"Hiks... hiks!" Air mata Nismara mengalir deras membasahi kedua pipinya. Berlembar-lembar tisu sudah ia gunakan untuk mengelap air mata dan ingus yang juga mengalir tak kalah derasnya.
"Jahat," ucap Nismara lirih. Wajahnya sudah memerah, matanya sedikit bengkak. Andin yang berada di samping Nismara juga ikut terisak."Kejam," ucap Andin sambil melemparkan tisu ke kotak dus yang tergeletak tidak jauh dari mereka."Kok bisa, sih, ada laki-laki sekejam dia?""Jahat!" ucap Nismara lagi dengan suara terbata. "Uhuk! Uhuk! Uhuk!" Nismara tersedak air kuah seblak dengan level kepedasan ekstra ketika melihat adegan film yang sedang ditontonnya.Di adegan film tersebut, si tokoh perempuan baru saja diputuskan oleh tokoh laki-laki yang tidak mau bertanggung jawab atas perebutan dosa yang mereka lakukan. Si tokoh laki-laki memilih perempuan lain yang lebih cantik dan kaya. Karena dicampakkan, si tokoh perempuan memilih untuk bunuh diri dengan cara te"Nismara!!! Kenapa kamu tidak membangunkan saya? Kamu tahu sekarang sudah jam berapa? Saya bisa-bisa terlambat ke kantor gara-gara kamu!"Nismara mengabaikan Arjuna yang uring-uringan tidak jelas. Nismara malah memanggil Nanda supaya segera sarapan."Kenapa kamu diam saja? Saya sedang bicara sama kamu!"Berdecak kesal, Nismara menjawab, "Pak Arjuna daripada marah-marah tidak jelas kepada saya, lebih baik Pak Arjuna segera pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Waktu Pak Arjuna semakin terbuang percuma karena memarahi saya. Selain itu tidak baik marah-marah di depan anak kecil.""Kamu jangan menggurui saya!""Saya berbicara fakta, Pak Arjuna. Kan Pak Arjuna pernah bilang ke saya kalau Nanda itu masa depan Pak Arjuna, harapan Pak Arjuna, umurnya juga masih panjang. Sebagai penerus Pak Arjuna, Nanda harus bersikap baik, bukan?" Nismara berbicara dengan penuh penekanan.Arjuna berlalu pergi karena ia mengakui kalau apa yang di
Arjuna mengacak rambutnya frustrasi. Semua data yang harus diceknya belum dikerjakan sama sekali. Ia berjalan menuju balkon. Sambil duduk di kursi, Arjuna menyalakan pemantik api lalu mulai menghirup sigaret kretek.Punggung Arjuna bersandar pada sandaran kursi. Kepalanya menengadah ke atas, menatap langit malam tanpa terlihat satu pun bintang karena tertutup oleh polusi udara. Dalam diamnya, Arjuna masih terpikirkan tentang kejadian tadi siang, di mana saat ia sedang bersama Nismara di parkiran sekolah.Mungkin itu adalah sentuhan fisik mereka yang kedua, tapi anehnya, Arjuna merasakan hal lain ketika Nismara menyentuh tangannya, padahal saat di pesta waktu lalu Arjuna tidak merasakan apa-apa.Arjuna tertawa pelan sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Tidak mungkin, kan, kalau dirinya benar-benar memiliki sebuah perasaan pada Nismara?"Habis?" Tangan Arjuna melipat bungkus rokok itu lalu membuangnya ke tong sampah.Segera saja ia mengam
"Sayang, aku kangen banget sama kamu!"Lima orang yang bersama Arjuna termasuk Radit dan Mona langsung menyingkir dari lift yang baru saja terbuka. Mereka tidak mau mengganggu momen bertemu kangen antara seorang perempuan bergaya modis nan cantik yang kini tengah memeluk Arjuna dengan manja."Tattiana, lepaskan! Ini di kantor." Arjuna menyingkirkan tangan Tattiana yang melingkar di lehernya seperti dasi yang mengikat erat."Aku itu kangen banget sama kamu, Sayang! Sudah hampir satu bulan kita tidak bertemu. Memangnya kamu tidak kangen sama aku?"Tattiana, perempuan yang entah berstatus apa untuk Arjuna itu mengikuti setiap langkah kaki Arjuna. Ia juga terlihat tidak canggung ketika memasuki ruangan Arjuna.Mona mencebikan bibirnya saat Tattiana melewatinya begitu saja tanpa menyapanya sama sekali. Berbeda sekali dengan Nismara yang selalu bersikap ramah.Arjuna melepaskan jasnya yang langsung dipeluk oleh Tattiana dari belakang.
"Kamu semalam kenapa gak jadi makan malam sama aku, Sayang?" Tattiana yang baru saja datang tiba-tiba marah-marah di ruang kerja Arjuna. "Kamu tahu, aku nungguin kamu sampai dua jam lebih. Kamu tega banget sama aku!""Maaf, Tattiana. Kemarin aku sibuk sampai lupa mengabari kamu.""Dan apa sekarang kamu juga sibuk?""Seperti yang kamu lihat."Tattiana menghentakkan kakinya, kesal karena Arjuna berbicara padanya tanpa menatapnya sama sekali. Layar monitor komputernya sepertinya sangat menarik perhatian Arjuna dari pada Tattiana yang bertubuh molek itu."Aku ini gak bisa diginiin terus sama kamu, Sayang! Satu bulan ini aku selalu bersabar untuk cepat-cepat bertemu kamu. Satu bulan ini aku juga bersabar menunggu pesan dan telepon dari kamu. Tapi dalam kurun waktu satu bulan itu kamu hanya mengirimkan pesan satu kali saja. Semua pesanku gak pernah kamu balas. Telepon dariku gak pernah kamu angkat. Kita mengobrol di telepon cuma kurang dari lim
"Sayang!!! Nanda gak ada di sekolah!!!" Tattiana menghampiri Arjuna dengan panik. "Jangan-jangan Nanda diculik! Kita harus lapor polisi!"Arjuna menatap Tattiana dengan kening mengkerut. "Maksud kamu?""Nanda gak ada di sekolah. Aku sudah tanya ke guru-guru dan teman-temannya, mereka bilang kalau Nanda sudah pulang. Padahal yang jemput itu aku, tapi mereka gak tahu Nanda pulang dengan siapa. Sepertinya Nanda diculik, Sayang! Ini gara-gara kamu masukin Nanda ke sekolah yang tidak jelas, harusnya kamu tetap sekolahkan Nanda di sekolah internasional itu." Tattiana malah mengalahkan Arjuna."Maksud kamu dengan 'sekolah tidak jelas' itu apa?""Ya sekolahan yang isinya orang-orang biasa, bukan dari kalangan keluarga atas kaya kamu yang notabene sebagai konglomerat. Sistem keamanannya payah banget. Apalagi tempat parkirnya yang panas dan sempit. Sekolahnya juga kumuh. Iiiih... aku jadi alergi lama-lama di sana." Tangan Tattiana mengelap keringat yang bercucuran di wajah, leher dan lengannya.
"Papa, Bu Nis ke mana, ya? Sudah tiga hari gak datang ke rumah. Di sekolah juga Bu Nis gak ada."Arjuna meletakan nasi dan ayam goreng ke hadapan Nanda yang baru saja duduk di kursi meja makan."Papa juga gak tahu, Sayang," jawab Arjuna."Aku sudah coba telepon Bu Nis tapi nomornya gak aktif terus. Bu Nis kenapa ya, Pa? Apa Bu Nis gak suka sama aku? Apa aku nakal? Makanya Bu Nis pergi ninggalin aku?" Nanda mulai terisak."Sudah, jangan nangis." Arjuna mencoba menenangkan Nanda. "Bu Nismara sayang sama kamu, kok. Mungkin besok Bu Nismara akan datang.""Bagaimana kalau kita pergi ke rumah Bu Nis saja, Pa? Aku kangen sama Bu Nis. Aku ingin bertemu dengan Bu Nis."Arjuna menyesap kopinya yang masih terlihat kepulan asapnya. "Mau kapan ke sananya?""Kalau hari ini bagaimana, Pa? Sepulang sekolah saja.""Hari ini tidak bisa, Sayang. Papa sibuk di kantor. Hari Minggu saja bagaimana? Kamu setuju? Hari Minggu, kan, libur, jadi Papa bisa antar kamu, ya?"Nanda mengangguk semangat. "Okey, Pa!"*
"Mas!" Una melambaikan tangannya ketika melihat Arjuna di balik kerumunan orang-orang yang berlalu-lalang di dalam Mall."Maaf ya, kamu jadi nunggu lama."Kepala Una menggeleng, senyuman manis yang mengalahkan gula pasir bertengger manis di bibirnya yang dipoles dengan lipstik berwarna merah muda. "Nggak, kok, Mas! Aku juga baru saja datang.... Abimanyu ke mana, Mas?""Nanda gak bisa ikut, dia gak mau. Kamu tahu, kan, anak itu kalau lagi ngambek kayak gimana. Jadi aku titipkan Nanda ke Bude Marni, kebetulan Bude Marni lagi ngadain arisan di restorannya, jadi Nanda ada teman, soalnya grup arisan Bude Marni sering bawa anak kecil juga.""Kalau begitu ayo kita mulai keliling, Mas!""Ayo!"Arjuna dan Una mulai berkeliling ke tempat yang menjual perlengkapan rumah setelah itu mereka berkeliling mencari tempat penjual perhiasan yang menurut mereka bagus dan cocok.Memasuki jam makan siang, mereka memesan makanan di food court. Arjuna duduk sendirian karena Una pamit untuk ke toilet sebentar
"Wajah kamu jangan masam kayak gitu dong, Jun." Bude Marni menegur Arjuna yang sedari tadi diam membisu dan hanya memandang jalanan yang diterangi oleh lampu berbagai macam warna dari balik jendela mobil."Bude tahu kamu dongkol, tapi jangan kayak anak kecil gitu dong, Jun.""Siapa yang nggak dongkol coba kalau tiba-tiba aku dikabari mau dikenalkan dengan anak kenalan Bude. Seharusnya Bude ngasih tahu aku jauh-jauh hari, dong.""Bude sengaja ngasih tahu kamu mendadak kayak gini biar kamu gak bisa kabur. Pokoknya kamu kali ini jangan mengecewakan Bude.Arjuna membuang napas berat. "Kenapa Bude tiba-tiba mau mengenalkan aku lagi?""Supaya kamu gak dekat-dekat lagi dengan Tattiana. Bude sudah bilang, kan, kalau Bude tidak suka perempuan itu. Dan gara-gara dia Nismara jadi pergi.""Maksud Bude?" Arjuna menegakkan tubuhnya. Ia sedikit tertarik ketika Bude Marni menyebut nama Nismara.Tapi Bude Marni tidak menjawab karena mobi
"Yan, tolong ambilin popok di toko, gih.""Nanti aja, Mbak. Tanggung, nih." Dayyan masih terfokus pada layar televisi yang sedang menayangkan acara kartun di hari Minggu pagi.Di rumah keluarga Pak Gumilar sekarang orang-orang sedang sibuk. Bu Darmaya dan Novi sibuk mencuci dan membereskan rumah, Nirmala sibuk mengasuh si kembar dan Dayyan juga ikut menjadi babysitter, menjaga Nanda dan Juni."Cepetan, Yan.""Suruh bang Wowo aja bawa ke sini.""Di toko lagi rame, Mbak tadi udah telepon katanya bang Wowo lagi ngaterin barang, bang Deri lagi sibuk soalnya di toko sekarang lagi banyak pembeli.""Bentar lagi atuh, Mbak. Sabar. Nunggu dulu iklan." Baru saja Dayyan bilang begitu, tiba-tiba tayangan berubah menjadi iklan komersial.Dayyan beranjak dari posisi rebahannya. Ia berjalan gontai mengambil kunci motor yang menggantung di dekat saklar lampu."Om Day, aku ikut." Nanda berlari menuju Dayyan."Sekalian sambil bawa Juni juga, Yan.""Iya, iya." Dayyan menggerutu. Ia menggendong Juni, sem
Nismara saat ini seperti orang yang hendak melakukan sebuah tindak kejahatan. Kepalanya celingukan dan ia terus mengatur napasnya yang memburu, bahkan jantungnya berdetak tidak karuan.Setelah menunggu beberapa saat. Nismara mengambil sebuah benda panjang berwarna putih itu dari dalam gelas yang berisi air berwarna kekuningan dan berbau pesing.Dengan harap-harap cemas, Nismara perlahan mengintip hasil dari benda panjang berwarna putih tersebut. Dan sesaat kemudian napasnya tercekat dan mulutnya menganga. Ia sangat tidak percaya dengan hasil yang ditunjukkan oleh alat tes kehamilan tersebut.Nismara langsung teringat, ia tidak boleh merasa puas dan senang dulu, soalnya kata Bu Mia, kalau ingin tahu hasil yang akurat itu tes harus dilakukan lebih dari sekali.Sebelum Arjuna bangun, Nismara buru-buru menyembunyikan alat tes kehamilan tersebut dan membuang air urinenya.Beberapa hari kemudian, Nismara mencoba mengecek kembali dan hasilnya tetap sama, dua garis merah yang artinya Nismara
Resepsi pernikahan selesai ketika menjelang malam hari. Di kamar pengantin, Nismara dilanda insomnia dan serangan panik yang membuat jantung berdetak abnormal.Jari-jari tangan Nismara saling meremas satu sama lain, tubuhnya juga bergetar hebat."Ini malam pertama! Ini malam pertama! Ini malam pertama!" ucapnya berkali-kali dengan suara yang sangat lirih.Nismara sudah selesai mandi dari setengah jam yang lalu, sekarang wajahnya full tanpa ada riasan, rambutnya juga basah sehabis keramas."Kenapa gak datang bulan sekarang, sih? Kan aku gak bakal tegang kayak gini. Please, datang bulan datang lagi, dong. Tolongin aku, lah."Meskipun berdoa seperti itu tidak akan terkabul karena baru lima hari yang lalu Nismara selesai masa menstruasinya.Nismara berlari ke arah tas selempang yang tergeletak di atas meja rias. Diam-diam ia mengeluarkan obat tidur lalu meminumnya. Semoga dengan ini ia bisa tidur dan tidak ingat apa-apa.Buru-buru ke atas tempat tidur dan bersembunyi di balik selimut, Nis
"Jangan tegang begitu dong, Nis. Rileks, rileks."Nismara mengembuskan napas panjang, berulang kali sampai rasa gugupnya sedikit menghilang."Bayangin aja pas kamu kemarin lagi siraman, gugup gak? Tegang gak? Rileks. Santai, Nis." Reona kembali menenangkan Nismara karena tubuh gadis itu gemetaran dan wajahnya sangat tegang."Siraman sama akad sekarang beda nuansanya, Miss. Aku gugup banget, nih. Nov, tolong ambilkan obat penenang punya Mbak, dong."Novi mendelik kesal. "Kemarin, kan, udah dihabiskan sama Mbak. Obat penenangnya buat sekeluarga, bukan buat Mbak doang. Emangnya Mbak mau overdosis? Kalau diminum sekarang nanti pas naik ke pelaminan gimana, Mbak? Yang tegang bukan Mbak aja, kita semua sekeluarga juga tegang, aku aja yang bukan pengantin aja ikut tegang, merasakan sensasi jika suatu saat nanti aku mau nikah jadi gini rasanya."Pegawai Reona memberikan air minum untuk Nismara dan langsung diminum sampai tandas."Miss, aku mau ke toilet lagi."Reona berkacak pinggang. "Ini ya
Setelah rangkaian pre-wedding dan antek-anteknya, hari ini hari terakhir Nismara mengajar sebelum menghitung hari menuju ke hari yang berbahagia. Saat hari pernikahan Nismara nanti, Andin juga akan ijin cuti selama dua hari, bukan ijin cuti untuk menikah, tetapi Andin ditunjuk sebagai penerima tamu alias pagar ayu bersama dengan Novi dan sepupu Nismara yang lain."Kalau nikahnya di Bogor sekalian kita jalan-jalan, ya. Untungnya kamu ngambil akad hari Minggu, jadi kita-kita semua gak harus bolos massal," ujar Bu Tari.Nismara hanya tersenyum menanggapinya."Omong-omong, ini yang mendesain kartu undangan siapa, Nis? Bagus banget, deh," puji Bu Mia."Itu saya sendiri yang mendesainnya, Bu.""Ih ternyata kamu hebat banget, ya. Keren banget, lho, ini. Simple tapi elegan. Nanti saya promosikan kamu ke para tetangga, kolega dan saudara saya buat desain undangan bisa gak, Nis? Eh, tapi sebentar lagi kamu, kan, jadi nyonya CEO, dibolehin gak, nih, kamu kerja? Jangan-jangan ini hari terakhir
Reona meneguk secangkir kopi hitamnya yang sudah dingin dan tinggal setengah. Ia mengembuskan napas panjang kemudian tersenyum puas. Akhirnya setelah penantian yang panjang dirinya berhasil menyelesaikan tiga gaun pengantin untuk Nismara dan Arjuna. Satu untuk akad dan dua lagi gaun untuk resepsi. Para pegawai yang membantu Reona juga terlihat sangat puas akan hasil kerja sama mereka."Besok kalian boleh libur. Tenang saja, nominal gajian tetap sama, kok," ucap Reona.Para pegawainya bersorak gembira. Mereka mengucapkan terima kasih pada bosnya itu kemudian pamit pulang karena hari sudah menunjukkan pukul sebelas malam.Ketika para pegawainya sudah pulang, Reona masih berada di dalam ruang kerjanya, menatap lurus ke arah patung manekin yang sudah dipasangi sepasang gaun pengantin yang baru saja selesai dibuatnya.Reona mengembuskan napas panjang, pikirannya berkecamuk, di saat para sahabatnya sudah menikah dan bertunangan, dan masih ada yang berpacaran, hanya dirinya saja yang masih s
Arjuna terkejut ketika tiba-tiba dirinya ditarik ke belakang saat hendak masuk ke dalam mobil. Arjuna juga panik saat orang yang menariknya tersebut tiba-tiba duduk di kursi kemudi dan menutup pintunya dengan rapat."Hei, buka pintunya!" Arjuna tidak mengetahui dengan jelas siapa pelaku tersebut.Saat ini Arjuna benar-benar panik karena tidak mau hartanya diambil, apalagi di dalam ada Nanda yang sudah masuk ke dalam mobil.Jangan-jangan orang yang mau menculik sekaligus mengambil mobil Arjuna? Kalau begitu sebodoh amat dengan mobil, yang Arjuna khawatirkan sekarang yaitu Nanda, anak semata wayangnya yang tidak bisa diganti dan ditukarkan dengan apa pun.Kaca jendela mobil terbuka, menampilkan wajah pelaku yang menarik Arjuna sampai jatuh tersungkur."Cepat masuk ke dalam mobil, Mas."Pelaku tersebut yang tidak lain dan tidak bukan ialah Nismara mengedikkan sebelah bahunya, memberikan isyarat pada Arjuna supaya duduk di jok belakang."Turun kamu dari mobil saya!""Tidak mau.""Turun!"
"Kamu kemarin habis dari mana?"Dada Nismara mendadak sesak. Kalau Arjuna sudah bertanya dengan nada serius seperti ini, berarti itu artinya Arjuna sudah tahu tentang kejadian kemarin sore saat Nismara dan Sella ketemuan di restoran Cina."Aku kemarin gak habis dari mana-mana, kok, Mas. Memangnya kenapa?""Jangan coba-coba bohong, kamu! Kamu pikir aku gak tahu kalau kamu habis bertemu dengan Sella."Arjuna mendadak mengerem mobilnya sampai tubuh Nismara terhuyung ke depan."Kenapa kamu berbohong, Nis?""I-itu...""Kamu gak mencoba untuk mempertemukan Nanda dengan Sella, kan?"Lawan, Nis. Lawan! Kamu jangan diam saja. Kamu harus meluruskan dan memperbaiki hubungan antara Arjuna dengan Sella."I-itu... sebenarnya... aku..., aku memang sengaja ketemuan sama Mbak Sella supaya dia bisa bertemu dengan Nanda, Mas."Mata Arjuna membelalak. Ia menatap Nismara tidak percaya. "Kamu mengkhianati aku, Nis?""Aku gak mengkhianati kamu, Mas. Aku hanya mencoba mempersatukan lagi seorang ibu dan anak
"Jadi, Pak Arjuna ditinggal pas lagi sayang-sayangnya, gitu?""Sepertinya." Nismara mengembuskan napas. Ia memainkan kuku-kuku jari tangannya."Memangnya kamu gak tanya alasan kenapa Pak Arjuna bercerai?" Andin sibuk mengunyah keripik singkong yang baru saja di belinya tadi sehabis pulang dari pasar malam."Katanya sih dia itu diceraikan sama istrinya dan ditinggalkan, mungkin karena istrinya gak bisa hidup lebih lama dengan orang yang tidak dicintainya sama sekali. Soalnya kalau Mas Arjuna yang menggugat cerai, gak mungkin reaksinya bakal emosional kayak gitu.""Bisa jadi kalau Pak Arjuna itu sedang berbohong, Nis. Dia sebenarnya yang menceraikan mantan istrinya karena ketahuan selingkuh di belakangnya."Nismara menggeleng. "Nggak, Din. Aku yakin Mas Arjuna gak akan melakukan hal tersebut. Mas Arjuna itu tipe anak yang sangat berbakti pada orang tua, Mas Arjuna pasti gak akan mengecewakan kedua orang tuanya, apalagi itu pesan terakhir dari ibunya. Mas Arjuna juga bukan tipe orang yan