Gilang menarik nafas panjang mengingat kejadian di mana dia hampir saja menggagahi Claudia. Ketika itu mereka berdua sudah dalam keadaan hampir tanpa busana. Namun Gilang tersadar ketika mendengar tangisan Claudia sesaat sebelum hal itu terjadi.
“Aku menyesal kenapa waktu itu tak menyerahkannya padamu, Gilang. Mungkin dengan begitu kamu tak akan meninggalkanku. Waktu itu aku hanya ingin menjaga harga diriku di depanmu. Aku hanya ingin benar-benar memberikannya padamu saat kita telah resmi menikah. Aku hanya ingin benar-benar menjadi wanita yang baik dan membanggakanmu. Tapi semua itu sudah tak ada gunanya lagi sekarang,” ucap Claudia terbata-bata.
“Cla, justru seharusnya kamu bersykur waktu itu kita diselamatkan dari dosa. Seharusnya kamu bersyukur bahwa kamu bisa mempertahankan kehormatanmu dan memberikannya pada suamimu kelak.”
“Nggak! Aku hanya ingin kamu, Gilang. Aku nggak mau yang lain.”
Suara C
Gilang masih duduk di kursi di sisi tempat tidur Claudia. Pria itu pun merasa sangat mengantuk karena baru sempat tertidur beberapa saat ketika anak buahnya menelpon dan mengabarkan tentang Claudia. Gilang melihat Claudia masih bergerak-gerak dan membolak-balikkan tubuhnya di balik selimutnya. Itu artinya gadis itu belum terlelap. Rasa ngantuk berat yang melanda Gilang membuat pria itu memilih merebahkan kepalanya di tepi tempat tidur Claudia sementara tubuhnya masih pada posisi duduk. Gilang pun akhirnya terlelap dengan posisi duduk sambil menyandarkan kepalanya di tepi ranjang.Claudia tersenyum tipis ketika melihat justru Gilang lah yang lebih dulu terlelap dibanding dirinya. Claudia mengulurkan tangannya dan menggapai kepala Gilang. Claudia memilih membelai-belai rambut tebal hitam milik Gilang, pria yang seharusnya menjadi miliknya. Namun kini telah menjadi milik wanita lain. Claudia bergerak mendekati Gilang
Irawan dan Zafira pun memasuki rumah mewah itu. Kepala pelayan yang ada di rumah Alex dengan ramah mempersilahkan mereka masuk. Pelayan setia Alex sangat mengenal Irawan sebagai teman baik dari majikannya. Irawan terlihat mengobrol dengan pelayan tadi, sedangkan Zafira yang berdiri beberapa meter dari mereka berdua tak dapat mendengar apa yang dibicarakan mertuanya dengan pelayan tersebut. Zafira mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru rumah besar itu, namun dia tak menemukan sosok Gilang.“Fira!” Irawan memanggil nama Zafira pelan dan terlihat ragu-ragu, beberapa kali Irawan menarik nafas panjang kemudian kembali menghembuskannya. Zafira merasa ada yang tidak beres.“Iya, Pa.”Irawan terdiam, masih memandang ragu pada Zafira.“Ayo, ikut Papa,” ucapnya kemudian.Zafira mengangguk dan mengikuti ke mana langkah Irawan. Irawan melangkah ke depan pintu salah satu kamar yang ada di dalam rumah mewah Alex kemudian
Sinta menyusul ke dalam kamar Zafira dan melihat putrinya itu menelungkupkan tubuhnya di atas ranjangnya dan menutupi wajahnya dengan bantal. Bahu Zafira yang bergerak naik turun menandakan bahwa gadis itu sedang menangis.Sinta duduk di tepi ranjang Zafira dan membelai lembut kepala putrinya yang masih tertutup jilbab. Tak ada pertanyaan apapun yang keluar dari bibir Sinta. Wanita itu memilih membiarkan Zafira mengeluarkan tangisannya sampai puas.“Ada apa, Nak?” tanya Sinta setelah Zafira sudah mulai tenang.Zafira menggeleng tak menjawab.“Apa kalian sedang bertengkar?” Lanjut Sinta.Setetes bening kembali menyeruak dari kelopak mata Zafira. Gadis itu merebahkan kepalanya di pangkuan Ibunya.“Bu ....”“Iya, Nak.”“Selama ini Fira selalu berusaha menjadi orang baik. Tapi kenapa Allah memberi cobaan seperti ini pada Fira? Dari dulu Fira hanya memimpikan suatu saat berjodoh
“Tunggulah sebentar, Nak. Dia pasti akan menemuimu.” “Iya, Yah.” “Oiya, Nak. Ayah belum bilang terima kasih padamu.” “Untuk apa, Yah?” “Ayah sekarang dipindahkan ke bagian logistik, tidak menjadi supir pribadi Pak Irawan lagi. Saat Ayah menyampaikan terima kasih pada Papamu, beliau mengatakan bahwa itu semua atas inisiatif Nak Gilang.” “Nggak, Yah. Gilang hanya mengusulkan. Gilang rasa keryawan yang jujur seperti Ayah memang harus ditempatkan pada bagian yang lebih baik.” “Ayah paham maksud baik Nak Gilang. Tapi terus terang saja Ayah merasa tak nyaman, Nak. Beberapa karyawan lain pasti dengan sangat mudah menduga jika itu semua karena campur tanganmu. Ayah juga sudah memutuskan untuk resign. Ayah sudah mengajukan surat pengunduran diri pada Pak Irawan” “Kenapa resign, Yah? Maaf jika tindakan Gilang membuat Ayah tidak nyaman di perusahaan.” “Bukan karenamu, Nak. Ayah memang sejak dulu pun
"Apa berada jauh dari suamimu membuatmu tak bisa tidur, Nak?" tanya Sinta ketika melihat Zafira gelisah dan hanya membolak-balikkan tubuhnya dari tadi.Sinta memang memilih menemani putrinya tidur di kamarnya malam ini. Selain karena rasa rindunya pada putri sematawayangnya itu, Sinta juga masih ingin memberikan masukan-masukan yang positif pada Zafira. Sedikit banyak Juan dan Sinta tadi siang sudah mendengar dari Gilang apa yang menjadi penyebab Zafira seperti ini. Gilang pun memilih tak memaksa Zafira lagi untuk pulang ke rumahnya saat Juan dan Sinta meminta izin padanya agar memberi waktu pada Zafira untuk berpikir."Enggak, Bu. bukan karena itu," jawab Zafira."Lalu kenapa, Nak? Apa kamu sudah merasa menyesal sudah keterlaluan pada suamimu?""Dia yang keterlaluan pada Fira, Bu. Apa ibu sedang membelanya?""Ibu nggak sedang membela siapa-siapa, Nak. Ibu hanya menginginkan kebahagiaanmu.""Fira bahagia di sini bersama Ayah dan Ibu. Fira ng
“Nak, dengarkan Papa. Papa akan berusaha menjelaskan padamu apa yang Papa ketahui tentang apa yang terjadi di rumah Claudia kemarin. Papa merasa harus turun tangan melihat bagaimana Gilang melampiaskannya dengan bersikap semena-mena hari ini pada beberapa karyawan Papa. Anak itu kembali berubah menjadi alien di kantor.”Alien? Zafira tersenyum tipis. Kenapa julukannya pada lelaki itu bisa sama dengan julukan yang diberikan Irawan.“Ada apa, Nak?” Irawan merasa heran melihat Zafira tersenyum.“Enggak apa-apa, Pa.”Irawan pun menceritakan semua pengakuan Gilang dan Claudia tentang apa yang terjadi pada saat itu di kamar Claudia. Irawan menceritakan dengan rinci dari awal seorang anak buah Gilang menelpon Gilang tengah malam dan mengabarkan keberadaan Claudia di club malam hingga saat mereka membuka paksa kamar tamu dan menemukan Gilang dan Claudia di dalam kamar itu. Dari Irawan pula Zafira
Baru saja Zafira melangkah keluar dari pintu depan klinik ketika netranya menangkap sosok pria tampan bertubuh tinggi sedang bersandar di pintu mobil merahnya sambil merogoh saku celananya dengan kedua tangannya. Gilang tersenyum ketika melihat Zafira. Lelaki itu berjalan menghampirinya.“Aku sudah memesan transportasi online Mas,” ucap Zafira, dia tau Gilang bermaksud menjemputnya.“Ya udah, biar ntar aku beliin sekalian mobil gr*bnya!” jawab Gilang asal.“Apa-apaan sih kamu, Mas.” Zafira mendengkus kesal.“Aku enggak akan biarin kamu kabur lagi kayak tadi pagi! Sebaiknya segera batalin pesanannya atau aku betul-betul akan membeli mobilnya sekarang juga!” ancam Gilang.Dia meraih tangan Zafira dengan sedikit kasar kemudian menggandengnya menuju mobilnya.“Lepaskan, Mas!”“Enggak!”“Paling nggak biar aku membata
Gilang yang sedang duduk di tepi tempat tidur menoleh ke arah pintu ketika pintu kamar Zafira kembali terbuka. Tadi ketika Zafira memperbolehkannya masuk ke dalam kamarnya, Gilang tak menyia-nyiakan kesempatan itu dan langsung menghambur masuk ke kamar Zafira. Tubuhnya terasa lelah, namun ketika berada di dalam kamar Zafira lelaki itu hanya mengedarkan pandangannya melihat semua yang ada di kamar Zafira. Memperhatikan satu persatu foto-foto Zafira yang berjejer rapi di sana dan menikmati aroma parfum Zafira yang masih tersisa di dalam kamarnya.“Mas Gilang nggak istirahat?”“Aku nggak capek.”“Hmm ...”Mereka berdua saling menatap, Zafira berdiri di depan pintu masih sambil memegang gagang pintu.“Fira, maukah mendengarkan penjelasanku?” Mata Gilang menatap penuh harap pada Zafira.Zafira menghela nafas panjang kemudian masuk dan menutup pintu kamar. Gadis itu berjalan perlahan menghampiri Gila
Gilang memarkirkan mobilnya di parkiran klinik, lalu turun dan membukakan pintu mobil untuk Zafira.“Hati-hati, Sayang,” ucapnya sambil menyambut uluran tangan Zafira.“Jangan berlebihan, Mas. Aku nggak apa-apa.”Gilang menggeleng. “Aku harus berlebihan kalau itu menyangkut kamu dan anak kita. Aku nggak mau kehilangannya lagi.”Akhirnya Zafira mengalah ketika Gilang dengan posesifnya mengantarkannya ke dalam klinik hingga terdengar suara Felix menyapa mereka.“Hai, Fira.”Gilang dan Zafira menoleh. Felix tersenyum dapa Zafira, namun mengabaikan pria posesif di samping wanita itu.“Eh, lu nggak ngeliat gue?” sengit Gilang.Felix tertawa. “Oh, iya. Maaf nggak kelihatan. Makanya jangan terlalu sering di samping Fira, soalnya yang lain nggak kelihatan ditutupi sama auranya dia.”Gilang semakin gusar ketika merasa Felix sedang memprovokasiny
Gilang mengantar Zafira ke klinik dr. Hesty sebelum berangkat bekerja. Telepon dari Felix yang mengajak Zafira bertemu pagi ini benar-benar membuat Gilang gelisah. Maka saat istrinya mengatakan jika Felix mengajak bertemu di klinik tempat Zafira dulu bekerja, Gilang memilih mengantarkan sendiri istrinya ke sana. Meski awalnya Gilang menolak, namun rengekan Zafira membuatnya luluh. Gilang masih ingat bagaimana tadi pagi mereka berselisih paham akibat telepon dari dr. Felix.“Felix minta ketemu Fira, Mas. Katanya ada yang ingin ditanyakan,” ucap Zafira tadi pagi setelah mengibrol dengan Felix di bawah tatapan tajam Gilang.“Ngapain dokter gila itu minta ketemu kamu? Dia masih ngejar-ngejar kamu?”Zafira mengerucutkan bibirnya.“Jangan mulai deh, Mas. Kemarin-kemarin udah enak ngeliat kalian damai,” kata wanita hamil itu.“Aku nggak ngizinin! Kalau mau ketemu suruh ketemu aku saj
Kehamilan Zafira kali ini ternyata masih sama dengan kehamilannya sebelumnya, di mana Gilang lah yang harus setiap hari menahan mual dan tak berselera makan, sedangkan Zafira terpengaruh apa-apa. Ia bahkan makin terlihat segar karena Gilang menyuruh semua ART di rumahnya untuk memperhatikan semua kebutuhan istrinya.“Jangan banyak bergerak!”“Kalau perlu apa-apa bilang sama Maria atau yang lainnya!”“Jangan urusin taman!”“Kalau jalan pelan-pelan!”Serta masih banyak kalimat-kalimat Gilang yang setiap hari harus didengar oleh Zafira. Sesekali Zafira merasa iba jika melihat kondisi Gilang yang justru semakin kurus dan pucat karena mual dan muntah yang dialaminya setiap pagi.Pria itu bahkan beberapa kali mengunjungi dokter untuk meminta obat penghilang rasa mual dan morning sick yang dialaminya. Namun tak ada satu pun obat-obatan yang mempan dan bisa menghilangkan
"SELAMAT ULANG TAHUN PAK GILANG!"Gilang tersenyum membaca spanduk yang terbentang di sana. Gilang baru menyadari jika hari ini adalah hari ulang tahunnya. Perlahan Gilang melangkah ke arah Zafira, lelaki itu tau jika ini semua pasti ide istri kesayangannya itu."Pantasan dari kemarin kamu kelihatan sibuk banget telpon sana sini, ternyata nyiapin ini ya. Terima kasih, Sayang." Gilang mengecup kening istrinya."Uwuwuwuuuu!!!""Ciumnya di bibir dong, Pak Boss!""Ternyata Boss kita romantis banget, ya!"Gilang dan Zafira hanya tersenyum mendengar teriakan-teriakan dari para karyawannya."Cium bibirnya offline dong! Itu adegan khusus, nggak boleh jadi tontonan!" seru Gilang sambil mengedipkan matanya pada Zafira, yang disambut oleh kalimat-kalimat godaaan berikutnya dari para karyawannya pada mereka berdua.Gi
Tanpa kata, Gilang mendorong kursi roda Zafira meninggalkan area pemakaman, diikuti oleh keluarga mereka yang tak pernah lepas mendampingi mereka dan memberi semangat pada kedua orang tua yang baru saja diberi cobaan hidup itu. Selain kedua orang tua Gilang dan Zafira, Felix dan Claudia serta dr. Hesti, bahkan dr. Stella dan dr. Hera pun masih berada di sana menemani Zafira dan Gilang hingga keduanya meninggalkan area pemakaman. Suasana berkabung masih sangat terasa di rumah besar Irawan. Semua keryawan yang bekerja di sana ikit merasakan kesedihan mendalam majikan mereka. Begitupun di dalam kamar Gilang dan Zafira, suasana sunyi sangat terasa. Tak ada percakapan di antara mereka berdua, Gilang dan Zafira hanya bisa saling menatap kemudian saling berpelukan memberi kekuatan entah siapa kepada siapa, karena pada kenyataannya mereka berdua sama-sama terpukul.Zafira menyadari bahwa pada akhirnya semua akan kembali pada takdir masing-masing. Manusia hanya perlu men
Sudah seminggu ini Zafira diperbolehkan pulang ke rumah, namun bayinya masih dirawat intensif di rumah sakit. Hal itu membuat Gilang dan Zafira harus bolak-balik ke rumah sakit untuk mengantarkan ASIP agar bayi mereka tetap bisa meminum ASI Zafira. Dengan telaten Gilang mendampingi Zafira dan menyemangatinya pada saat memompa ASI nya. Zafira selalu saja bersedih karena belum bisa menyusui bayinya secara langsung, yang membuat Gilang akan selalu berada di sampingnya dan menyemangati Zafira agar tidak selalu bersedih. Gilang bahkan belum pernah masuk ke kantor sejak Zafira melahirkan. Dia lebih memilih mempercayakan pekerjaan pada asistennya dan sesekali memeriksa hasil pekerjaan mereka di rumahnya.Siang ini, Gilang dan Zafira kembali mengunjungi bayi mereka di rumah sakit. Gilang bersiul-siul senang sambil mendorong kursi roda Zafira menuju ruang perawatan bayinya. Gilang belum memperbolehkan Zafira berjalan dan memilih menyuruhnya duduk di atas kursi roda meskipun Zafira sel
“Maafin aku, Mas. Aku nggak bisa menjaganya dengan baik, bayi kita lahir sebelum waktunya,” lirih Zafira terbata-bata dengan mata yang basah.“A- apa? Bayi kita sudah lahir?”“Ini bayi Anda, Pak Gilang. Istri Anda sudah melahirkan beberapa menit yang lalu. Bayi laki-laki dengan berat 1,9 Kg. Namun karena bayinya lahir pada usia yang belum matang, yang dalam bahasa medis disebut prematur, maka bayi Anda masih akan berada dalam perawatan dan pengawasan kami. Perkenalkan, ini dr. Hera, dokter anak terbaik di rumah sakit ini. Selanjutnya beliau yang akan bertanggung jawab atas perawatan bayi Anda. Karena terus terang saja, Nyonya Zafira tadi terpaksa melahirkan bayinya di usia kandungan yang belum genap 37 minggu. Kami terpaksa mengambil tindakan ini tadi karena saat tiba di sini, Ny. Zafira sudah dalam keadaan kontraksi dan sudah mengalami pembukaan rahim.” Penjelasan dr. Stella bagaikan petir yang menyambar Gilang. Zafira sudah melahir
Gilang menyetir mobil sport merah nya dengan kepanikan luar biasa. Kabar tentang Zafira yang baru saja didengarnya membuat dunianya seakan gelap gulita. Berbagai pikiran buruk melintas di benaknya, membuat lelaki itu mengeraskan rahangnya dan sesekali memukul setir mobilnya.“Shittt!!!” seru Gilang ketika di depannya terlihat antrian kemacetan kendaraan. Berkali-kali Gilang mengusap kasar wajahnya memandakan betapa frustasinya pria itu saat ini. Kalimat-kalimat Maria di telpon tadi terus terngiang-ngiang di telinganya.“Nyonya Zafira kesakitan setelah terjatuh tadi, Tuan.”“Dia menyuruh kami tak menghubungi Tuan Gilang. Kata Ny. Zafira dia baik-baik saja.”“Untungnya Nona Claudia kebetulan datang berkungjung.”“Nona Claudia dan pacarnya yang mengantar Nyonya Zafira ke rumah sakit.”“Arrggghhhh!!!” Gilang kembali memukul keras setir mob
Namun satu hal yang selalu ditunggu-tunggu Gilang sejak Zafira hamil adalah malam hari. Setiap malam Zafira selalu berubah menjadi sangat menyenangkan, melayaninya dengan cara-cara yang bahkan Gilang tak pernah membayangkannya. Membuatnya setiap malam selalu tertidur sangat pulas setelah mengerang puas atas perlakuan-perlakuan liar Zafira padanya. Yang lebih membahagiakan lagi, itu semua selalu terjadi atas inisiatif Zafira sendiri, tanpa Gilang memintanya. Karena Gilang masih mematuhi saran dr. Stella untuk tidak menganggu Zafira dulu selama trimester pertama kehamilannya. Malam-malam yang dibayangkan Gilang akan menjadi hambar karena tak boleh menyentuh dan melakukan hal-hal yang dulu selalu dilakukannya pada Zafira justru menjadi malam-malam panjang yang selalu ditunggu-tunggu Gilang. Ibu hamil yang sangat “hot”, begitu Gilang selalu memberikan pujian ketika Zafira melakukan hal-hal yang sangat menyenangkan padanya.“Nanti malam pakai gaya apa lagi, Sayan