besar yang memicu kelenjar air matanya untuk berproduksi lebih cepat. Sepasang mata Tn. Han mulai berkaca-kaca.“Tidak, aku tidak akan
Yoo Ill tidak langsung menjawab pertanyaan Windi. Dia tetap diam tanpa melepaskan pandangannya dari Windi.Windi tidak menyangka jika dirinya akan bertemu Yoo Ill di rumah itu. Sejumput kecurigaan muncul di hati Windi. Dia ingin menanyakan lebih banyak, namun ia mendengar suara Tn. Han memanggil namanya. Ia pun berlalu dari hadapan Yoo Ill.“Windi-ssi? Kau sudah bangun? Kesinilah! Bagaimana keadaanmu? Masih ada yang sakit?” Tn. Han bangkit dari duduknya dan menyambut Windi.“Hmm ... aku ... baik-baik saja. Terimakasih. Ngg ... Ahjussi, boleh aku meminta album foto yang tadi? Aku ingin membawanya pulang ke Indonesia,” pinta Windi penuh harap.“Oh ... album tadi? Tentu saja, itu adalah milik kamu. Dan jangan lupa saham itu juga milik kamu,” sahut Tn. Han mengingatkan.“Ngg ... untuk saham itu aku tidak mengerti, jadi aku belum bisa menerima
“Astaga, betapa sempitnya dunia ini. Berarti dia adalah sosok ayah yang kamu bilang otoriter itu? Ckckck ... kamu pasti anak yang durhaka,” ujar Windi dengan nada pura-pura menuduh.“Hmm ... itu kan dulu. Sekarang dia berubah, dan aku juga berubah. Kami berubah berkat seseorang,” balas Yoo Ill sambil menatap lurus ke arah Windi. Windi masih tidak paham dengan bahasa tubuh Yoo Ill justru kembali bertanya.“Oh ya? Siapa?” tanyanya lugu.“Kamu,” jawab Yoo Ill to the point“Apa? Aku? Ah ... kamu pasti bercanda,” sanggah Windi tidak percaya. Emangnya siapa aku kok bisa merubah orang lain? Gumam Windi dalam hati.“Tidak, aku serius. Kamu adalah angin yang menghembuskan perubahan dalam keluarga kami. Terimakasih, Windi. Terimakasih banyak,” kata Yoo Ill lagi dengan mimik serius.“Yea.. aku ga sehebat itulah.
Windi duduk santai di rumah kost-nya. Meskipun tadi sudah berjanji kepada Fina untuk tidak lagi memendam rasa kecewa kepada Yoo Ill. Tapi hati kecilnya tidak bisa dibohongi. Dia masih saja merasa kecewa. Tapi kali bukan karena kebohongan Yoo Ill. Tapi karena alasan lain. Windi kecewa Yoo Ill tidak mengiriminya surel seperti yang ia janjikan. Yoo Ill juga tidak menelpon menanyakan kabarnya. Apa dia lupa dengan permintaan pertemanan mereka saat di halte ?Lamunan Windi buyar ketika merasakan kantung celananya kanannya bergetar. Ada panggilan masuk di ponselnya. Dari Oom Faris? Ada apa, ya? tanya Windi dalam hati. Penasaran karena tidak biasanya Oom Faris meneleponnya secara langsung. Biasanya kalau ada yang ingin dibicarakan dia hanya menitip pesan lewat Fina. Kali ini pasti ada hal penting, batin Windi.“Halo, selamat sore, Oom,” jawab Windi sopan.“Sore, Win. Kamu sedang sibuk gak ?” tanya Oom Faris setelah men
“Tentu saja tidak, meski berusaha berkelit tapi dia tidak bisa lolos dari hukum. Terlebih lagi namanya memang telah masuk dalam daftar DPO. Setahu Oom dia dihukum penjara belasan tahun gitu,” jawab Faris.“Cih ... menghancurkan kehidupan seseorang hanya dihukum belasan tahun penjara? Ga adil banget,” protes Windi sinis.“Yah, begitulah hukum di negeri kita ini Windi. Kita bisa apa? Apa lagi Oom yang saat itu masih seorang pelajar. Mana bisa bersuara,” sesal Faris.“Trus bagaimana Oom bisa tahu kalo Windi anaknya ... teman Oom itu ?”“Tuhan itu punya caraNYA sendiri dalam membuka sesuatu. Oom baru tahu Fani itu telah menikah dengan WNI keturunan Korea ketika Tn. Han meminta bantuan mencari keberadaanmu,” jawab Faris lagi.“Berarti itu ? Pasca kejadian kecelakaan it
Windi terpaku di tempatnya berdiri, sementara matanya tak berkedip menatap Yoo-ill. Untuk beberapa saat ia hanya berdiri mematung dengan ekspresi bingung, terlebih saat melihat tangan Yoo-ill yang terulur padanya. Ia pun tersadar tak lama kemudian. Dengan raut wajah gelisah dan bingung, Windi mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Ia baru sadar kalau kursi-kursi di gereja itu telah banyak yang ditinggalkan penghuninya. Hampir separuh dari tamu undangan itu pergi setelah mengetahui pengantin prianya sosok yang berbeda.Di barisan paling depan Windi berharap menemukan keluarga Pandu, tetapi barisan itu pun terlihat lengang. Hanya rekan kerjanya yang setia menyaksikan acara pemberkatan itu sampai selesai."Ha-ni-yah. Apa yang terjadi. Mana Kak Pandu dan keluarganya?" tanya Windi dengan mata berkaca-kaca.Ha-ni yang bertugas sebagai bridesmaids tak bisa menyembunyikan rasa bersalahnya kepada Windi. Ia menghampiri Windi lalu memeluknya dengan erat. "Maafkan aku, Win. Aku tidak bisa m
Satu jam sebelumnya. Di ruang tunggu pengantin pria, Pandu bercengkrama dengan sejumlah tamu yang merupakan teman kuliahnya dulu. Ternyata perihal pertunanganan Yoo-ill yang batal telah menyebar luas di kalangan mereka."Aku tidak mengerti dengan cara pikir si Yoo-ill itu. Padahal kalau aku tidak salah dengar, ini pertunangannya yang kedua kali. Yang pertama dulu, belum sempat dikenalin ke publik, masih di kalangan internal perusahaan aja. Tapi, hanya beberapa bulan, Yoo-ill memutuskan wanita itu secara sepihak," kata salah satu di antaranya."Tapi aku dengar wanita itu ada skandal dengan salah satu pamannya," kata yang lain pula.Namun, pria yang lain membantah dengan gerakan tangannya. "Itu tidak benar. Kamu lupa kalau aku juga bekerja di Han Enterprise? Skandal itu adalah hoaks yang diciptakan oleh Han Tae Soo, paman Yoo-ill yang lain, karena ingin menurunkan tunangan Yoo-ill dari kursi direktur.""Gila. Parah juga persaingan di perusahaan itu.""Paman Yoo-ill yang satu itu memang
Untuk beberapa saat Windi terpaku di tempatnya berdiri karena tidak percaya dengan apa yang ia lihat sekarang. Windi tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya saat melihat Yoo-ill sedang bersandar di mobilnya dengan kedua tangan yang sibuk memainkan ponsel. Windi juga heran bagaimana Yoo-ill bisa tahu tempat kerjanya."Yoo-ill? Kamu kenapa bisa ada di sini? Kamu tahu dari mana aku kerja di sini?" Windi mencecar Yoo-ill tanpa jeda.Yoo-ill mendekat tanpa melepaskan tatapannya dari wajah Windi, wajah wanita yang selama beberapa tahun terakhir ini terus mengusik hati dan pikirannya bahkan di saat tidur."Aku sudah menerima undangan pernikahanmu. Jujur ... aku kaget sekali karena tidak menyangka kalian akan menikah secepat itu," ujar Yoo-ill mengabaikan pertanyaan Windi."Apanya yang aneh? Kami memang sudah merencanakan sejak lama, hanya sedikit dipercepat saja karena keluarga Pandu inginnya begitu," jawab Windi beralasan. Padahal ia sendiri yang meminta hal itu pada Pandu, karena tidak i
Dua hari berlalu. Di kediaman keluarga Han sedang terjadi ketegangan. Pasalnya adalah kepulangan Yoo-ill setelah tiga hari menghilang pasca membatalkan pertunangannya dengan Ji-hyun.PLAK! PLAK!Tamparan keras dari tangan Tn. Han mendarat di wajah Yoo-ill. Tidak hanya sekali, tetapi berkali-kali. Masih tak puas juga, tetua keluarga Han itu juga menendang Yoo-ill dengan kakinya yang memakai sepatu pantofel. Sakit? Jangan ditanya. Ringis kesakitan dari Yoo-ill sudah menjawab semua itu, betapa sakit tubuhnya yang didera pukulan bertubi-tubi dari sang ayah.Sementara Ny. Ko hanya bisa menangis tersedu sambil menahan kaki sang suami agar berhenti memukuli buah hatinya."Cukup, Yeobo. Jangan pukuli Yoo-ill lagi. Berhenti memukuli kepalanya, matanya masih sangat rentan dengan guncangan. Tolong berhentilah!" pinta Ny. Ko yang kalut melihat luka di kening Yoo-ill. Ia takut sekali penglihatan Yoo-ill kembali bermasalah akibat pukulan itu.Namun, Tn. Han mengabaikan rengekan istrinya. Matanya y
Dengan penuh tanda tanya Windi menyeret langkah menuju pintu, lalu mengintip lewat peephole yang ada di sana. Windi mengernyit heran saat melihat wajah Ji-Hyun di sana. Tak ingin memendam rasa penasarannya lebih lama, ia pun membuka pintu itu."Ji-Hyun?! Ada keperluan apa kamu di sini?" "Aku mau bicara." Dengan lancangnya, Ji-Hyun menerobos masuk lalu berkeliling kamar, masuk ke kamar mandi, membuka pintu lemari seolah sedang mencari sesuatu. Setelah gagal menemukan apa yang dicari, dia pun duduk di sofa yang tersedia di sudut kamar."Kamu sendiri?" tanyanya dengan tatapan menyelidik."Bersama Pandu. Dia sedang membeli makanan ke luar."Ji-hyun tak percaya. "Kenapa tidak pesan di restoran hotel saja?""Dia lagi pengen makan masakan Indonesia. Di restoran hotel ini tidak ada," jawab Windi asal. Padahal ia tidak tahu pasti Pandu ke mana, karena lelaki itu pergi saat dirinya sedang mandi.Windi menghela napas panjang, menutup pintu, lalu duduk di pinggir ranjang, berhadapan dengan Ji-hy
"Aku senang sekali, Win. Memang itu yang aku mau. Tetapi, kalau aku boleh tau, apa alasan kamu tiba-tiba ingin mempercepat pernikahan kita?" Pandu bertanya tak sabar setelah mereka berada di hotel. Tadi ia terpaksa beralasan ada pekerjaan mendadak sehingga bisa pamit lebih awal dari pesta pertunangan Yoo-ill dan Ji-hyun. Meskipun ia sendiri heran dengan sikap Windi yang bersikeras untuk pulang, tetapi demi kenyamanan sang kekasih hati ia pun menuruti permintaan Windi."Tidak ada alasan khusus. Melihat Kak Pandu dikelilingi wanita-wanita cantik saat di pesta tadi membuatku berpikir sepertinya aku harus segera mengikatmu dengan cincin pernikahan," jawab Windi beralasan. Padahal ia melakukan itu karena takut hatinya kembali goyah oleh Yoo-ill. Windi takut, nama Yoo-ill yang telah terkubur di hatinya hidup kembali karena terbayang tatapan laki-laki itu yang dipenuhi rasa bersalah saat menatapnya tadi. Sementara ia sudah berkomitmen dengan Pandu. Pandu dan keluarganya adalah orang-orang
Pandu heran melihat Yoo-ill dan Windi terdiam dengan tatapan saling bertaut, sementara wajah mereka menggambarkan ekspresi yang sulit untuk digambarkan. Terkejut, kecewa, luka, dan juga rindu yang tersirat dalam. Berada di antara mereka membuat Pandu mendadak merasa berada di dunia yang berbeda. Keadaan itu berlangsung cukup lama sampai suara tunangan Yoo-ill membuyarkannya. "Wah, dunia ini sempit sekali, ya. Ternyata wanita yang ingin kamu kenalkan itu Windi, Pan?" tanya Ji-hyun pada Pandu. Pandu dan Ji-hyun merupakan teman saat duduk di bangku SMA dulu, sementara Yoo-ill adalah temannya di saat kuliah. Itu sebabnya Pandu sangat antusias menghadiri pesta pertunangan ini karena kedua calon pengantin adalah temannya. "Kamu kenal Windi?" Pandu balik bertanya dengan heran. Ji-hyun melirik Yoo-ill yang masih menatap Windi tanpa jeda, lalu bergelayut manja di lengan lelaki itu. Lewat sikapnya itu ia ingin memberi tahu Windi bahwa Yoo-ill adalah miliknya. "Bukan aku yang kenal Windi sec
Windi mematut pantulan dirinya yang ada di cermin. Sungguh ia merasa takjub sendiri melihat penampilannya dalam balutan gaun malam berwarna maroon itu. Gaun pesta ala mermaid membungkus tubuh Windi yang sintal dengan indah, menonjolkan bagian-bagian tertentu dalam porsinya yang pas. Setelah merasa cukup puas dengan gaun pilihannya, Windi pun keluar dari kamar ganti itu.Pandu yang menunggu di luar kamar ganti spontan berdiri dengan bola mata membesar saat melihat Windi keluar. Mulutnya ternganga, terpesona akan kecantikan Windi yang tak biasa."Bagaimana, Kak? Cocok, tidak?" tanya Windi malu-malu. Pandu tidak menjawab, hanya tepuk tangannya yang menggema ke seantero toko. "Kamu cantik sekali, Win. Super-duper-cantik!" puji Pandu sambil berdecak panjang."Kak Pandu ini bisa saja. Jangan berlebihan, Kak. Jangan buat aku malu," ucap Windi dengan bibir mengerucut, sedikit protes, tetapi tetap saja pipinya merona."Aku tidak berlebihan. Coba saja tanya pada pramuniaga itu," sahut Pandu. "
Windi terkesiap, ia terduduk, spontan menjauh dari Pandu. Napasnya masih tersengal dan wajahnya masih memerah karena lonjakan libido. "Maaf, Kak. Aku tidak bisa melakukannya. Maafkan aku kalau mengecewakanmu," ujar Windi sambil menenangkan debaran jantungnya."It's okay, Win. Aku juga minta maaf karena telah lepas kendali tadi," ujar Pandu dengan kepala menunduk."Tidak apa, Kak. Ini salah kita berdua, jadi mari jadikan pelajaran saja," kata Windi berusaha untuk bijak.Pandu mengangguk."Silakan mandi dan ganti pakaianmu, aku akan menunggu di luar," kata Pandu.Ia keluar dari kamar, lanjut menuju dapur lalu meminum segelas air dingin. Ia butuh meredakan gelora hasratnya yang masih membara.Sementara itu, di Seoul. Sebuah acara yang mempertemukan dua keluarga baru saja berakhir. Tn. Han tampak antusias melepas kepergian tamu mereka. Tangannya tak henti melambai, dan senyumnya juga tak henti mengembang. Di sampingnya Yoo-ill berdiri dengan ekspresi datar.Mereka yang baru saja pergi ada