“Benar kata dr. Felix, Pak Gilang. Sebaiknya Anda membersihkan luka di wajah Anda dulu. Selain untuk kenyamanan ruangan pasien, juga untuk penanganan agar luka di wajah Anda tidak infeksi.” Dr. Hadi memberi saran.
“Muka lo kenapa?” tanya dr. Hadi ketika Gilang sudah keluar dari kamar perawatan. “Jangan bilang lo berantem sama Pak Gilang!”
“Ya emang gue berantem sama si brengsek itu. Giman hasil karya gue tadi di wajahnya? Keren kan? Sampai bonyok gitu mukanya?” Felix terkekeh namun segera meringis ketika merasakan perih di wajahnya saat dia mencoba tertawa.
“Yeile, sama aja. Tuh muka lo juga bonyok, cuma bedanya lo udah dapat perawatan aja sedang dia belum. Kalian berdua berantem kenapa? Gara-gara istrinya? Lo nekat amat sih mau ngerebut bini orang, Fe.”
“Gue nggak akan berniat merebut istrinya kalau suaminya menjaganya dengan baik, Di. Dia itu laki-laki breng
“Bangunlah, Kawan! Bukankah masih banyak hal yang ingin kita lakukan bersama,” ucap Alex.Tangannya menepuk-nepuk pelan bahu Irawan. Gilang merasa terharu melihat ketulusan dari sorot mata Alex.“Terima kasih atas perhatian Om Alex pada papa.”“Dia sahabat terbaikku, Gilang. Apapun yang terjadi antara kamu dan putriku tidak akan merubah persahabatanku dengannya.”“Apa Om Alex sudah tau apa yang terjadi pada Cla?”“Ya, Om sudah tau. Cla dan Maminya sudah menceritakannya ketika aku tiba tadi sore.”“Maafkan aku, Om. Aku sudah menodai Cla.”Alex menoleh dan menatap Gilang sambil tersenyum.“Kamu bisa menceritakan semua padaku. Aku baru mendengar cerita dari sisi istri dan putriku. Sejujurnya aku merasa ada sesuatu yang mengganjal, jadi aku ingin kau pun menceritakan padaku apa yang sebenarnya terjadi menurut versimu.”“Terima kasih, Om
“Masuklah ke mobilku. Aku akan mengantarmu pulang,” ucap Gilang lembut pada Claudia.“Kamu nggak ke kantor, Gilang? Aku bisa pulang bareng asisten papi kok. Tadi ke sini juga bareng papi dan asistennya,” ujar Claudia.“Om Alex ada di sini?” tanya Gilang.“Iya, tapi tadi Papi langsung pamit ke ruangan Om Irawan setelah tiba di rumah sakit,” jawab Claudia. Gadis itu merogoh tas nya ketika mendengar ponselnya berbunyi. Claudia kemudian menjawab teleponnya.“Udah selesai.”“Udah. Ada kok foto USG nya. Kondisinya baik dan sehat.”“Ini udah di parkiran mau pulang diantar Gilang.”Gilang hanya terdiam kalimat-kalimat pendek Claudia yang sedang berbicara di telpon dengan seseorang.“Telpon dari Om Alex?” tanya Gilang.“Bukan, dari Toni.”“Toni?”“Oh. Itu asisten Papi,” jawab Claudia.
“Maafkan saya, Tuan. Saya sudah melakukan kesalahan besar pada Nona Cla. Saya ... sayalah yang telah menghamili Nona Claudia. Saya siap menerima hukuman apapun dari Tuan akibat perbuatan saya,” ucap Toni dengan wajah menahan ketakutan.“APA KATAMU???” seru Alex terkejut mendengar pengakuan asistennya.“Kamu? Kamu yang menghamili Claudia? Kenapa bisa kamu yang menghamili Caludia?” seru Alex tak percaya.“Maafkan saya, Tuan. Sekali lagi saya benar-benar minta maaf. Waktu itu saya diminta Non Claudia untuk mengantarnya ke pub saat di Paris. Waktu itu Nona Cla sedang sedih-sedihnya karena hubungannya dengan Gilang kandas. Saya menemani Non Cla dan menunggunya di sana. Tapi, Non Cla kemudian menawarkan minuman pada saya dan membuat kami berdua mabuk saat itu. Saya tak ingat bagaimana kejadiannya, tiba-tiba saja saya dan Cla sudah berada dalam satu kamar hotel yang berada di sebelah Pub. Dan malam itu, saya
Sudah 2 hari ini Zafira pergi dari rumah, pergi tanpa memberitahu siapapun kemana dia pergi. Meskipun gadis itu tau, Ayah dan Ibunya pasti bisa menebak dia ke mana. Zafira memang selalu mendatangi tempat ini jika sedang ada masalah atau jika sedang ingin meneyendiri. Ya, dia memilih menepi sementara dari hiruk pikuk kota, melupakan sejenak semua masalah yang menghimpit dada. Rumah Pamannya di daerah puncak menjadi pilihan Zafira untuk menenangkan diri untuk sementara. Paman Edy, kakak kandung ayah Zafira mempunyai usaha perkebunan teh di daerah puncak. Suasana puncak dan hamparan kebun teh selalu membuat hati Zafira tenang, meskipun di kala sendiri, dia tetap tak bisa menahan deraian air matanya mengingat peliknya masalah yang sedang dihadapinya saat ini. Suaminya akan mempunyai anak dari wanita lain! Mengingat hal itu selalu membuat hati Zafira menangis meski dia terus berusaha untuk tetap tersenyum.Senja ini, Zafira kembali meneteskan air mata ketika dia seda
“Nak Fira, di luar ada tamu mencari Nak Fira,” Zafira terkejut ketika Bi Aish mengetuk pintu kamarnya pagi-pagi.“Tamu? Siapa Bi? Pagi-pagi begini?” tanya Zafira heran.“Bibi belum sempat menanyakan namanya, Nak. Orangnya ganteng, lagi ngobrol di depan sama pamanmu.”“Laki-laki, Bi?”“Iya, Nak. Tapi sepertinya bukan suamimu. Bibi masih ingat wajah suamimu sewaktu resepsi pernikahan kalian waktu itu. Temuin dulu sana, bibi mau ke dapur dulu,” ujar Bi Asih.Zafira meraih jilbab instannya yang digantungkannya di belakang pintu kamar, kemudian melangkah ke ruang tamu dengan rasa penasaran.“Felix?” pekiknya ketika melihat siapa yang sedang mengobrol dengan Pamannya. “Bagaimana bisa kamu sampai kemari?”Felix menoleh dan tersenyum ketika mendengar Zafira memanggil namanya.“Aku sempat nyasar beberapa kali sebelum
[Maaf aku belum bisa mencarimu dan menemukanmu. Begitu banyak hal yang harus kuurus di perusahaan. Tetaplah di tempatmu, aku pasti datang menjemputmu. Beberapa hari ini aku akan berada di Singapura mengurus beberapa kontak kerja dengan relasi di sana. Aku akan segera mencarimu ketika aku kembali. Aku mencintaimu, Istriku!]Tak terasa air mata Zafira menetes membaca pesan dari Gilang. Dicobanya untuk melakukan panggilan ke nomor Gilang namun ternyata ponsel Gilang tidak aktif. Dengan perasaan gundah Zafira kembali ke ruang tamu.“Bu Fauzia?” sapanya ketika melihat di sana ada Bu Fauzia menemani Felix.“Apa kabar Nak Fira,” sapa Bu Fauzia.“Ibu ini tadi yang nunjukin rumah ini, Fir.” Felix menyela sebelum Zafira menjawab.“Maaf Nak Fira, sebenarnya Ibu kemari mau minta tolong pada Nak Fira.”“Ada apa, Bu?”“Tiga hari kedepan Ibu ada sedikit
Zafira melangkahkan kakinya kembali ke rumah pamannya melewati sela-sela pohon teh yang mulai diselimuti oleh kabut tipis. Ketika memasuki pekarangan rumah pamannya Zafira sayup-sayup mendengar suara dua orang yang sedang bercakap-cakap dari dalam rumah pamannya.Hatinya berdebar kencang ketika meletakkan sendalnya di pelataran rumah dan melihat sepasang sepatu yang tergeletak rapi di sana. Itu sepatu Gilang! Dengan hati yang membuncah Zafira mendekati pintu rumah.“Assalamualaikum,” sapanya.“Walaikumsalam.” Suara jawaban dari dalam rumah.Benar saja, matanya langsung bersitatap dengan mata elang Gilang saat Zafira melangkah ke dalam rumah. Di sana ada Paman Edy dan Bi Asih yang menemani Gilang mengobrol.Waktu seakan berhenti saat keduanya saling menatap. Ada rasa rindu yang meluap-luap ketika Zafira menatap mata Gilang.“Sini, Sayang,” ucap Gilang lembut sambil menepuk ban
Zafira yang sedang duduk di tepi ranjang kayu tertawa kecil ketika melihat Gilang masuk ke dalam kamar dengan memakai kaos oblongnya dan bawahan sarung yang pinjamkan oleh pamannya.“Bagus ya ngetawain suami,” protes Gilang ketika melihat Zafira terkekeh.“Habisnya lucu liat kamu sarungan gitu, Mas!” jawab Zafira masih terkekeh kemudian merasa kikuk ketika Gilang berjalan menghampirinya lalu duduk di sampingnya.“Tadi celanaku basah jatuh di kamar mandi, jadi minjam sarung Paman soalnya mau minjam celana pendek paman nggak ada yang muat.”Kreettt!Ranjang kayu berbunyi ketika Gilang meletakkan tubuhnya di sana, membuat Gilang dan Zafira saling menatap tersenyum geli.Gilang merengkuh bahu Zafira dan menenggelamkan wanita itu di dadanya, pipi Zafira seketika merona merah ketika merasakan wangi maskulin yang khas dari tubuh Gilang. Ia menikmati irama detak jantung Gilang bebera
Gilang memarkirkan mobilnya di parkiran klinik, lalu turun dan membukakan pintu mobil untuk Zafira.“Hati-hati, Sayang,” ucapnya sambil menyambut uluran tangan Zafira.“Jangan berlebihan, Mas. Aku nggak apa-apa.”Gilang menggeleng. “Aku harus berlebihan kalau itu menyangkut kamu dan anak kita. Aku nggak mau kehilangannya lagi.”Akhirnya Zafira mengalah ketika Gilang dengan posesifnya mengantarkannya ke dalam klinik hingga terdengar suara Felix menyapa mereka.“Hai, Fira.”Gilang dan Zafira menoleh. Felix tersenyum dapa Zafira, namun mengabaikan pria posesif di samping wanita itu.“Eh, lu nggak ngeliat gue?” sengit Gilang.Felix tertawa. “Oh, iya. Maaf nggak kelihatan. Makanya jangan terlalu sering di samping Fira, soalnya yang lain nggak kelihatan ditutupi sama auranya dia.”Gilang semakin gusar ketika merasa Felix sedang memprovokasiny
Gilang mengantar Zafira ke klinik dr. Hesty sebelum berangkat bekerja. Telepon dari Felix yang mengajak Zafira bertemu pagi ini benar-benar membuat Gilang gelisah. Maka saat istrinya mengatakan jika Felix mengajak bertemu di klinik tempat Zafira dulu bekerja, Gilang memilih mengantarkan sendiri istrinya ke sana. Meski awalnya Gilang menolak, namun rengekan Zafira membuatnya luluh. Gilang masih ingat bagaimana tadi pagi mereka berselisih paham akibat telepon dari dr. Felix.“Felix minta ketemu Fira, Mas. Katanya ada yang ingin ditanyakan,” ucap Zafira tadi pagi setelah mengibrol dengan Felix di bawah tatapan tajam Gilang.“Ngapain dokter gila itu minta ketemu kamu? Dia masih ngejar-ngejar kamu?”Zafira mengerucutkan bibirnya.“Jangan mulai deh, Mas. Kemarin-kemarin udah enak ngeliat kalian damai,” kata wanita hamil itu.“Aku nggak ngizinin! Kalau mau ketemu suruh ketemu aku saj
Kehamilan Zafira kali ini ternyata masih sama dengan kehamilannya sebelumnya, di mana Gilang lah yang harus setiap hari menahan mual dan tak berselera makan, sedangkan Zafira terpengaruh apa-apa. Ia bahkan makin terlihat segar karena Gilang menyuruh semua ART di rumahnya untuk memperhatikan semua kebutuhan istrinya.“Jangan banyak bergerak!”“Kalau perlu apa-apa bilang sama Maria atau yang lainnya!”“Jangan urusin taman!”“Kalau jalan pelan-pelan!”Serta masih banyak kalimat-kalimat Gilang yang setiap hari harus didengar oleh Zafira. Sesekali Zafira merasa iba jika melihat kondisi Gilang yang justru semakin kurus dan pucat karena mual dan muntah yang dialaminya setiap pagi.Pria itu bahkan beberapa kali mengunjungi dokter untuk meminta obat penghilang rasa mual dan morning sick yang dialaminya. Namun tak ada satu pun obat-obatan yang mempan dan bisa menghilangkan
"SELAMAT ULANG TAHUN PAK GILANG!"Gilang tersenyum membaca spanduk yang terbentang di sana. Gilang baru menyadari jika hari ini adalah hari ulang tahunnya. Perlahan Gilang melangkah ke arah Zafira, lelaki itu tau jika ini semua pasti ide istri kesayangannya itu."Pantasan dari kemarin kamu kelihatan sibuk banget telpon sana sini, ternyata nyiapin ini ya. Terima kasih, Sayang." Gilang mengecup kening istrinya."Uwuwuwuuuu!!!""Ciumnya di bibir dong, Pak Boss!""Ternyata Boss kita romantis banget, ya!"Gilang dan Zafira hanya tersenyum mendengar teriakan-teriakan dari para karyawannya."Cium bibirnya offline dong! Itu adegan khusus, nggak boleh jadi tontonan!" seru Gilang sambil mengedipkan matanya pada Zafira, yang disambut oleh kalimat-kalimat godaaan berikutnya dari para karyawannya pada mereka berdua.Gi
Tanpa kata, Gilang mendorong kursi roda Zafira meninggalkan area pemakaman, diikuti oleh keluarga mereka yang tak pernah lepas mendampingi mereka dan memberi semangat pada kedua orang tua yang baru saja diberi cobaan hidup itu. Selain kedua orang tua Gilang dan Zafira, Felix dan Claudia serta dr. Hesti, bahkan dr. Stella dan dr. Hera pun masih berada di sana menemani Zafira dan Gilang hingga keduanya meninggalkan area pemakaman. Suasana berkabung masih sangat terasa di rumah besar Irawan. Semua keryawan yang bekerja di sana ikit merasakan kesedihan mendalam majikan mereka. Begitupun di dalam kamar Gilang dan Zafira, suasana sunyi sangat terasa. Tak ada percakapan di antara mereka berdua, Gilang dan Zafira hanya bisa saling menatap kemudian saling berpelukan memberi kekuatan entah siapa kepada siapa, karena pada kenyataannya mereka berdua sama-sama terpukul.Zafira menyadari bahwa pada akhirnya semua akan kembali pada takdir masing-masing. Manusia hanya perlu men
Sudah seminggu ini Zafira diperbolehkan pulang ke rumah, namun bayinya masih dirawat intensif di rumah sakit. Hal itu membuat Gilang dan Zafira harus bolak-balik ke rumah sakit untuk mengantarkan ASIP agar bayi mereka tetap bisa meminum ASI Zafira. Dengan telaten Gilang mendampingi Zafira dan menyemangatinya pada saat memompa ASI nya. Zafira selalu saja bersedih karena belum bisa menyusui bayinya secara langsung, yang membuat Gilang akan selalu berada di sampingnya dan menyemangati Zafira agar tidak selalu bersedih. Gilang bahkan belum pernah masuk ke kantor sejak Zafira melahirkan. Dia lebih memilih mempercayakan pekerjaan pada asistennya dan sesekali memeriksa hasil pekerjaan mereka di rumahnya.Siang ini, Gilang dan Zafira kembali mengunjungi bayi mereka di rumah sakit. Gilang bersiul-siul senang sambil mendorong kursi roda Zafira menuju ruang perawatan bayinya. Gilang belum memperbolehkan Zafira berjalan dan memilih menyuruhnya duduk di atas kursi roda meskipun Zafira sel
“Maafin aku, Mas. Aku nggak bisa menjaganya dengan baik, bayi kita lahir sebelum waktunya,” lirih Zafira terbata-bata dengan mata yang basah.“A- apa? Bayi kita sudah lahir?”“Ini bayi Anda, Pak Gilang. Istri Anda sudah melahirkan beberapa menit yang lalu. Bayi laki-laki dengan berat 1,9 Kg. Namun karena bayinya lahir pada usia yang belum matang, yang dalam bahasa medis disebut prematur, maka bayi Anda masih akan berada dalam perawatan dan pengawasan kami. Perkenalkan, ini dr. Hera, dokter anak terbaik di rumah sakit ini. Selanjutnya beliau yang akan bertanggung jawab atas perawatan bayi Anda. Karena terus terang saja, Nyonya Zafira tadi terpaksa melahirkan bayinya di usia kandungan yang belum genap 37 minggu. Kami terpaksa mengambil tindakan ini tadi karena saat tiba di sini, Ny. Zafira sudah dalam keadaan kontraksi dan sudah mengalami pembukaan rahim.” Penjelasan dr. Stella bagaikan petir yang menyambar Gilang. Zafira sudah melahir
Gilang menyetir mobil sport merah nya dengan kepanikan luar biasa. Kabar tentang Zafira yang baru saja didengarnya membuat dunianya seakan gelap gulita. Berbagai pikiran buruk melintas di benaknya, membuat lelaki itu mengeraskan rahangnya dan sesekali memukul setir mobilnya.“Shittt!!!” seru Gilang ketika di depannya terlihat antrian kemacetan kendaraan. Berkali-kali Gilang mengusap kasar wajahnya memandakan betapa frustasinya pria itu saat ini. Kalimat-kalimat Maria di telpon tadi terus terngiang-ngiang di telinganya.“Nyonya Zafira kesakitan setelah terjatuh tadi, Tuan.”“Dia menyuruh kami tak menghubungi Tuan Gilang. Kata Ny. Zafira dia baik-baik saja.”“Untungnya Nona Claudia kebetulan datang berkungjung.”“Nona Claudia dan pacarnya yang mengantar Nyonya Zafira ke rumah sakit.”“Arrggghhhh!!!” Gilang kembali memukul keras setir mob
Namun satu hal yang selalu ditunggu-tunggu Gilang sejak Zafira hamil adalah malam hari. Setiap malam Zafira selalu berubah menjadi sangat menyenangkan, melayaninya dengan cara-cara yang bahkan Gilang tak pernah membayangkannya. Membuatnya setiap malam selalu tertidur sangat pulas setelah mengerang puas atas perlakuan-perlakuan liar Zafira padanya. Yang lebih membahagiakan lagi, itu semua selalu terjadi atas inisiatif Zafira sendiri, tanpa Gilang memintanya. Karena Gilang masih mematuhi saran dr. Stella untuk tidak menganggu Zafira dulu selama trimester pertama kehamilannya. Malam-malam yang dibayangkan Gilang akan menjadi hambar karena tak boleh menyentuh dan melakukan hal-hal yang dulu selalu dilakukannya pada Zafira justru menjadi malam-malam panjang yang selalu ditunggu-tunggu Gilang. Ibu hamil yang sangat “hot”, begitu Gilang selalu memberikan pujian ketika Zafira melakukan hal-hal yang sangat menyenangkan padanya.“Nanti malam pakai gaya apa lagi, Sayan