Hal pertama yang Nismara lihat adalah langit-langit berwarna putih dan lampu neon berukuran besar yang masih belum menyala. Tubuh bagian atas Nismara terasa hangat, juga hidungnya mencium sesuatu yang wangi. Nismara tahu dan kenal dengan aroma wangi ini. Ini adalah wangi parfum yang selalu digunakan oleh Arjuna.
"Sudah bangun?" Suara yang dalam dan agak serak itu menyadarkan Nismara. Dengan kesadaran yang belum terkumpul semua, Nismara mengangkat tubuhnya yang terbaring di sofa."Saya ketiduran ya, Pak?" tanya Nismara sambil menguap. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali dan menatap ke sekeliling."Sekarang jam setengah lima sore.""Apa?!!" Nismara hampir terlonjak dari duduknya. "Setengah lima sore?! Kenapa Bapak gak bangunin saya?""Kamu sudah pikun, ya? Kan waktu saya tinggal pergi kamu masih melek. Pas saya datang tadi jam setengah empat sore saya kira kamu sudah pulang."Nismara menyimpan jas milik Arjuna yang tadi digunakanAndin menguap lebar, padahal hari masih pukul setengah tujuh malam, tetapi Andin sudah merasakan kantuk yang luar biasa. Ini semua akibat dirinya begadang semalaman demi menonton drama Taiwan yang tayang sekitar awal tahun dua ribuan. Sengaja Andin mencari drama Taiwan jaman dahulu karena stok drama yang tayang tahun ini sudah ia tonton semua, sekaligus Andin ingin bernostalgia saat dirinya masih kecil."An, tolong ambilkan Mbak air hangat.""Iya, Mbak." Andin mengambil air minum dari dispenser. Setelah itu ia lalu memberikannya pada Sulis, kakak iparnya yang baru kemarin malam melahirkan anak pertamanya."Mbak mau makan buah, gak? Biar Andin beliin, sekalian Andin mau beli roti di bawah.""Boleh deh, An. Mbak mau apel hijau.""Ya sudah, Andin ke bawah dulu ya, Mbak. Bentar lagi Mas Danang datang." Andin mengambil tas selempang kecilnya yang tergeletak di atas nakas. Ia segera pergi ke luar. Dan kebetulan sekali kedua otang tuanya Sulis baru saja datang dari kantin rumah sakit, jadi S
Kali ini Nismara dibantu memasak oleh Arjuna. Mereka memasak cukup banyak karena Bude Marni katanya akan datang bersama seseorang. Dilihat dari raut wajah Arjuna, sepertinya ia sedikit agak senang. Bisa dilihat dari matanya yang berbinar."Tamunya Bu Marni siapa, Pak?" tanya Nismara basa-basi."Nanti juga kamu bakal tahu." Mode dinginnya Arjuna sepertinya tidak pernah mencari.Setelah sayur capcay matang, Nismara meletakan wadah tersebut di atas meja makan. Sekarang ia kembali menumis bumbu untuk memasak makanan yang lain. Ayam goreng yang tadi sudah digoreng oleh Arjuna juga diletakan di atas meja. Kini Arjuna sedang memasak tahu dan tempe goreng yang sudah direndam di bumbu kuning.Lima belas menit kemudian, semua masakan sudah tersaji rapi. Nismara memindahkan nasi ke dalam sangku lalu meletakkannya di tengah-tengah. Semua gelas juga sudah terisi air putih."Kamu juga ikut makan," ucap Arjuna. Ia menyusun piring, sendok dan juga garpu. Total semua ada enam piring. Berarti tamu Bude
Arjuna benar-benar tercengang melihat banyak kantong belanjaan di dalam bagasi. Di dalam keterpanaannya, Arjuna ikut membantu membawa tiga kantong plastik belanjaan tersebut."Kamu gila, ya?""Bukan gila lagi, Pak. Tapi Mbak Nismara sudah edan keleyengan." Dayyan yang menjawab.Mereka bertiga masuk ke dalam lalu meletakan belanjaan di atas meja makan."Bu Marni dan tamunya sudah pulang, Pak?""Sudah, dari lima belas menit yang lalu."Nismara menyuruh Dayyan untuk membawa kantong plastik berisi sayur-sayuran, buah dan daging. Nismara ingin menyimpannya ke dalam kulkas. Dayyan ikut membantu menyusun sayuran tersebut, sementara Arjuna yang mencucinya terlebih dahulu."Kulkas sultan beda banget sama yang di rumah kita ya, Mbak. Kulkas ada dua yang ini yang paling gede." Dayyan berdecak kagum. "Kalau kulkas yang besar ini aku bawa pulang terus di simpan di kamar, aku gak bakal keluar-keluar kayaknya.""Hus!" Nismara
"Pak, hari ini saya mau ijin gak masak untuk makan malam, ya? Soalnya saya mau bantu-bantu untuk acara tujuh hari bayi di rumah kakaknya Andin."Arjuna yang sedang menatap ponsel mengalihkan perhatiannya. Ia kemudian mengangguk pelan, memberi ijin pada Nismara."Apa hari ini saya sekalian masak untuk makan malam? Biar nanti tinggal dihangatkan.""Tidak usah. Hari ini sudah siang, tidak cukup waktu. Bisa-bisa kamu terlambat."Nismara mengecek jam tangannya. "Kalau begitu saya pergi dulu ya, Pak? Soalnya saya sudah ditunggu oleh Bu Tari, hari ini jadwal piket saya."Belum sempat Arjuna berbicara lagi, Nismara sudah pergi, tetapi ternyata ia lupa mengambil tas selempangnya yang ia simpan di atas kursi.***Nismara berdecak kesal. Ia menghela napas panjang lalu menelungkupkan wajahnya ke atas meja kerjanya. Hatinya benar-benar berkecamuk, entah karena apa Nismara sekarang merasa kesal dan bawaannya emosi terus."NII
Arjuna menatap wastafel dengan lurus. Setelah beberapa saat, ia kemudian mencuci peralatan makan yang kotor itu. Dalam benaknya, Arjuna bertanya-tanya, kenapa beberapa hari ini Nismara selalu terlihat menghindari dirinya? Kemarin saja, Nismara langsung pergi setelah masak sarapan, biasanya Nismara selalu menunggu sampai Arjuna dan Nanda selesai makan. Hari ini juga Nismara langsung pergi ke sekolah, bahkan Arjuna tidak tahu kapan Nismara perginya.Setelah selesai mencuci piring, karena hari ini hari Sabtu jadi kantor libur. Arjuna memutuskan untuk mengecek berkas-berkas penting kantornya, tidak lupa juga ia mengerjakan tugas yang belum selesai.Berjam-jam sudah Arjuna berkutat di depan laptop. Arjuna meregangkan otot-otot tubuhnya kemudian ia melirik ke arah jam dinding. Ternyata sudah pukul sepuluh, berarti sebentar lagi Nanda pulang. Arjuna bersiap-siap untuk menjemput Nanda di sekolah. Tapi, baru saja Arjuna membuka pintu rumah, ternyata ada tamu tak diundang ya
"Kamu mau ke mana?"Tubuh Nismara menegang seketika. Kepalanya menoleh pelan-pelan ke belakang. Begitu melihat Arjuna di belakangnya yang tengah menatap dengan ekspresi datar andalannya, Nismara hanya bisa tersenyum canggung. Kentara sekali kalau Nismara sedang kaget dan menyembunyikan sesuatu."Eh, Pak Arjuna. Saya kira siapa."Arjuna mengerutkan kening. Ia sama sekali tidak mengerti dengan maksud Nismara. Jelas-jelas ini rumah Arjuna, tetapi kenapa Nismara malah kaget dan menyangka kalau Arjuna adalah orang lain?"Kamu mau ke mana? Kenapa belum ganti baju? Ayo cepat kamu ikut saya berolahraga pagi."Nismara menggerakkan jari-jari kakinya. "Aduh, Pak. Maaf, hari ini saya gak bisa. Saya harus setrika baju yang minggu lalu. Bapak olahraga sendiri saja, ya?""Minggu kemarin, kan, kamu gak ikut. Dan kamu sudah janji mau olahraga bareng sama saya minggu depan, yang artinya sekarang. Kamu jangan ingkar, ya.""Tapi, Pak," Nism
Hujan tiba-tiba turun dengan deras. Nismara dan Arjuna berteduh di halte dekat dengan kantor Arjuna. Padahal ini siang hari, dan satu jam yang lalu cuaca masih cerah, malah begitu panas dan terik, tetapi sekarang malah hujan deras disertai angin kencang.Nismara melipat kedua tangannya untuk menghilangkan rasa dingin, tetapi karena dirinya tersimbah air hujan dan bajunya basah, tidak ada kehangatan sama sekali. Nismara mencoba menggosok-gosok kedua tangannya sambil meniupnya."Dingin, ya?" tanya Arjuna. Ia berbicara cukup kencang mengalahkan suara hujan yang tak kalah kencangnya.Kepala Nismara mengangguk pelan sebagai jawaban.Tanpa diduga, Arjuna menyampirkan jas kantornya pada punggung Nismara."Tidak usah, Pak. Bapak saja yang pakai jasnya. Saya gak apa-apa, kok, Pak." Nismara menolaknya dengan halus karena ia tahu Arjuna juga kedinginan.Arjuna merapatkan tubuhnya pada Nismara. Tangan kirinya merangkul bahu Nismara dengan er
Hari Selasa ini Nismara tidak sesuram seperti hari kemarin. Wajahnya lumayan cerah dan senyumannya sudah kembali terukir di bibirnya yang agak tipis. Rutinitas yang sempat ditinggalkannya kini mulai kembali dilakukan, yaitu menyirami tanaman di halaman depan sekolah dan di taman. Melihat bunga-bunga yang akan mulai bermekaran dan lebat itu entah kenapa membuat hati Nismara menjadi senang. Apa karena Nismara yang menanam semua bunga tersebut makanya ia bangga dengan hasilnya?Tukang kebun sekolah, Pak Mono memilih untuk menyapu area sekolah, padahal tadinya ia mau menyiram tanaman tapi sudah didahului oleh Nismara."Bu Nis, mau minum kopi?" tawar ibu kantin, Bu Sarni."Tidak usah, Bu. Terima kasih. Nanti saja saya pesan di kantinnya," jawab Nismara. "Hari ini di kantin ada jajanan apa saja, Bu?""Ada uli, Bu.""Sisakan buat saya enam ya, Bu Sar.""Baik, Bu." Bu Sarni masuk ke dalam ruang guru untuk memberikan pesanan kopi para guru-guru.Arjuna yang baru sampai di sekolah merasa heran
"Yan, tolong ambilin popok di toko, gih.""Nanti aja, Mbak. Tanggung, nih." Dayyan masih terfokus pada layar televisi yang sedang menayangkan acara kartun di hari Minggu pagi.Di rumah keluarga Pak Gumilar sekarang orang-orang sedang sibuk. Bu Darmaya dan Novi sibuk mencuci dan membereskan rumah, Nirmala sibuk mengasuh si kembar dan Dayyan juga ikut menjadi babysitter, menjaga Nanda dan Juni."Cepetan, Yan.""Suruh bang Wowo aja bawa ke sini.""Di toko lagi rame, Mbak tadi udah telepon katanya bang Wowo lagi ngaterin barang, bang Deri lagi sibuk soalnya di toko sekarang lagi banyak pembeli.""Bentar lagi atuh, Mbak. Sabar. Nunggu dulu iklan." Baru saja Dayyan bilang begitu, tiba-tiba tayangan berubah menjadi iklan komersial.Dayyan beranjak dari posisi rebahannya. Ia berjalan gontai mengambil kunci motor yang menggantung di dekat saklar lampu."Om Day, aku ikut." Nanda berlari menuju Dayyan."Sekalian sambil bawa Juni juga, Yan.""Iya, iya." Dayyan menggerutu. Ia menggendong Juni, sem
Nismara saat ini seperti orang yang hendak melakukan sebuah tindak kejahatan. Kepalanya celingukan dan ia terus mengatur napasnya yang memburu, bahkan jantungnya berdetak tidak karuan.Setelah menunggu beberapa saat. Nismara mengambil sebuah benda panjang berwarna putih itu dari dalam gelas yang berisi air berwarna kekuningan dan berbau pesing.Dengan harap-harap cemas, Nismara perlahan mengintip hasil dari benda panjang berwarna putih tersebut. Dan sesaat kemudian napasnya tercekat dan mulutnya menganga. Ia sangat tidak percaya dengan hasil yang ditunjukkan oleh alat tes kehamilan tersebut.Nismara langsung teringat, ia tidak boleh merasa puas dan senang dulu, soalnya kata Bu Mia, kalau ingin tahu hasil yang akurat itu tes harus dilakukan lebih dari sekali.Sebelum Arjuna bangun, Nismara buru-buru menyembunyikan alat tes kehamilan tersebut dan membuang air urinenya.Beberapa hari kemudian, Nismara mencoba mengecek kembali dan hasilnya tetap sama, dua garis merah yang artinya Nismara
Resepsi pernikahan selesai ketika menjelang malam hari. Di kamar pengantin, Nismara dilanda insomnia dan serangan panik yang membuat jantung berdetak abnormal.Jari-jari tangan Nismara saling meremas satu sama lain, tubuhnya juga bergetar hebat."Ini malam pertama! Ini malam pertama! Ini malam pertama!" ucapnya berkali-kali dengan suara yang sangat lirih.Nismara sudah selesai mandi dari setengah jam yang lalu, sekarang wajahnya full tanpa ada riasan, rambutnya juga basah sehabis keramas."Kenapa gak datang bulan sekarang, sih? Kan aku gak bakal tegang kayak gini. Please, datang bulan datang lagi, dong. Tolongin aku, lah."Meskipun berdoa seperti itu tidak akan terkabul karena baru lima hari yang lalu Nismara selesai masa menstruasinya.Nismara berlari ke arah tas selempang yang tergeletak di atas meja rias. Diam-diam ia mengeluarkan obat tidur lalu meminumnya. Semoga dengan ini ia bisa tidur dan tidak ingat apa-apa.Buru-buru ke atas tempat tidur dan bersembunyi di balik selimut, Nis
"Jangan tegang begitu dong, Nis. Rileks, rileks."Nismara mengembuskan napas panjang, berulang kali sampai rasa gugupnya sedikit menghilang."Bayangin aja pas kamu kemarin lagi siraman, gugup gak? Tegang gak? Rileks. Santai, Nis." Reona kembali menenangkan Nismara karena tubuh gadis itu gemetaran dan wajahnya sangat tegang."Siraman sama akad sekarang beda nuansanya, Miss. Aku gugup banget, nih. Nov, tolong ambilkan obat penenang punya Mbak, dong."Novi mendelik kesal. "Kemarin, kan, udah dihabiskan sama Mbak. Obat penenangnya buat sekeluarga, bukan buat Mbak doang. Emangnya Mbak mau overdosis? Kalau diminum sekarang nanti pas naik ke pelaminan gimana, Mbak? Yang tegang bukan Mbak aja, kita semua sekeluarga juga tegang, aku aja yang bukan pengantin aja ikut tegang, merasakan sensasi jika suatu saat nanti aku mau nikah jadi gini rasanya."Pegawai Reona memberikan air minum untuk Nismara dan langsung diminum sampai tandas."Miss, aku mau ke toilet lagi."Reona berkacak pinggang. "Ini ya
Setelah rangkaian pre-wedding dan antek-anteknya, hari ini hari terakhir Nismara mengajar sebelum menghitung hari menuju ke hari yang berbahagia. Saat hari pernikahan Nismara nanti, Andin juga akan ijin cuti selama dua hari, bukan ijin cuti untuk menikah, tetapi Andin ditunjuk sebagai penerima tamu alias pagar ayu bersama dengan Novi dan sepupu Nismara yang lain."Kalau nikahnya di Bogor sekalian kita jalan-jalan, ya. Untungnya kamu ngambil akad hari Minggu, jadi kita-kita semua gak harus bolos massal," ujar Bu Tari.Nismara hanya tersenyum menanggapinya."Omong-omong, ini yang mendesain kartu undangan siapa, Nis? Bagus banget, deh," puji Bu Mia."Itu saya sendiri yang mendesainnya, Bu.""Ih ternyata kamu hebat banget, ya. Keren banget, lho, ini. Simple tapi elegan. Nanti saya promosikan kamu ke para tetangga, kolega dan saudara saya buat desain undangan bisa gak, Nis? Eh, tapi sebentar lagi kamu, kan, jadi nyonya CEO, dibolehin gak, nih, kamu kerja? Jangan-jangan ini hari terakhir
Reona meneguk secangkir kopi hitamnya yang sudah dingin dan tinggal setengah. Ia mengembuskan napas panjang kemudian tersenyum puas. Akhirnya setelah penantian yang panjang dirinya berhasil menyelesaikan tiga gaun pengantin untuk Nismara dan Arjuna. Satu untuk akad dan dua lagi gaun untuk resepsi. Para pegawai yang membantu Reona juga terlihat sangat puas akan hasil kerja sama mereka."Besok kalian boleh libur. Tenang saja, nominal gajian tetap sama, kok," ucap Reona.Para pegawainya bersorak gembira. Mereka mengucapkan terima kasih pada bosnya itu kemudian pamit pulang karena hari sudah menunjukkan pukul sebelas malam.Ketika para pegawainya sudah pulang, Reona masih berada di dalam ruang kerjanya, menatap lurus ke arah patung manekin yang sudah dipasangi sepasang gaun pengantin yang baru saja selesai dibuatnya.Reona mengembuskan napas panjang, pikirannya berkecamuk, di saat para sahabatnya sudah menikah dan bertunangan, dan masih ada yang berpacaran, hanya dirinya saja yang masih s
Arjuna terkejut ketika tiba-tiba dirinya ditarik ke belakang saat hendak masuk ke dalam mobil. Arjuna juga panik saat orang yang menariknya tersebut tiba-tiba duduk di kursi kemudi dan menutup pintunya dengan rapat."Hei, buka pintunya!" Arjuna tidak mengetahui dengan jelas siapa pelaku tersebut.Saat ini Arjuna benar-benar panik karena tidak mau hartanya diambil, apalagi di dalam ada Nanda yang sudah masuk ke dalam mobil.Jangan-jangan orang yang mau menculik sekaligus mengambil mobil Arjuna? Kalau begitu sebodoh amat dengan mobil, yang Arjuna khawatirkan sekarang yaitu Nanda, anak semata wayangnya yang tidak bisa diganti dan ditukarkan dengan apa pun.Kaca jendela mobil terbuka, menampilkan wajah pelaku yang menarik Arjuna sampai jatuh tersungkur."Cepat masuk ke dalam mobil, Mas."Pelaku tersebut yang tidak lain dan tidak bukan ialah Nismara mengedikkan sebelah bahunya, memberikan isyarat pada Arjuna supaya duduk di jok belakang."Turun kamu dari mobil saya!""Tidak mau.""Turun!"
"Kamu kemarin habis dari mana?"Dada Nismara mendadak sesak. Kalau Arjuna sudah bertanya dengan nada serius seperti ini, berarti itu artinya Arjuna sudah tahu tentang kejadian kemarin sore saat Nismara dan Sella ketemuan di restoran Cina."Aku kemarin gak habis dari mana-mana, kok, Mas. Memangnya kenapa?""Jangan coba-coba bohong, kamu! Kamu pikir aku gak tahu kalau kamu habis bertemu dengan Sella."Arjuna mendadak mengerem mobilnya sampai tubuh Nismara terhuyung ke depan."Kenapa kamu berbohong, Nis?""I-itu...""Kamu gak mencoba untuk mempertemukan Nanda dengan Sella, kan?"Lawan, Nis. Lawan! Kamu jangan diam saja. Kamu harus meluruskan dan memperbaiki hubungan antara Arjuna dengan Sella."I-itu... sebenarnya... aku..., aku memang sengaja ketemuan sama Mbak Sella supaya dia bisa bertemu dengan Nanda, Mas."Mata Arjuna membelalak. Ia menatap Nismara tidak percaya. "Kamu mengkhianati aku, Nis?""Aku gak mengkhianati kamu, Mas. Aku hanya mencoba mempersatukan lagi seorang ibu dan anak
"Jadi, Pak Arjuna ditinggal pas lagi sayang-sayangnya, gitu?""Sepertinya." Nismara mengembuskan napas. Ia memainkan kuku-kuku jari tangannya."Memangnya kamu gak tanya alasan kenapa Pak Arjuna bercerai?" Andin sibuk mengunyah keripik singkong yang baru saja di belinya tadi sehabis pulang dari pasar malam."Katanya sih dia itu diceraikan sama istrinya dan ditinggalkan, mungkin karena istrinya gak bisa hidup lebih lama dengan orang yang tidak dicintainya sama sekali. Soalnya kalau Mas Arjuna yang menggugat cerai, gak mungkin reaksinya bakal emosional kayak gitu.""Bisa jadi kalau Pak Arjuna itu sedang berbohong, Nis. Dia sebenarnya yang menceraikan mantan istrinya karena ketahuan selingkuh di belakangnya."Nismara menggeleng. "Nggak, Din. Aku yakin Mas Arjuna gak akan melakukan hal tersebut. Mas Arjuna itu tipe anak yang sangat berbakti pada orang tua, Mas Arjuna pasti gak akan mengecewakan kedua orang tuanya, apalagi itu pesan terakhir dari ibunya. Mas Arjuna juga bukan tipe orang yan