Tidak mudah untuk Zefanya. Ziona adalah wanita pertama yang berhasil merebut hatinya. Selama ini dia selalu menutup diri dari hubungan romansa karena berpikir itu hanya akan merusak semua rencana yang sudah disusun. Tetapi dia tidak bisa menolak Ziona saat wanita itu masuk dan memenuhi hatinya.
“Apa yang harus aku lakukan sekarang?” tanya Zefa. Pria itu sedang menyendiri di sebuah bar. Sudah seminggu dia memiliki kebiasaan baru. Habis bekerja akan mampir ke bar untuk menghabiskan satu botol bir. Selama ini Zefanya tidak pernah memboroskan uang untuk sesuatu yang tidak penting. Tetapi kali ini, dia merelakan sepuluh dollar hanya untuk membeli satu botol minuman beralkohol.
“Zefa, stop!” Saskia merampas gelas dari tangan Zefa. Sudah seminggu setelah kepergian Ziona yang tak ada kabar, Saskia mengawasi temannya itu kejauhan.
“Berikan padaku, Sas! Minuman itu bisa membantuku melupaka
Tiga hari yang lalu, Ziona dikejutkan dengan kedatangan Novi yang mendadak tanpa pemberitahuan. Sahabatnya itu menggedor pintu kamar membuat Ziona yang sedang menangis harus membukakan pintu.“Novi?!” seru Ziona. Wajah sembabnya terkejut melihat gadis seumuran dengannya berdiri di depan pintu kamar.Tidak menjawab, Novi justru memukul lengan Ziona beberapa kali. Sangat kesal karena sahabatnya itu pergi tanpa berpamitan secara langsung.“Kamu anggab aku apa, hah?” teriak Novi.Takut menjadi pusat perhatian orang-orang yang ada di rumah, Ziona menarik pergelangan tangan Novi. “Ayo masuk! kalau mau teriak di dalam saja,” tukas Ziona sambil mengunci pintu. “Ayo duduk!” ajaknya kemudian.“Kenapa dengan wajahmu?” Novi meneliti lingkaran hitam di kantung mata Ziona. Wajah temannya itu juga bengkak. Sangat jelas jika Ziona habis menangis.“A-a
Alex mengantar Ziona pulang. Semenjak menjadi CEO di perusahaan keluarga, wanita itu semakin dingin. Kesehariannya hanya dihabiskan untuk bekerja. Baru saja sampai di rumah, Ziona melihat kedua orangtuanya sedang heboh memberi penilaian pada gaun yang dipakai oleh Abira. Satu minggu lagi sang Kakak akan mengadakan konser piano perdana.“Kamu sudah pulang, Nak?” tanya Alana saat menyadari kehadiran anak keduanya.“Hmmm,” hanya dehaman yang dijadikan Ziona sebagai jawaban.“Bagaimana penampilan kakakmu? Dia sangat cantik, bukan?” Mor meminta pendapat pada Ziona. Kebahagiaan sangat terlihat dari raut wajah pria tersebut.“Dia selalu cantik di mata Mami dan Papi. Kalau begitu aku ke atas dulu. Capek bekerja seharian,” sahut Ziona. Tidak memberikan pendapat apa pun tentang penampilan Abira. Hal seperti itu sudah biasa dia saksikan.Ziona menaiki anak ta
“Papi tahu panti asuhan Abba Love?” pertanyaan muncul saat Abira dan keluarganya menikmati makan malam bersama. Tentu saja nama panti asuhan tersebut terdengar jelas di telinga Ziona. Sambil menikmati makanan, Ziona mendengar pembicaraan orangtua dan kakaknya.“Iya, Papi tahu. Selama ini kita yang jadi donatur paling besar untuk tempat itu.” Sekilas melirik pada Ziona. Seandainya Ziona tidak setuju dengan kesepakatan enam tahun lalu, maka Mor sudah menarik semua dana yang diberikan ke sana.“Memangnya ada apa?” tanya Mor melanjutkan jawabannya tadi.“Aku akan meminta panitia untuk mengundang mereka di acara konser piano aku.”“Kenapa bisa? itu konser diperuntukkan untuk kalangan atas, bukan?” Mor menambahkan pertanyaan.“Ketua panitia sudah memberitahu. Mereka akan mengundang beberapa panti anak dan jompo. Katanya sekalian untuk kegiatan amal. 
Hari yang ditunggu-tunggu oleh keluarga Mordekhai pun tiba. Prestasi Ziona selama menjabat sebagai CEO bukan hal yang asing lagi. Namun melihat penampilan Abira di konser piano akan menjadi kenangan bersejarah. Untuk pertama kalinya wanita itu akan tampil di depan ribuan orang.Ziona masuk ke dalam kamar Abira. Sang kakak baru saja mandi. Dia akan berangkat terlebih dahulu untuk melakuan gladiresik.“Kak,” panggil Ziona mendekat. Dia mengambil hair dryer di tangan Abira. Kakaknya itu hendak mengeringkan rambut. “Biar aku yang melakukannya,” ujar Ziona. Dia ingin sekali mengikuti acara penting sang kakak sampai selesai, namun Ziona tidak akan tahan melihat sikap kedua orangtuanya yang berlebihan. Apalagi Mor sudah merencanakan akan membuat pesta sebagai perayaan.“Aku ingin sekali kamu ada di acaraku,” rengek Abira. Dia melihat pantulan wajah adiknya dari cermin.
“Nona!” Alex memanggil, namun Ziona tidak berpaling. Dia lebih memilih kembali masuk ke dalam toilet. Rupanya wajah Alex tidak terlalu diingat oleh Zefa, meskipun pernah melihatnya di coffee shop.“Sepertinya atasan saya belum selesai. Jika ada kesempatan, saya akan mengajaknya untuk mengunjungi panti asuhan tempat kalian,” ucap Alex pada Zefa.“Nggak apa-apa. Kami harus kembali melihat pertunjukannya,” pamit Zefa dan Alex membiarkan mereka pergi. “Sepertinya aku pernah melihat wajah laki-laki itu. Tapi di mana ya?” batin Zefa sembari memegang tangan adik asuhnya.Ziona mengintip. Memastikan apakah masih ada Zefanya atau tidak. “Sepertinya dia sudah pergi,” gumam Ziona. Dia keluar dan menemui Alex yang setia berdiri sembari menunggunya.“Sudah selesai, Nona?” tanya Alex. Dia takut masih ada yang belum beres.&ldq
Bayangan wajah Abira terus melintas di pikiran Zefanya. Laki-laki itu kehilangan fokus ketika harus memeriksa beberapa dokumen yang diberikan ayah Charles.Zefa memilih istirahat sejenak. Dia meraih piguran yang ada di atas meja. Foto saat dia dan Ziona berada di Changi Water Fall. “Wanita itu mengingatkan aku sama kamu, Zi. Benar kah kamu sudah memiliki kekasih? Aku belum sanggub menerima kenyataan kalau memang iya. Maaf karena aku menghindar. Aku hanya perlu menyiapkan hati untuk menerima kenyataan. Aku sangat merindukan kamu.” Zefa mengecup wajah Ziona yang ada di foto. Bayangan tawa saat Ziona bersama dengan pria lain teringat kembali.“Memang sebaiknya seperti ini. Aku harus menata hati dulu sebelum bertemu dengannya.” Zefanya menetapkan hati dan pikiran untuk fokus melanjutkan pekerjaannya. Meski wajah Zio masih melayang-layang di benak Zefa, sebisa mungkin laki-laki itu aka
Sesampai di Jakarta, Ziona tak sempat beristirahat di rumah. Alana memintanya langsung datang ke rumah sakit.“Lex, kamu pulang dan istirahat saja. Aku bisa ke rumah sakit sendirian,”ujar Ziona saat mobil hampir mencapai rumah sakit. Ziona tahu jika asistennya tersebut juga lelah. Banyak pekerjaan yang ditanggung oleh Alex. Bahkan kurang waktu untuk bersantai.“Tidak apa-apa, Nona. Saya akan menemani Anda ke rumah sakit. Saya akan menunggu meskipun membutuhkan waktu yang lama.” Jika sudah seperti itu, Ziona pun tidak bisa menolak. Alex bukan hanya sekadar asisten di kantor. Pria itu banyak membantunya dalam hal urusan pribadi.Mobil masuk ke parkiran. Ziona dan Alex melewati Lorong rumah sakit. Menjajaki setiap ubin yang menyatu untuk mencapai ruang VVIP. Tempat itu selalu dipakai oleh Abira setiap kali masuk rumah sakit.Saat tiba di depan pintu, dokter pria k
Zefanya melihat ponsel yang sejak tadi diletakkan di atas meja. Dia berharap jika Ziona akan menghubungi dirinya.“Apa dia sudah menghapus nomor ponselku? Sejak tadi aku menunggu panggilannya tetapi nggak juga ada. Apa yang harus aku lakukan sekarang. Seharusnya aku meminta nomor barunya.” Zefa mendesah putus asa. Sudah dua jam dia melihat layar ponsel. Tidak ada pesan atau panggilan dari seseorang yang diharapkan.“Apa aku minta kepada Abira saja?” wajah saudara Ziona itu pun terlintas di pikiran Zefanya. “Tapi alasan apa yang harus aku berikan padanya. Perempuan itu pasti bertanya kenapa aku meminta nomor ponsel adiknya. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Tuhan, tolong berikan aku ide. Aku nggak mau kehilangan jejak Ziona lagi.”Zefanya tidak menemukan jalan keluar juga. Seharusnya dia tidak membiarkan Ziona lepas begitu saja. Ingin mengalihkan perhatian, Ze
Duka yang begitu dalam membuat Ziona dan Zefanya menunda bulan madu mereka. Mungkin mereka akan melakukannya setelah Ziona benar-benar siap secara mental. “Hidup adalah kesempatan dan mati adalah keuntungan bagi setiap orang yang percaya kepada Tuhan.” Pendeta mengucapkan kalimat terakhir sebelum menurunkan peti Abira ke liang lahat.Ziona tak berhenti menangis, demikian juga dengan orangtuanya. Zefanya memeluk Ziona, tidak melarang ketika istrinya menangis di pelukannya. “Kamu nggak sendirian, sayang. Kamu memilikiku dan orangtuamu. Kami akan selalu menjagamu.” Zefanya menenangkan Ziona sambil mengusap punggungnya.***Tiga bulan telah berlalu,Zefanya sedang mengancing kemejanya ketika Ziona mendekatinya sambil membawa blazer. Mereka akan berangkat ke kantor di pagi hari dan saat sore Zefanya akan mengontrol kedainya. Dia sudah memiliki beberapa cabang dan dia harus membagi pikirannya antara perusahaan dan kedai.Mereka turun ke lantai satu, Alana dan Mordekhai telah menungg
Dua hari sebelum pernikahan, penjahit handal kepercayaan keluarga Ziona menunjukkan hasil jahitannya. Gambar Ziona telah berubah wujud menjadi sesuatu yang nyata.“Mau mencobanya sekarang?” tanya penjahit dan anggukan Ziona menunjukkan antusiasnya. “Karyawanku akan membantu kalian untuk memakainya.”Zefanya dan Ziona masuk ke ruangan terpisah. Setelah mengenakan tuxedo, Zefanya keluar dari ruangan dan dia harus menunggu karena Ziona masih sibuk di ruang gantinya.Beberapa menit menunggu, akhirnya Ziona keluar dengan gaun pengantin hasil rancangannya. Zefanya bergeming, pandangannya tidak berpindah ke tempat lain, seakan-akan tidak ada pemandangan yang lebih indah daripada calon istrinya. Padahal wajah dan rambut Ziona belum dirias layaknya seorang pengantin.“Kenapa?” tanya Ziona ketika Zefanya hanya bergeming saja. Zefanya tersadarkan karena pertanyaan Ziona dan dia geleng-geleng untuk mengembalikan pikirannya. “Kamu sangat cantik, sayang. Kamu sangat cantik mengenakan gaun h
Zefanya dan Ziona segera masuk ke dalam mobil. Sebelum Zefanya menyalakan mesin mobil, dia melihat ke samping dan memegang tangan Ziona. “Sayang, kita harus siap dengan apa pun yang akan terjadi. Aku tahu ini nggak mudah, tapi kuatkan hatimu. Aku akan selalu ada untuk kamu.”Ziona menggenggam tangan Ziona. Mendadak ketakutan membuat tanganya dingin dan berkeringat. “Bagaimana kalau Abira nggak bisa bertahan, Zef. Aku sangat takut.”Zefanya mendekat dan dia memeluk Ziona lagi. “Kita berdoa saja, sayang. Tuhan pasti akan melakukan yang terbaik untuk Abira.”Sesampainya di rumah sakit, Ziona dan Zefanya berlari ke ruangan Abira. Ketika masuk, mereka melihat Alana menangis sambil menciumi tangan Abira.“Mami, bagaimana keadaan Abira? Dia baik-baik saja, kan?” Ziona mendekati Alana dan ibunya segera berdiri. “Apa yang terjadi, Mi?”Alana tidak menjawab dengan kata-kata, tetapi dia memeluk Ziona. Alana menangis dan Ziona mengusap punggungnya untuk menenangkannya. “Abira pasti a
Tiga bulan berlalu setelah Zefanya menerima investasi dana dari Mordekhai. Akhirnya Zefanya memiliki dua cabang di Jakarta. Dia tidak hanya memiliki satu karyawan, tetapi sekarang dia telah mempekerjakan beberapa pelayan, satu manager, dan tiga supervisor yang ditempatkan di setiap kedai.Hari ini Zefanya tidak ke perusahaan dan Ziona ingin menemuinya di kedai. “Lex, tolong antar aku ke kedai. Aku nggak bawa mobil karena tadi pagi Zefanya yang menjemputku,” pinta Ziona pada sekretarisnya.“Baik, Nona.”Alex mengambil kunci mobilnya, dan dia mengantar Ziona ke kedai. Sesampainya di sana, seorang pelayan memberi tahu mereka jika Zefanya masih rapat dengan manajer dan supervisor. “Nggak apa-apa. Kami akan menunggu di sini. Tolong siapkan dua potong martabak dan milk shake saja untuk kami,” ucap Ziona pada pelayan.Setengah jam menunggu, akhirnya Zefanya menemui mereka. “Kamu pasti menunggu lama,” ucap Zefanya sambil mengusap kepala Ziona. “Aku memperbaharui kontrak kerja dengan
Zefanya duduk di sofa, tepat di depan Mordekhai dan Alana. Saat ini mereka sedang duduk di ruang kerja Mordekhai. Zefanya masih diam, takut salah bicara saat bersama mereka. Dia hanya menunggu apa yang ingin mereka katakan padanya.Zefanya meremas celananya ketika Mordekhai berdeham. Calon ayah mertuanya lebih menakutkan dibandingkan puluhan preman di luar sana. Zefanya masih takut mereka akan menghalangi cintanya dengan Ziona meskipun mereka telah makan malam bersama.“Kapan kau akan menikahi Ziona?” tanya Mordekhai. Suaranya serius dan dia melihat ketegangan Zefanya. “Saya harus mengumpulkan uang sebelum menikah dengannya. Meskipun saya nggak bisa memberikan pernikahan mewah kepada Ziona tapi saya aku harus bertanggung jawab untuk membiayainya.”Alana tersenyum ketika melihat kesungguhan Zefanya tetapi dia belum mengatakan apa-apa. Sementara Mordekhai masih mempertahankan wibawanya di depan calon menantunya. Sebenarnya dia menginginkan menantu yang derajat kekayaannya bisa
“Aku sudah mendengar semuanya dari Alex,” ucap Abira ketika adiknya masih saja diam sejak tadi. “Kenapa kamu nggak menceritakannya padaku, Zi? Apa kamu nggak menganggap aku sebagai kakakmu lagi?”Ziona tidak langsung menjawab. Dia memerlukan waktu untuk mengatur kata-katanya. Meskipun dia tidak tega ketika melihat wajah pucat Abira, namun dia harus kuat demi dirinya sendiri. Merasa sudah siap untuk menyampaikan isi hatinya, Ziona menarik napas dan melihat Abira. “Apa situasinya akan berubah kalau aku menceritakan semuanya sama kamu?”Abira terdiam karena pertanyaan Ziona. Dia kehilangan kehangatan yang selama ini dia dapatkan dari Ziona. Beberapa detik kemudian Abira menemukan jawabannya. “Situasinya pasti akan berbeda kalau kamu menceritakannya sama aku. Aku pasti akan membelamu di depan papi dan mami.”“Benarkah kakak akan membelaku? Bukankah selama ini kakak selalu protes kepada papi dan mami? Kakak selalu merasa kalau aku lebih beruntung karena bisa melakukan banyak hal.
Ziona dan Mordekhai duduk di mobil. Sebelum mereka berbicara, Mor meminta sopirnya keluar dari mobil.“Baik, Tuan.” Sopir itu keluar dan Mordekhai melihat ke samping.“Bagaimana keadaanmu, Nak? Apakah kamu makan dengan baik?”“Bagaimana keadaan Abira?” Ziona menolak untuk menjawab pertanyaan Mordekhai. Dia tidak mau termakan oleh bujukan sang ayah. Dia sering mengalaminya saat kecil. Ketika dia merajuk, Mordekhai atau Alana akan memberikan sesuatu padanya agar dia tidak merajuk lagi. Perlahan Ziona berubah karena apa pun yang dilakukan orangtuanya pasti karena Abira.“Abira di rumah, Nak. Bagaimana denganmu? Papi ingin tahu tentang keadaanmu.”Ziona mengembuskan napas panjang karena Mordekhai tidak menyerah dengan pertanyaannya. “Apakah seorang anak akan baik-baik saja saat keluar dari rumahnya? Aku rasa papi sudah tahu jawabannya.”“Kalau kamu nggak baik-baik saja, seharusnya kamu pulang ke rumah, Nak. Mami dan Abira sangat menginginkanmu di rumah.”“Menginginkanku?” Nada sua
Ziona melihat Zefanya sedang menghitung hasil penjualan hari ini. Zefanya hanya memiliki satu karyawan yang membantunya karena dia belum bisa membayar lebih banyak orang. Ziona menarik kursi dan duduk di sampingnya.“Aku memiliki tabungan, Zef. Kalau kamu mau memakai uangku untuk mengembangkan bisnismu, aku nggak keberatan untuk memberikannya,” ucap Ziona.Zefanya tersenyum sambil memasukkan uang ke dalam tas penyimpanan. Dia telah memisahkan sebagian uang untuk belanja dan kebutuhan harian, sisanya dia akan setor ke bank untuk disimpan. Jika dulu Zefanya akan tersinggung setiap kali Ziona menawarkan bantuan, sekarang dia mulai percaya diri dengan kehidupannya. Zefanya juga mempercayai calon istrinya.Zefanya menarik kursi lain dan dia duduk di depan sang kekasih. Dia menarik tangan Ziona, menggenggamnya dengan lembut, dan dia menatap wanita itu sambil tersenyum. “Kamu harus menyimpan uangmu, sayang. Lagipula usaha ini masih baru dan aku nggak mau gegabah dengan mengeluarkan
Tanpa sepengetahuan Ziona, Zefanya pergi ke rumah mewah milik Mordekhai. Kendaraan roda duanya hampir tidak bisa masuk karena satpam tidak memberikan izin kepada Zefanya.“Apakah Anda benar-benar sudah membuat janji dengan Tuan Mor?” satpam bertanya sebelum membuka gerbang karena dia tidak mau memasukkan sembarangan orang ke dalam rumah. Beberapa tahun lalu dia pernah melakukannya, ternyata orang itu adalah penguntit yang sangat terobsesi kepada Ziona. Sejak saat itu orangtua Ziona memberikan peraturan tegas kepada setiap tamu yang hendak masuk ke rumah mereka.“Saya sudah membuat janji dengan orangtua Ziona,” jawab Zefanya.Satpam masih belum percaya, akhirnya Zefanya menghubungi Alex. “Satpam tidak mengizinkanku masuk,” ucap Zefanya saat ponsel menempel di telinganya.“Biarkan aku berbicara dengannya,” balas Alex.Zefanya memberikan ponselnya kepada satpam, dan dia melihat satpam itu manggut-manggut ketika berbicara dengan Alex.Satpam mengembalikan ponsel Zefanya, lalu dia mene