Maria pun meceritakan semua kejadiaan di apartemen Gilang saat dia menyeka dan membersihkan tubuh Zafira dan menggantinya dengan baju yang baru. Termasuk menceritakan keadaan Zafira yang tak berdaya dengan sisa-sisa darah di area selangkangannya. Isakan lirih Zafira saat mendengar cerita dari Maria membuat Maria panik sekaligus iba padanya.
“Maafkan saya, Nyonya. Harusnya saya tidak menceritakan ini.” Maria tertunduk menyesal di hadapan Zafira.
Zafira berusaha menghentikan tangisannya dan mengulas senyum tipis pada Maria.
“Tidak maria. Jangan meminta maaf. Harusnya aku berterima kasih padamu karena kamu telah mengurusku waktu itu, di saat ragaku tak berdaya menerima perlakuan keji itu. Jadi apa baju ungu yang kukenakan waktu itu adalah punyamu? Aku akan menggantinya.”
“Tidak, Nyonya. Saya hanya mampir mengambil gamis itu di butik. Semua sudah diatur oleh Tuan Gilang.”
“Apa yan
Zafira memacu motornya menuju klinik dr. Hesti. Meskipun Irawan sudah melarangnya untuk mengendarai motor maticnya lagi. Sejak kemarin Zafira belum bertemu dengan Gilang. Sepertinya lelaki itu tak pulang kerumah tadi malam karena tempat tidurnya tetap kelihatan rapi ketika Zafira bangun tadi subuh. Ya, Zafira memilih tetap tidur di sofa sesuai dengan perjanjian awal mereka meskipun Gilang mengirim pesan padanya dan menyuruhnya untuk tidur di temapt tidurnya.Semalam Zafira sendiri merasa gelisah dan tak bisa tidur. Entah mengapa Zafira merasa ada yang hilang ketika Gilang tak ada di kamar itu. Akibatnya baru beberapa menit berada di meja kerjanya Zafira sudah terkulai dan tertidur di meja kerjanya.Felix berjalan memasuki klinik dan kemudian berhenti didepan ruangan accounting ketika tak sengaja matanya menangkap sosok Zafira yang terkulai di mejanya. Felix mengangkat bahunya acuh.‘Mungkin memang semua pengantin bar
Bab 29“Masih mau mendengarku, Fira?” suara Gilang mengagetkan Zafira.“Eh ... iya, Mas!”Gilang menatap tajam ke dalam mata Zafira.“Yang kedua, aku mau meminta maaf dengan benar padamu atas perbuatanku waktu itu. Aku tau mungkin kamu nggak akan pernah memaafkanku, tapi aku hanya ingin meminta maaf dengan tulus. Maafkan aku, Fira!” Suara Gilang lembut penuh ketulusan.Butir bening berlompatan keluar dari kelopak mata Zafira ketika mendengar permintaan maaf yang diucapkan dengan tulus dan penuh perasaan oleh Gilang.“Maafkan aku, karena perbuatanku kamu mengalami trauma berkepanjangan ketika berada di dekatku. Maafkan aku, aku baru sadar jika reaksi tubuhmu yang gemetar saat kudekati adalah bentuk reaksi traumatik dari kejadian itu. Maafkan aku, sudah berkali-kali membuat traumamu kambuh. Aku berjanji mulai sekarang tidak akan menyentuhmu lagi tanpa izin darimu.”
Bab 30.Zafira mulai berusaha tersenyum pada Gilang ketika bangun di pagi hari. Semua isi hatinya yang diungkapkannya pada Gilang kemarin membuat dada Zafira terasa sedikit plong. Paling tidak, mereka berdua sudah sepakat untuk menjalani semua dengan baik hingga saatnya nanti Zafira mundur dari hidup Gilang.“Selamat pagi, Fira.”“Selamat pagi juga, Mas.”“Ingat ya hari ini biar aku yang anterin kamu.”“Iya, Mas. Fira ingat kok. Fira ke bawah dulu ya nyiapin sarapan.”“Jangan lupa nasi gorengnya ya, Sayang!”Fira bergidik dan mengangkat bahunya ketika mendengar kata sayang dari bibir Gilang. Sedangkan Gilang terkekeh melihat reaksi Zafira karena ia memang sengaja ingin menggoda Zafira.Setelah selesai membuat nasi goreng dan menyajikannya di meja makan, Zafira kembali naik ke lantai dua hendak memanggil Gilang untuk sarapan bersama. Zafira membuka kama
Felix menyipitkan matanya ketika melihat Zafira memasuki klinik dengan wajah bersemu merah. Namun lelaki itu segera mengerti saat melihat sebuah mobil sport berwarna merah metalik keluar dari area parkir klinik yang terlihat jelas dari tempatnya berdiri sekarang. Felix mengenali mobil itu, mobil yang dihias dengan bunga-bunga cantik saat acara resepsi pernikahan Zafira.“Selamat pagi, Fira,” sapa Felix.Zafira menoleh ke asal suara dan menundukkan wajahnya tanda hormat saat melihat Felix di sana, “Selamat pagi juga, Pak.”Felix berjalan menghampiri Zafira kemudian mengiringi langkah gadis itu.“Panggil Felix aja, Fira.”“Maaf, tapi saya nggak enak.”“Nggak apa. Lagian aku bukan atasan kamu di sini. Aku hanya menggantikan Mama sementara selagi beliau mengurus pekerjaannya di Singapura.”“Oiya, dr. Hesti kapan balik ke sini, Pak. Saya merind
‘Mas Gilang!’ pekiknya dalam hati.Zafira pun hapal warna dan potongan rambut wanita yang duduk di hadapan Gilang dan dalam posisi sedang membelakanginya. Itu Caludia!Terasa ada yang enah dalam hati Zafira melihat kebersamaan Gilang dan Claudia di sana. Namun, sekuat tenaga berusaha ditahannya. Ia tau, Gilang memang milik Claudia dan mereka saling mencintai, bahkan Gilang sendiri yang mengaku seperti itu padanya. Lalu, mengapa terasa ada jarum yang menusuk-nusuk di hatinya melihat pemandangan di depan matanya kini?***“Maaf Pak Gilang. Di ruangan Anda ada tamu yang sedang menunggu,” kata Delia, sekretaris Gilang, saat Gilang berjalan melewati mejanya hendak menuju ke ruangannya.Gilang baru selesai meeting dengan beberapa rekan bisnis perusahaan Irawan.“Tamu? Kenapa nunggu di dalam ruangan saya? Kenapa nggak disuruh nunggu di ruang tunggu?” Gilang mengeryitkan keningnya.“Maaf, Pak. T
“Aku bukan begadang, Gilang. Aku tak bisa tidur karena terus memikirkanmu,” lirih Claudia. Ada butiran bening menetes di sudut matanya.“Maafkan aku, Cla.”“Aku akan pulang ke Paris secepatnya. Maukah menemaniku makan siang untuk terakhir kalinya?”“Kenapa berkata seperti itu, Cla. Kita akan tetap seperti dulu. Kenapa balik ke Paris, Cla? Bukannya Om Alex menyuruhmu mengurus perusahaannya di sini.”“Awalnya aku yang meminta pada Papa untuk mengurus perusahaan di Jakarta, Gilang. Tapi aku berubah pikiran, tak ada alasan untukku untuk tetap di sini. Satu-satunya alasanku kembali ke Jakarta adalah agar selalu di dekatmu. Aku bahkan rela cuti kuliah demi kembali ke sini. Tapi sepertinya aku harus mengibur dalam-dalam perasaanku padamu. Beberapa hari ini aku semakin tersiksa karena semakin memikirkanmu dan menginginkanmu sedangkan kamu sudah bersama wanita lain. Hatiku sakit m
Gilang dan Claudia terlebih dahulu selesai makan siang. Setelah membayar tagihan pada pelayan restoran Gilang dan Claudia pun berdiri. Gilang melirik sebentar ke arah Zafira ketika berjalan melewati meja tempat mereka berempat duduk. Dua orang pria yang ada di sana terlihat masih terlibat pembicaraan serius sedangkan Zafira terlihat sedang menulis. Zafira tak melirik Gilang ketika suaminya itu melewatinya, dia tetap fokus dengan pekerjaannya mencatat semua kesepakatan yang dibicarakan oleh Felix dan Mr. Akira. Setelah urusan dengan Mr. Akira selesai dan mereka pun sudah makan siang, Felix, Zafira dan Mila kembali ke klinik. Felix beberapa kali melirik Zafira lewat kaca spion depan mobilnya. Dia penasaran dengan reaksi gadis itu. Tidak mungkin Zafira tidak melihat suaminya di sana tadi, bersama wanita lain. Felix terus memperhatikan Zafira dari pantulan kaca spion. Namun tak menemukan ekspresi apa pun dari wajah Zafira. Zafira m
“Mereka? Siapa mereka?”“Pak Juan dan Bu Sinta, Ayah dan Ibu Zafira!”Claudia terdiam tak menanggapi.“Ayah dan Ibu Zafira mengajariku tentang arti keikhlasan, mereka ikhlas menyerahkan putri satu-satunya kesayangan mereka padaku. Pria yang nyata-nyata telah ....”“Telah apa, Gilang?”Gilang menghela napas.“Sudahlah, Cla. Jangan terlalu banyak mencari tau tentangku. Cukuplah kau mengenalku sebagai Gilang yang selama ini kamu kenal.”“Ck!” Claudia berdecak kesal.“Gilang,” panggilnya.Gilang menoleh.“Apa kamu mencintainya?”Gilang hanya menatap Claudia.“Sudah kubilang jangan menanyakan hal itu.”“Kalau begitu, apa kamu masih mencintaiku?”“Ya, kamu adalah cinta pertamaku, Cla!”“Apakah cinta itu masih ada sampai
Gilang memarkirkan mobilnya di parkiran klinik, lalu turun dan membukakan pintu mobil untuk Zafira.“Hati-hati, Sayang,” ucapnya sambil menyambut uluran tangan Zafira.“Jangan berlebihan, Mas. Aku nggak apa-apa.”Gilang menggeleng. “Aku harus berlebihan kalau itu menyangkut kamu dan anak kita. Aku nggak mau kehilangannya lagi.”Akhirnya Zafira mengalah ketika Gilang dengan posesifnya mengantarkannya ke dalam klinik hingga terdengar suara Felix menyapa mereka.“Hai, Fira.”Gilang dan Zafira menoleh. Felix tersenyum dapa Zafira, namun mengabaikan pria posesif di samping wanita itu.“Eh, lu nggak ngeliat gue?” sengit Gilang.Felix tertawa. “Oh, iya. Maaf nggak kelihatan. Makanya jangan terlalu sering di samping Fira, soalnya yang lain nggak kelihatan ditutupi sama auranya dia.”Gilang semakin gusar ketika merasa Felix sedang memprovokasiny
Gilang mengantar Zafira ke klinik dr. Hesty sebelum berangkat bekerja. Telepon dari Felix yang mengajak Zafira bertemu pagi ini benar-benar membuat Gilang gelisah. Maka saat istrinya mengatakan jika Felix mengajak bertemu di klinik tempat Zafira dulu bekerja, Gilang memilih mengantarkan sendiri istrinya ke sana. Meski awalnya Gilang menolak, namun rengekan Zafira membuatnya luluh. Gilang masih ingat bagaimana tadi pagi mereka berselisih paham akibat telepon dari dr. Felix.“Felix minta ketemu Fira, Mas. Katanya ada yang ingin ditanyakan,” ucap Zafira tadi pagi setelah mengibrol dengan Felix di bawah tatapan tajam Gilang.“Ngapain dokter gila itu minta ketemu kamu? Dia masih ngejar-ngejar kamu?”Zafira mengerucutkan bibirnya.“Jangan mulai deh, Mas. Kemarin-kemarin udah enak ngeliat kalian damai,” kata wanita hamil itu.“Aku nggak ngizinin! Kalau mau ketemu suruh ketemu aku saj
Kehamilan Zafira kali ini ternyata masih sama dengan kehamilannya sebelumnya, di mana Gilang lah yang harus setiap hari menahan mual dan tak berselera makan, sedangkan Zafira terpengaruh apa-apa. Ia bahkan makin terlihat segar karena Gilang menyuruh semua ART di rumahnya untuk memperhatikan semua kebutuhan istrinya.“Jangan banyak bergerak!”“Kalau perlu apa-apa bilang sama Maria atau yang lainnya!”“Jangan urusin taman!”“Kalau jalan pelan-pelan!”Serta masih banyak kalimat-kalimat Gilang yang setiap hari harus didengar oleh Zafira. Sesekali Zafira merasa iba jika melihat kondisi Gilang yang justru semakin kurus dan pucat karena mual dan muntah yang dialaminya setiap pagi.Pria itu bahkan beberapa kali mengunjungi dokter untuk meminta obat penghilang rasa mual dan morning sick yang dialaminya. Namun tak ada satu pun obat-obatan yang mempan dan bisa menghilangkan
"SELAMAT ULANG TAHUN PAK GILANG!"Gilang tersenyum membaca spanduk yang terbentang di sana. Gilang baru menyadari jika hari ini adalah hari ulang tahunnya. Perlahan Gilang melangkah ke arah Zafira, lelaki itu tau jika ini semua pasti ide istri kesayangannya itu."Pantasan dari kemarin kamu kelihatan sibuk banget telpon sana sini, ternyata nyiapin ini ya. Terima kasih, Sayang." Gilang mengecup kening istrinya."Uwuwuwuuuu!!!""Ciumnya di bibir dong, Pak Boss!""Ternyata Boss kita romantis banget, ya!"Gilang dan Zafira hanya tersenyum mendengar teriakan-teriakan dari para karyawannya."Cium bibirnya offline dong! Itu adegan khusus, nggak boleh jadi tontonan!" seru Gilang sambil mengedipkan matanya pada Zafira, yang disambut oleh kalimat-kalimat godaaan berikutnya dari para karyawannya pada mereka berdua.Gi
Tanpa kata, Gilang mendorong kursi roda Zafira meninggalkan area pemakaman, diikuti oleh keluarga mereka yang tak pernah lepas mendampingi mereka dan memberi semangat pada kedua orang tua yang baru saja diberi cobaan hidup itu. Selain kedua orang tua Gilang dan Zafira, Felix dan Claudia serta dr. Hesti, bahkan dr. Stella dan dr. Hera pun masih berada di sana menemani Zafira dan Gilang hingga keduanya meninggalkan area pemakaman. Suasana berkabung masih sangat terasa di rumah besar Irawan. Semua keryawan yang bekerja di sana ikit merasakan kesedihan mendalam majikan mereka. Begitupun di dalam kamar Gilang dan Zafira, suasana sunyi sangat terasa. Tak ada percakapan di antara mereka berdua, Gilang dan Zafira hanya bisa saling menatap kemudian saling berpelukan memberi kekuatan entah siapa kepada siapa, karena pada kenyataannya mereka berdua sama-sama terpukul.Zafira menyadari bahwa pada akhirnya semua akan kembali pada takdir masing-masing. Manusia hanya perlu men
Sudah seminggu ini Zafira diperbolehkan pulang ke rumah, namun bayinya masih dirawat intensif di rumah sakit. Hal itu membuat Gilang dan Zafira harus bolak-balik ke rumah sakit untuk mengantarkan ASIP agar bayi mereka tetap bisa meminum ASI Zafira. Dengan telaten Gilang mendampingi Zafira dan menyemangatinya pada saat memompa ASI nya. Zafira selalu saja bersedih karena belum bisa menyusui bayinya secara langsung, yang membuat Gilang akan selalu berada di sampingnya dan menyemangati Zafira agar tidak selalu bersedih. Gilang bahkan belum pernah masuk ke kantor sejak Zafira melahirkan. Dia lebih memilih mempercayakan pekerjaan pada asistennya dan sesekali memeriksa hasil pekerjaan mereka di rumahnya.Siang ini, Gilang dan Zafira kembali mengunjungi bayi mereka di rumah sakit. Gilang bersiul-siul senang sambil mendorong kursi roda Zafira menuju ruang perawatan bayinya. Gilang belum memperbolehkan Zafira berjalan dan memilih menyuruhnya duduk di atas kursi roda meskipun Zafira sel
“Maafin aku, Mas. Aku nggak bisa menjaganya dengan baik, bayi kita lahir sebelum waktunya,” lirih Zafira terbata-bata dengan mata yang basah.“A- apa? Bayi kita sudah lahir?”“Ini bayi Anda, Pak Gilang. Istri Anda sudah melahirkan beberapa menit yang lalu. Bayi laki-laki dengan berat 1,9 Kg. Namun karena bayinya lahir pada usia yang belum matang, yang dalam bahasa medis disebut prematur, maka bayi Anda masih akan berada dalam perawatan dan pengawasan kami. Perkenalkan, ini dr. Hera, dokter anak terbaik di rumah sakit ini. Selanjutnya beliau yang akan bertanggung jawab atas perawatan bayi Anda. Karena terus terang saja, Nyonya Zafira tadi terpaksa melahirkan bayinya di usia kandungan yang belum genap 37 minggu. Kami terpaksa mengambil tindakan ini tadi karena saat tiba di sini, Ny. Zafira sudah dalam keadaan kontraksi dan sudah mengalami pembukaan rahim.” Penjelasan dr. Stella bagaikan petir yang menyambar Gilang. Zafira sudah melahir
Gilang menyetir mobil sport merah nya dengan kepanikan luar biasa. Kabar tentang Zafira yang baru saja didengarnya membuat dunianya seakan gelap gulita. Berbagai pikiran buruk melintas di benaknya, membuat lelaki itu mengeraskan rahangnya dan sesekali memukul setir mobilnya.“Shittt!!!” seru Gilang ketika di depannya terlihat antrian kemacetan kendaraan. Berkali-kali Gilang mengusap kasar wajahnya memandakan betapa frustasinya pria itu saat ini. Kalimat-kalimat Maria di telpon tadi terus terngiang-ngiang di telinganya.“Nyonya Zafira kesakitan setelah terjatuh tadi, Tuan.”“Dia menyuruh kami tak menghubungi Tuan Gilang. Kata Ny. Zafira dia baik-baik saja.”“Untungnya Nona Claudia kebetulan datang berkungjung.”“Nona Claudia dan pacarnya yang mengantar Nyonya Zafira ke rumah sakit.”“Arrggghhhh!!!” Gilang kembali memukul keras setir mob
Namun satu hal yang selalu ditunggu-tunggu Gilang sejak Zafira hamil adalah malam hari. Setiap malam Zafira selalu berubah menjadi sangat menyenangkan, melayaninya dengan cara-cara yang bahkan Gilang tak pernah membayangkannya. Membuatnya setiap malam selalu tertidur sangat pulas setelah mengerang puas atas perlakuan-perlakuan liar Zafira padanya. Yang lebih membahagiakan lagi, itu semua selalu terjadi atas inisiatif Zafira sendiri, tanpa Gilang memintanya. Karena Gilang masih mematuhi saran dr. Stella untuk tidak menganggu Zafira dulu selama trimester pertama kehamilannya. Malam-malam yang dibayangkan Gilang akan menjadi hambar karena tak boleh menyentuh dan melakukan hal-hal yang dulu selalu dilakukannya pada Zafira justru menjadi malam-malam panjang yang selalu ditunggu-tunggu Gilang. Ibu hamil yang sangat “hot”, begitu Gilang selalu memberikan pujian ketika Zafira melakukan hal-hal yang sangat menyenangkan padanya.“Nanti malam pakai gaya apa lagi, Sayan