Nismara memeluk tubuhnya sendiri saat Arjuna menatapnya. Ia menyembunyikan wajahnya ke dalam lipatan kakinya yang bergetar hebat.Arjuna sebenarnya bingung harus berbicara apa karena kesadarannya belum sepenuhnya terkumpul."Kamu mau ke ruang tengah bareng-bareng? Tunggu, ya, saya mau pakai baju dulu."Tangis Nismara makin pecah saat Arjuna mengatakan hal tersebut. Ketika Arjuna turun dari tempat tidur, Nismara bisa dengan jelas tubuh atletis Arjuna itu yang mulus dan berotot. Tangan Nismara tiba-tiba bergetar karena tubuh Arjuna itu yang tadi ia raba-raba.Ya ampun, Nismara, kamu nakal! batin Nismara.Nismara juga celingukan untuk mencari pakaiannya. Tapi ia sama sekali tidak menemukannya. Kira-kira ke mana?Dengan panik Nismara langsung turun dari tempat tidur dan ia menunduk melihat ke arah bawah kolong tempat tidur, tetapi pakaiannya tidak ada di sana. Ke mana?"Bu Nis, ayo." Nanda menarik tangan Nismara supaya mengikuti langkahnya. "Bu Nis lagi cari apa tadi?""Ibu lagi cari baju
Andin yang sedang bermaskeran ria langsung mengernyitkan dahi saat mendengar suara deru mesin mobil yang berhenti tepat di depan rumahnya. Andin yang memang berada di ruang tengah sambil menonton serial sinetron kesukaannya langsung beranjak dari kursi dan mengintip dari balik jendela."Nismara?" Andin keheranan melihat sahabat karibnya yang turun dari taksi, masih menggunakan setelan kemeja dan celana bahannya. Lho, bukannya Nismara sudah pulang dari tadi siang? Kenapa Nismara belum mengganti pakaiannya? Dan juga, kenapa rambutnya seperti rambut singa? Acak-acakan.Buru-buru Andin membuka kunci pintu depan lalu berlari kecil sampai ke ujung teras.Kepala Nismara menoleh. Andin kaget melihat wajah Nismara yang kacau dan matanya memerah, apalagi pipinya basah.Belum sempat Andin membuka suara, tiba-tiba saja Nismara berlari menghambur ke dalam pelukan Andin. Tangis Nismara yang tanpa suara tiba-tiba pecah menjadi tangis yang histeris. Andin kebingungan harus melakukan apa. Karena saat
"Kamu beneran hamil, Nis?" tanya Arjuna dengan ekspresi yang kaku, takjub dan tidak percaya."Nggak, Pak. Saya gak hamil. Saya hanya masuk ang—huek!" Nismara membekap mulutnya karena tiba-tiba perutnya terasa mual kembali.Dengan sigap Arjuna menopang tubuh Nismara yang hampir limbung. Jujur saja sekarang kepala Nismara terasa berat dan pusing seperti habis melakukan gerakan memutar tubuh berkeliling di tempat."Badan kamu panas, Nis." Tangan Arjuna diletakkan di atas dahi Nismara yang mulai berkeringat. "Ayo kita periksa ke dokter.""Gak usah, Pak. Saya gak apa-apa. Tadi saya sudah diperiksa sama Pak Handi, kok."Arjuna berdecak kesal. Kenapa dokter itu harus menjadi orang pertama yang memeriksa Nismara, sih? Cari perhatian saja."Saya gak percaya sama orang itu. Lebih baik kita langsung periksakan saja ke dokter. Saya ingin dengar hasilnya secara langsung.""Gak usah, Pak. Huek!"Tanpa berpikir panjang, Nismara langsung dibopong oleh Arjuna dan membawanya ke dalam mobil.Nismara pan
Ternyata ucapan Arjuna bukan main-main, Arjuna serius akan datang ke rumah Nismara tepat dua hari kemudian. Tadinya Nismara sempat memprotes ibu dan adiknya karena masak banyak-banyak, Nismara bilang kalau Arjuna hanya bercanda. Ibu Darmaya hanya menanggapi protes Nismara itu dengan tawa kecil.Kata Bu Darmaya, lihat saja nanti malam.Dan benar saja, malam harinya, tepat pukul tujuh lebih lima belas menit, Arjuna datang bersama keluarga besarnya yaitu Bude Marni dan suaminya, Pakde Asnawi dan istrinya serta Denis dan Nanda yang turut ikut serta sambil membawa parsel dan seserahan lainnya.Nismara gugup. Dadanya berdebar kencang. Kepalanya banyak pikiran yang berkecamuk. Kalau Arjuna sudah bertindak lebih jauh seperti ini, otomatis Nismara tidak bisa menolak lamaran ini karena menolak lamaran seseorang hukumnya pamali. Bisa-bisa nanti makin sulit mendapatkan jodoh.Hari ini dalam hidupnya, Nismara merasa tidak percaya diri dan super minder melihat orang lain. Lihatlah keluarga Arjuna,
Kepala Nismara menatap sekeliling dengan pandangan bingung lantaran dirinya sekarang berada di area parkir pemakaman. Arjuna menggenggam tangan Nismara kemudian membawanya masuk ke dalam gerbang pemakaman. Nismara tidak banyak tanya, ia enggan membuka suara karena sedari tadi Arjuna hanya diam, biasanya laki-laki itu paling berisik kalau sedang berduaan dengan Nismara. Kalau pun Arjuna diam, berarti Arjuna sedang marah, kesal, atau sedang memikirkan sesuatu di dalam kepalanya.Mereka berdua berhenti di depan sebuah kuburan yang bersih dan terawat. Ya memang pemakaman ini adalah pemakaman elit, khusus orang-orang yang berduit dan sanggup membayar biaya perawatan kuburan yang harganya tidaklah murah.Berjongkok, Arjuna meletakkan sebuah buket bunga tepat di tengah-tengah sebuah makam berbatu nisan putih bersih. Nismara membaca nama yang tertulis di batu nisan tersebut, Nismara mengerutkan kening. Apa jangan-jangan ini batu nisan mantan istri Arjuna? Lho? Padahal katanya Arjuna dan manta
"Jangan bergerak!"Tubuh Nismara menegang ketika tiba-tiba saja Arjuna memeluknya dari belakang, dan suara Arjuna yang berbisik membuat telinga Nismara geli dan menghangat."Ada apa, sih, Pak?" tanya Nismara yang tiba-tiba juga ikutan berbisik."Nanti juga kamu akan tahu. Pokoknya kita harus selalu berakting seromantis mungkin."Berakting seromantis mungkin? Nismara berpikir keras, apa maksudnya?"Arjuna!" Tiba-tiba suara Tattiana menggelegar di dalam dapur, ia juga menggebrak meja makan, bahkan kursi pun ia terjang sampai jatuh terjungkal."Arjuna!" Teriaknya lagi."Apa, sih? Orang kalau bertamu ke rumah orang itu sopan, datang baik-baik, bukan malah teriak-teriak dan mengacaukan properti tuan rumah, ya. Kamu mau aku tuntut, hah?" Arjuna balik badan tapi tidak melepaskan rangkulannya dari bahu Nismara."Jadi ternyata foto yang kamu unggah ke media sosial itu memang perempuan ini? Kenapa kamu malah pilih dia yang sama sekali gak ada cantik-cantiknya. Lihat aku, seharusnya kamu pilih a
"Tante Tattiana mirip orang gila yang ada di sinetron-sinetron," komentar Nanda yang juga ikut melihat keributan di halaman depan kantor. Nanda tadi terbangun karena suara berisik dari Tattiana yang mengamuk di dalam ruangan kerja Arjuna."Tante Tattiana itu hobinya teriak-teriak, gak cape apa? Apalagi suaranya mengganggu orang lain. Aku yang lagi tidur aja tidurnya jadi gak nyaman.""Tenang saja, Tattiana tidak akan lagi menganggu kita." Arjuna sudah tiba di ruangannya. Jas yang tadi dipakainya sekarang ia lepaskan, selain itu lengan kemejanya juga ia gulung sampai ke siku, dasi yang dipakainya juga sudah melonggar dari kerah.Sepertinya mengusir Tattiana itu memang benar-benar menguras energi."Pak Arjuna gak ngapa-ngapain Mbak Tattiana, kan?" tanya Nismara. Meskipun dirinya benci pada Tattiana, tetapi tetap saja ada perasaan khawatir di dalam hatinya, apalagi melihat Tattiana yang menangis histeris seperti itu."Aku hanya menggertaknya saja.""Oh."Nanda dan Nismara duduk kembali d
Alis Nismara saling bertaut karena melihat lampu rumah Arjuna masih menyala padahal sekarang sudah pukul enam."Gimana, sih? Padahal yang ngajak jalan-jalan duluan siapa? Untung aku ke sini. Kalau aku gak ke sini pasti gak bakal jadi jalan-jalannya. Kalaupun nunggu, pasti udah lumutan duluan." Nismara masuk ke dalam rumah Arjuna melalui pintu samping, karena hanya pintu itu saja yang Nismara punya. Saat Arjuna akan memberikan kunci pintu utama, Nismara menolak karena menurutnya dirinya itu benar-benar belum resmi menjadi sosok penghuni rumah Arjuna yang megah dan mewah ini, tapi bergaya simpel.Saat masuk ke dalam rumah, Nismara menyimpan rantang di atas meja makan setelah itu mulai mematikan lampu dan membuka semua gorden yang berada di rumah ini.Nismara masuk ke dalam kamar Nanda. Anak kecil itu masih tidur dengan gaya terlentang dan selimut sudah tidak lagi pada posisinya. Selimutnya sudah tergeletak di bawah lantai, sama seperti guling dan bantal. Kebiasaan anak kecil kalau tidur
"Yan, tolong ambilin popok di toko, gih.""Nanti aja, Mbak. Tanggung, nih." Dayyan masih terfokus pada layar televisi yang sedang menayangkan acara kartun di hari Minggu pagi.Di rumah keluarga Pak Gumilar sekarang orang-orang sedang sibuk. Bu Darmaya dan Novi sibuk mencuci dan membereskan rumah, Nirmala sibuk mengasuh si kembar dan Dayyan juga ikut menjadi babysitter, menjaga Nanda dan Juni."Cepetan, Yan.""Suruh bang Wowo aja bawa ke sini.""Di toko lagi rame, Mbak tadi udah telepon katanya bang Wowo lagi ngaterin barang, bang Deri lagi sibuk soalnya di toko sekarang lagi banyak pembeli.""Bentar lagi atuh, Mbak. Sabar. Nunggu dulu iklan." Baru saja Dayyan bilang begitu, tiba-tiba tayangan berubah menjadi iklan komersial.Dayyan beranjak dari posisi rebahannya. Ia berjalan gontai mengambil kunci motor yang menggantung di dekat saklar lampu."Om Day, aku ikut." Nanda berlari menuju Dayyan."Sekalian sambil bawa Juni juga, Yan.""Iya, iya." Dayyan menggerutu. Ia menggendong Juni, sem
Nismara saat ini seperti orang yang hendak melakukan sebuah tindak kejahatan. Kepalanya celingukan dan ia terus mengatur napasnya yang memburu, bahkan jantungnya berdetak tidak karuan.Setelah menunggu beberapa saat. Nismara mengambil sebuah benda panjang berwarna putih itu dari dalam gelas yang berisi air berwarna kekuningan dan berbau pesing.Dengan harap-harap cemas, Nismara perlahan mengintip hasil dari benda panjang berwarna putih tersebut. Dan sesaat kemudian napasnya tercekat dan mulutnya menganga. Ia sangat tidak percaya dengan hasil yang ditunjukkan oleh alat tes kehamilan tersebut.Nismara langsung teringat, ia tidak boleh merasa puas dan senang dulu, soalnya kata Bu Mia, kalau ingin tahu hasil yang akurat itu tes harus dilakukan lebih dari sekali.Sebelum Arjuna bangun, Nismara buru-buru menyembunyikan alat tes kehamilan tersebut dan membuang air urinenya.Beberapa hari kemudian, Nismara mencoba mengecek kembali dan hasilnya tetap sama, dua garis merah yang artinya Nismara
Resepsi pernikahan selesai ketika menjelang malam hari. Di kamar pengantin, Nismara dilanda insomnia dan serangan panik yang membuat jantung berdetak abnormal.Jari-jari tangan Nismara saling meremas satu sama lain, tubuhnya juga bergetar hebat."Ini malam pertama! Ini malam pertama! Ini malam pertama!" ucapnya berkali-kali dengan suara yang sangat lirih.Nismara sudah selesai mandi dari setengah jam yang lalu, sekarang wajahnya full tanpa ada riasan, rambutnya juga basah sehabis keramas."Kenapa gak datang bulan sekarang, sih? Kan aku gak bakal tegang kayak gini. Please, datang bulan datang lagi, dong. Tolongin aku, lah."Meskipun berdoa seperti itu tidak akan terkabul karena baru lima hari yang lalu Nismara selesai masa menstruasinya.Nismara berlari ke arah tas selempang yang tergeletak di atas meja rias. Diam-diam ia mengeluarkan obat tidur lalu meminumnya. Semoga dengan ini ia bisa tidur dan tidak ingat apa-apa.Buru-buru ke atas tempat tidur dan bersembunyi di balik selimut, Nis
"Jangan tegang begitu dong, Nis. Rileks, rileks."Nismara mengembuskan napas panjang, berulang kali sampai rasa gugupnya sedikit menghilang."Bayangin aja pas kamu kemarin lagi siraman, gugup gak? Tegang gak? Rileks. Santai, Nis." Reona kembali menenangkan Nismara karena tubuh gadis itu gemetaran dan wajahnya sangat tegang."Siraman sama akad sekarang beda nuansanya, Miss. Aku gugup banget, nih. Nov, tolong ambilkan obat penenang punya Mbak, dong."Novi mendelik kesal. "Kemarin, kan, udah dihabiskan sama Mbak. Obat penenangnya buat sekeluarga, bukan buat Mbak doang. Emangnya Mbak mau overdosis? Kalau diminum sekarang nanti pas naik ke pelaminan gimana, Mbak? Yang tegang bukan Mbak aja, kita semua sekeluarga juga tegang, aku aja yang bukan pengantin aja ikut tegang, merasakan sensasi jika suatu saat nanti aku mau nikah jadi gini rasanya."Pegawai Reona memberikan air minum untuk Nismara dan langsung diminum sampai tandas."Miss, aku mau ke toilet lagi."Reona berkacak pinggang. "Ini ya
Setelah rangkaian pre-wedding dan antek-anteknya, hari ini hari terakhir Nismara mengajar sebelum menghitung hari menuju ke hari yang berbahagia. Saat hari pernikahan Nismara nanti, Andin juga akan ijin cuti selama dua hari, bukan ijin cuti untuk menikah, tetapi Andin ditunjuk sebagai penerima tamu alias pagar ayu bersama dengan Novi dan sepupu Nismara yang lain."Kalau nikahnya di Bogor sekalian kita jalan-jalan, ya. Untungnya kamu ngambil akad hari Minggu, jadi kita-kita semua gak harus bolos massal," ujar Bu Tari.Nismara hanya tersenyum menanggapinya."Omong-omong, ini yang mendesain kartu undangan siapa, Nis? Bagus banget, deh," puji Bu Mia."Itu saya sendiri yang mendesainnya, Bu.""Ih ternyata kamu hebat banget, ya. Keren banget, lho, ini. Simple tapi elegan. Nanti saya promosikan kamu ke para tetangga, kolega dan saudara saya buat desain undangan bisa gak, Nis? Eh, tapi sebentar lagi kamu, kan, jadi nyonya CEO, dibolehin gak, nih, kamu kerja? Jangan-jangan ini hari terakhir
Reona meneguk secangkir kopi hitamnya yang sudah dingin dan tinggal setengah. Ia mengembuskan napas panjang kemudian tersenyum puas. Akhirnya setelah penantian yang panjang dirinya berhasil menyelesaikan tiga gaun pengantin untuk Nismara dan Arjuna. Satu untuk akad dan dua lagi gaun untuk resepsi. Para pegawai yang membantu Reona juga terlihat sangat puas akan hasil kerja sama mereka."Besok kalian boleh libur. Tenang saja, nominal gajian tetap sama, kok," ucap Reona.Para pegawainya bersorak gembira. Mereka mengucapkan terima kasih pada bosnya itu kemudian pamit pulang karena hari sudah menunjukkan pukul sebelas malam.Ketika para pegawainya sudah pulang, Reona masih berada di dalam ruang kerjanya, menatap lurus ke arah patung manekin yang sudah dipasangi sepasang gaun pengantin yang baru saja selesai dibuatnya.Reona mengembuskan napas panjang, pikirannya berkecamuk, di saat para sahabatnya sudah menikah dan bertunangan, dan masih ada yang berpacaran, hanya dirinya saja yang masih s
Arjuna terkejut ketika tiba-tiba dirinya ditarik ke belakang saat hendak masuk ke dalam mobil. Arjuna juga panik saat orang yang menariknya tersebut tiba-tiba duduk di kursi kemudi dan menutup pintunya dengan rapat."Hei, buka pintunya!" Arjuna tidak mengetahui dengan jelas siapa pelaku tersebut.Saat ini Arjuna benar-benar panik karena tidak mau hartanya diambil, apalagi di dalam ada Nanda yang sudah masuk ke dalam mobil.Jangan-jangan orang yang mau menculik sekaligus mengambil mobil Arjuna? Kalau begitu sebodoh amat dengan mobil, yang Arjuna khawatirkan sekarang yaitu Nanda, anak semata wayangnya yang tidak bisa diganti dan ditukarkan dengan apa pun.Kaca jendela mobil terbuka, menampilkan wajah pelaku yang menarik Arjuna sampai jatuh tersungkur."Cepat masuk ke dalam mobil, Mas."Pelaku tersebut yang tidak lain dan tidak bukan ialah Nismara mengedikkan sebelah bahunya, memberikan isyarat pada Arjuna supaya duduk di jok belakang."Turun kamu dari mobil saya!""Tidak mau.""Turun!"
"Kamu kemarin habis dari mana?"Dada Nismara mendadak sesak. Kalau Arjuna sudah bertanya dengan nada serius seperti ini, berarti itu artinya Arjuna sudah tahu tentang kejadian kemarin sore saat Nismara dan Sella ketemuan di restoran Cina."Aku kemarin gak habis dari mana-mana, kok, Mas. Memangnya kenapa?""Jangan coba-coba bohong, kamu! Kamu pikir aku gak tahu kalau kamu habis bertemu dengan Sella."Arjuna mendadak mengerem mobilnya sampai tubuh Nismara terhuyung ke depan."Kenapa kamu berbohong, Nis?""I-itu...""Kamu gak mencoba untuk mempertemukan Nanda dengan Sella, kan?"Lawan, Nis. Lawan! Kamu jangan diam saja. Kamu harus meluruskan dan memperbaiki hubungan antara Arjuna dengan Sella."I-itu... sebenarnya... aku..., aku memang sengaja ketemuan sama Mbak Sella supaya dia bisa bertemu dengan Nanda, Mas."Mata Arjuna membelalak. Ia menatap Nismara tidak percaya. "Kamu mengkhianati aku, Nis?""Aku gak mengkhianati kamu, Mas. Aku hanya mencoba mempersatukan lagi seorang ibu dan anak
"Jadi, Pak Arjuna ditinggal pas lagi sayang-sayangnya, gitu?""Sepertinya." Nismara mengembuskan napas. Ia memainkan kuku-kuku jari tangannya."Memangnya kamu gak tanya alasan kenapa Pak Arjuna bercerai?" Andin sibuk mengunyah keripik singkong yang baru saja di belinya tadi sehabis pulang dari pasar malam."Katanya sih dia itu diceraikan sama istrinya dan ditinggalkan, mungkin karena istrinya gak bisa hidup lebih lama dengan orang yang tidak dicintainya sama sekali. Soalnya kalau Mas Arjuna yang menggugat cerai, gak mungkin reaksinya bakal emosional kayak gitu.""Bisa jadi kalau Pak Arjuna itu sedang berbohong, Nis. Dia sebenarnya yang menceraikan mantan istrinya karena ketahuan selingkuh di belakangnya."Nismara menggeleng. "Nggak, Din. Aku yakin Mas Arjuna gak akan melakukan hal tersebut. Mas Arjuna itu tipe anak yang sangat berbakti pada orang tua, Mas Arjuna pasti gak akan mengecewakan kedua orang tuanya, apalagi itu pesan terakhir dari ibunya. Mas Arjuna juga bukan tipe orang yan