Ketika Ziona naik menggunakan lift dan sampai di depan kediamannya, ternyata Zefanya sudah berdiri sembari menyandarkan punggungnya di pintu.
“Kamu ke sini?” tanya Ziona dengan senyum yang merekah.
“Iya dong. Beberapa hari ini aku sibuk banget dengan tugas-tugas dan pekerjaanku. Aku sampai mengabaikan murid les aku yang paling spesial.” Zefanya mengusap kepala Ziona yang tersenyum kepadanya. “Biar aku yang bawakan!” Laki-laki itu meraih tentengan yang tergantung di tangan kekasihnya itu.
“Aku pikir kamu udah lupa dengan muridmu ini.” Jawab Ziona dengan kartu akses yang ditempelkan ke pintu. “Ayo masuk!”
Mereka berdua masuk dan langsung duduk di sofa. “Gimana tugas-tugas kamu? Masih banyak banget ya?” tanya Ziona sembari mengeluarkan makanan ringan dari tasnya. Gadis itu melupakan nasihat Alana dan membeli keripik singkong kesukaannya.
&
Ziona mengantarkan ART baru ke kamar yang tidak jauh dari dapur. Rambut wanita itu ikal dan kulitnya tidak putih. Logat bahasanya juga terdengar berbeda. “Ini kamar kamu ya.” Ucap Ziona dengan senyuman. Sejak kecil dia sudah terbiasa bermain dengan PRT di rumahnya.“Baik nona.”“Kalau aku lihat usia kamu masih muda. Apa sudah lama jadi PRT seperti ini?” Ziona ingin tahu karena rata-rata ART di rumahnya sudah berusia setengah abad.“Sudah 5 tahun nona. Umurku 25 tahun nona. Aku sempat bekerja di Kuala Lumpur dan langsung pindah ke sini. Pendapatan di sini lebih besar dan sangat lumayan untuk membantu keluarga di kampung.”“Kampungmu di mana?” Ziona semakin penasaran. Sepertinya dia tidak akan kesepian lagi di kondonium besar itu.“Saya dari NTT nona.”“Baiklah. Untuk makan malam kita pesan saja dari l
Ziona masuk ke kamarnya. Tubuhnya sudah lengket dan butuh disegarkan dengan aroma sabun dan shampoo. Dia membuka lemari dan melihat paper bag coklat berisi pakaian pria. “Ternyata ada gunanya juga aku beli ini.” Gumamnya. Dia mengambil benda itu dan kembali ke ruang tamu. Di sana Zefa sudah berbaring di sofa sembari menonton tayangan televisi.“Kenapa keluar lagi? Tadikan kamu bilang mau mandi.” Tanya Zefa ketika Ziona sudah berdiri di depannya.“Kamu juga perlu mandi dan ganti baju. Aku udah beli pakaian dan semua keperluanmu di sini.” Ziona meletakkan tas berbahan kertas itu di atas meja. Tidak sia-sia dia memiliki teman somplak seperti Novi. Tanpa malu perempuan itu memilihkan beberapa pakaian dalam dan bertanya ukuran yang pas untuk laki-laki bertubuh seperti Zefanya. Ketika pegawai toko bingung, Novi pun menunjuk tubuh seorang pelanggan yang kebetulan memiliki
Siang itu Ziona mengajak Novi untuk makan siang di restoran kesukaannya. Di mana lagi jika bukan di 1000 tasty restaurant. “Zi, aku lagi pengen makan pasta. Di sana nggak akan ada makanan itu.” Rengek Novi. Dia masih bermalas-malasan untuk berdiri dari kursinya.“Nanti aku pesan pasta yang banyak untukmu. Sekarang temani aku dulu ke sana.”“Yau dah deh. Tapi janji ya akan mengirimkan pasta ke rumahku.”“Iya bawel. Jadi cewek nggak boleh terlalu cerewet. Berlatihlah jadi cewk yang anggun karena nggak lama lagi pacarmu akan melamarmu.” Nasihat Ziona bernada mengejek.“Aku nggak mau nikah muda. Walaupun dia udah mapan tetap aja aku harus mandiri. Pokoknya siapa pun yang menikah duluan di antara kita, wajib hukumnya untuk datang ke acara pernikahannya.”“Iya cerewet. Kapan kita perginya kalau dari tadi mulutmu nyerocos
Bulan ini tepat di tanggal 26 September, Ziona akan genap berusia 19 tahun. Alana pun sudah menberi pesan jika dia harus pulang tepat di tanggal 25. Gadis itu harus merayakannya bersama keluarga. Jika boleh jujur Ziona ingin merayakannya bersama Zefanya, Novi, Agnes, dan kedua sahabat kekasihnya. Tetapi apa mau dikata. Perintah tetaplah titah yang harus dituruti.Di saat Zefa sibuk mengajari Ziona, Agnes justru sibuk menyiapkan pajeon sebagai pengganjal perut di sore hari. Dia ingin memenuhi keinginan majikannya yang sangat menggemari makanan dari negara yang mendapatkan julukan sebagai negeri pagi yang hening.“Sayang, tanggal 25 aku harus pulang ke Jakarta. Mami memintaku untuk ngerayain ulang tahun di rumah. Pasti mereka akan mengundang rekan-rekan bisnis mereka. Aku nggak suka karena ujung-ujungnya mereka akan sibuk sendiri.” Gadis itu mengadu setelah semua soal berhasil dia jawab. Mereka sudah sepak
Saskia, Carlo, Agnes disibukkan oleh laki-laki bernama Zefanya. Mereka semua dipaksa untuk mendekorasi lantai atas. Ruangan yang hanya dilindungi kanopi itu sudah berubah bentuk. Lampu kerlap kerlip sudah digantung dengan sempurna, balon tulisan happy birthday juga sudah menempel di dinding, dan yang terakhir,“Tada!” Riko datang dengan membawa kue ulang tahun hasil karyanya. Sejak pagi Zefa membujuk dan mendesaknya untuk membuat kue. Zefanya tahu kemampuan laki-laki itu sangat luar biasa. Selain hasilnya enak dia juga tidak perlu membayar karena laki-laki itu pasti menolak.“Terima kasih ya. Tanpa kalian aku nggak bisa berbuat apa-apa. Aku hanya ingin menepati janjiku menemani Ziona di malam ulang tahunnya.” Zefanya melihat satu persatu wajah orang yang memberinya bantuan. Mereka adalah saudara tetapi tidak sedarah.“Nggak masalah bro, itulah gunanya sahabat.&rdqu
Ziona keluar dari dalam bandara Changi. Seseorang sudah menunggunya dengan senyuman yang lebar. “Aku kangen banget sama kamu.” Ziona pun menghamburkan tubuhnya di pelukan Zefanya.“Aku juga kangen banget sama kamu. Apa kamu sudah makan?” tanya Zefa sembari mengurai pelukannya dan mengusap lembut wajah gadis itu.“Belum. Aku lapar sekali.”“Karena kemarin kamu ulang tahun, aku ingin sekali traktir kamu makan.” Zefa meminta izin dulu karena sebelumnya mereka sudah berjanji jika makan berdua maka Ziona yang akan membayar.“Tapi Zef!”“Tenang saja sayang! Aku tahu tempat makan murah di sini. Apa kamu sudah pernah mengelilingi bandara ini?” tanya Zefa. Laki-laki itu mengambil alih untuk menggendong ransel hitam milik kekasihnya.“Belum sama sekali.”“Kalau gitu sehabis makan kita keliling lihat bandara. Aku imgin kita mem
Zefanya baru menerima bayaran dari setiap orang tua anak lesnya. Mandala pun sudah mengirimkan biaya les Ziona beserta tambahan bonus. Zefa tersenyum melihat isi saldonya. “Aku ingin membelikan sesuatu yang istimewa untuk Ziona. Beberapa hari yang lalu dia ulang tahun yang ke 19 dan aku belum memberikan apa-apa.”Laki-laki itu hendak pergi ke pusat perbelanjaan untuk membeli sesuatu yang cocok untuk kekasihnya. “Kalau aku membeli sesuatu yang mahal pasti dia akan menasihatiku untuk berhemat. Ziona tahu bagaimana aku berjuang untuk mengumpulkan uang. Kira-kira apa ya yang pas untuk dia?” Zefa terus berpikir hingga dia teringat kepada temannya yang bernama Saskia. Zefa mengambil ponsel yang terletak di atas meja lalu mengirimkan sebuah pesan kepada teman perempuannya itu.“Sas, bantuin aku cari hadiah untuk Ziona ya. Aku bingung harus beli untuknya. Aku traktir deh.”
Ziona menangis di pelukan kekasihnya. Air mata sangat membanjiri pakaian Zefannya dan isak tangis semakin terdengar di kamar itu.“Kenapa kamu nangis? Apa kamu nggak suka dengan kalungnya? Maaf kalau aku belum bisa membelikan yang lebih layak.” Ucap Zefanya.Ziona melepaskan tubuh kekasihnya dan menangkup wajah Zefanya. “Terima kasih Zef, aku benar-benar bahagia bisa jadi pacar kamu. Aku nggak peduli harganya, yang paling penting aku orang pertama yang kamu ingat ketika gajian. Aku nggak mau berpisah denganmu. Kamu harus janji akan memperjuangkan aku di depan papi dan mami.” Ucap Ziona dengan binar mata yang mengandung ketulusan yang mendalam.Zefanya melihat bulu mata Ziona yang berair. Laki-laki itu mendekat dan memberikan kecupan di sana. Setelah dari mata dia beralih ke pipi dan kening, lalu yang paling terakhir adalah kecupan singkat di bibir wanita yang sudah sah menjadi kekasihnya.&
Duka yang begitu dalam membuat Ziona dan Zefanya menunda bulan madu mereka. Mungkin mereka akan melakukannya setelah Ziona benar-benar siap secara mental. “Hidup adalah kesempatan dan mati adalah keuntungan bagi setiap orang yang percaya kepada Tuhan.” Pendeta mengucapkan kalimat terakhir sebelum menurunkan peti Abira ke liang lahat.Ziona tak berhenti menangis, demikian juga dengan orangtuanya. Zefanya memeluk Ziona, tidak melarang ketika istrinya menangis di pelukannya. “Kamu nggak sendirian, sayang. Kamu memilikiku dan orangtuamu. Kami akan selalu menjagamu.” Zefanya menenangkan Ziona sambil mengusap punggungnya.***Tiga bulan telah berlalu,Zefanya sedang mengancing kemejanya ketika Ziona mendekatinya sambil membawa blazer. Mereka akan berangkat ke kantor di pagi hari dan saat sore Zefanya akan mengontrol kedainya. Dia sudah memiliki beberapa cabang dan dia harus membagi pikirannya antara perusahaan dan kedai.Mereka turun ke lantai satu, Alana dan Mordekhai telah menungg
Dua hari sebelum pernikahan, penjahit handal kepercayaan keluarga Ziona menunjukkan hasil jahitannya. Gambar Ziona telah berubah wujud menjadi sesuatu yang nyata.“Mau mencobanya sekarang?” tanya penjahit dan anggukan Ziona menunjukkan antusiasnya. “Karyawanku akan membantu kalian untuk memakainya.”Zefanya dan Ziona masuk ke ruangan terpisah. Setelah mengenakan tuxedo, Zefanya keluar dari ruangan dan dia harus menunggu karena Ziona masih sibuk di ruang gantinya.Beberapa menit menunggu, akhirnya Ziona keluar dengan gaun pengantin hasil rancangannya. Zefanya bergeming, pandangannya tidak berpindah ke tempat lain, seakan-akan tidak ada pemandangan yang lebih indah daripada calon istrinya. Padahal wajah dan rambut Ziona belum dirias layaknya seorang pengantin.“Kenapa?” tanya Ziona ketika Zefanya hanya bergeming saja. Zefanya tersadarkan karena pertanyaan Ziona dan dia geleng-geleng untuk mengembalikan pikirannya. “Kamu sangat cantik, sayang. Kamu sangat cantik mengenakan gaun h
Zefanya dan Ziona segera masuk ke dalam mobil. Sebelum Zefanya menyalakan mesin mobil, dia melihat ke samping dan memegang tangan Ziona. “Sayang, kita harus siap dengan apa pun yang akan terjadi. Aku tahu ini nggak mudah, tapi kuatkan hatimu. Aku akan selalu ada untuk kamu.”Ziona menggenggam tangan Ziona. Mendadak ketakutan membuat tanganya dingin dan berkeringat. “Bagaimana kalau Abira nggak bisa bertahan, Zef. Aku sangat takut.”Zefanya mendekat dan dia memeluk Ziona lagi. “Kita berdoa saja, sayang. Tuhan pasti akan melakukan yang terbaik untuk Abira.”Sesampainya di rumah sakit, Ziona dan Zefanya berlari ke ruangan Abira. Ketika masuk, mereka melihat Alana menangis sambil menciumi tangan Abira.“Mami, bagaimana keadaan Abira? Dia baik-baik saja, kan?” Ziona mendekati Alana dan ibunya segera berdiri. “Apa yang terjadi, Mi?”Alana tidak menjawab dengan kata-kata, tetapi dia memeluk Ziona. Alana menangis dan Ziona mengusap punggungnya untuk menenangkannya. “Abira pasti a
Tiga bulan berlalu setelah Zefanya menerima investasi dana dari Mordekhai. Akhirnya Zefanya memiliki dua cabang di Jakarta. Dia tidak hanya memiliki satu karyawan, tetapi sekarang dia telah mempekerjakan beberapa pelayan, satu manager, dan tiga supervisor yang ditempatkan di setiap kedai.Hari ini Zefanya tidak ke perusahaan dan Ziona ingin menemuinya di kedai. “Lex, tolong antar aku ke kedai. Aku nggak bawa mobil karena tadi pagi Zefanya yang menjemputku,” pinta Ziona pada sekretarisnya.“Baik, Nona.”Alex mengambil kunci mobilnya, dan dia mengantar Ziona ke kedai. Sesampainya di sana, seorang pelayan memberi tahu mereka jika Zefanya masih rapat dengan manajer dan supervisor. “Nggak apa-apa. Kami akan menunggu di sini. Tolong siapkan dua potong martabak dan milk shake saja untuk kami,” ucap Ziona pada pelayan.Setengah jam menunggu, akhirnya Zefanya menemui mereka. “Kamu pasti menunggu lama,” ucap Zefanya sambil mengusap kepala Ziona. “Aku memperbaharui kontrak kerja dengan
Zefanya duduk di sofa, tepat di depan Mordekhai dan Alana. Saat ini mereka sedang duduk di ruang kerja Mordekhai. Zefanya masih diam, takut salah bicara saat bersama mereka. Dia hanya menunggu apa yang ingin mereka katakan padanya.Zefanya meremas celananya ketika Mordekhai berdeham. Calon ayah mertuanya lebih menakutkan dibandingkan puluhan preman di luar sana. Zefanya masih takut mereka akan menghalangi cintanya dengan Ziona meskipun mereka telah makan malam bersama.“Kapan kau akan menikahi Ziona?” tanya Mordekhai. Suaranya serius dan dia melihat ketegangan Zefanya. “Saya harus mengumpulkan uang sebelum menikah dengannya. Meskipun saya nggak bisa memberikan pernikahan mewah kepada Ziona tapi saya aku harus bertanggung jawab untuk membiayainya.”Alana tersenyum ketika melihat kesungguhan Zefanya tetapi dia belum mengatakan apa-apa. Sementara Mordekhai masih mempertahankan wibawanya di depan calon menantunya. Sebenarnya dia menginginkan menantu yang derajat kekayaannya bisa
“Aku sudah mendengar semuanya dari Alex,” ucap Abira ketika adiknya masih saja diam sejak tadi. “Kenapa kamu nggak menceritakannya padaku, Zi? Apa kamu nggak menganggap aku sebagai kakakmu lagi?”Ziona tidak langsung menjawab. Dia memerlukan waktu untuk mengatur kata-katanya. Meskipun dia tidak tega ketika melihat wajah pucat Abira, namun dia harus kuat demi dirinya sendiri. Merasa sudah siap untuk menyampaikan isi hatinya, Ziona menarik napas dan melihat Abira. “Apa situasinya akan berubah kalau aku menceritakan semuanya sama kamu?”Abira terdiam karena pertanyaan Ziona. Dia kehilangan kehangatan yang selama ini dia dapatkan dari Ziona. Beberapa detik kemudian Abira menemukan jawabannya. “Situasinya pasti akan berbeda kalau kamu menceritakannya sama aku. Aku pasti akan membelamu di depan papi dan mami.”“Benarkah kakak akan membelaku? Bukankah selama ini kakak selalu protes kepada papi dan mami? Kakak selalu merasa kalau aku lebih beruntung karena bisa melakukan banyak hal.
Ziona dan Mordekhai duduk di mobil. Sebelum mereka berbicara, Mor meminta sopirnya keluar dari mobil.“Baik, Tuan.” Sopir itu keluar dan Mordekhai melihat ke samping.“Bagaimana keadaanmu, Nak? Apakah kamu makan dengan baik?”“Bagaimana keadaan Abira?” Ziona menolak untuk menjawab pertanyaan Mordekhai. Dia tidak mau termakan oleh bujukan sang ayah. Dia sering mengalaminya saat kecil. Ketika dia merajuk, Mordekhai atau Alana akan memberikan sesuatu padanya agar dia tidak merajuk lagi. Perlahan Ziona berubah karena apa pun yang dilakukan orangtuanya pasti karena Abira.“Abira di rumah, Nak. Bagaimana denganmu? Papi ingin tahu tentang keadaanmu.”Ziona mengembuskan napas panjang karena Mordekhai tidak menyerah dengan pertanyaannya. “Apakah seorang anak akan baik-baik saja saat keluar dari rumahnya? Aku rasa papi sudah tahu jawabannya.”“Kalau kamu nggak baik-baik saja, seharusnya kamu pulang ke rumah, Nak. Mami dan Abira sangat menginginkanmu di rumah.”“Menginginkanku?” Nada sua
Ziona melihat Zefanya sedang menghitung hasil penjualan hari ini. Zefanya hanya memiliki satu karyawan yang membantunya karena dia belum bisa membayar lebih banyak orang. Ziona menarik kursi dan duduk di sampingnya.“Aku memiliki tabungan, Zef. Kalau kamu mau memakai uangku untuk mengembangkan bisnismu, aku nggak keberatan untuk memberikannya,” ucap Ziona.Zefanya tersenyum sambil memasukkan uang ke dalam tas penyimpanan. Dia telah memisahkan sebagian uang untuk belanja dan kebutuhan harian, sisanya dia akan setor ke bank untuk disimpan. Jika dulu Zefanya akan tersinggung setiap kali Ziona menawarkan bantuan, sekarang dia mulai percaya diri dengan kehidupannya. Zefanya juga mempercayai calon istrinya.Zefanya menarik kursi lain dan dia duduk di depan sang kekasih. Dia menarik tangan Ziona, menggenggamnya dengan lembut, dan dia menatap wanita itu sambil tersenyum. “Kamu harus menyimpan uangmu, sayang. Lagipula usaha ini masih baru dan aku nggak mau gegabah dengan mengeluarkan
Tanpa sepengetahuan Ziona, Zefanya pergi ke rumah mewah milik Mordekhai. Kendaraan roda duanya hampir tidak bisa masuk karena satpam tidak memberikan izin kepada Zefanya.“Apakah Anda benar-benar sudah membuat janji dengan Tuan Mor?” satpam bertanya sebelum membuka gerbang karena dia tidak mau memasukkan sembarangan orang ke dalam rumah. Beberapa tahun lalu dia pernah melakukannya, ternyata orang itu adalah penguntit yang sangat terobsesi kepada Ziona. Sejak saat itu orangtua Ziona memberikan peraturan tegas kepada setiap tamu yang hendak masuk ke rumah mereka.“Saya sudah membuat janji dengan orangtua Ziona,” jawab Zefanya.Satpam masih belum percaya, akhirnya Zefanya menghubungi Alex. “Satpam tidak mengizinkanku masuk,” ucap Zefanya saat ponsel menempel di telinganya.“Biarkan aku berbicara dengannya,” balas Alex.Zefanya memberikan ponselnya kepada satpam, dan dia melihat satpam itu manggut-manggut ketika berbicara dengan Alex.Satpam mengembalikan ponsel Zefanya, lalu dia mene